Headlines
Loading...
Fantasi Sedarah, Akibat Pemikiran Sekuler

Fantasi Sedarah, Akibat Pemikiran Sekuler

Penulis. Indah Ershe
(Kontributor SSCQMedia.Com)

SSCQMedia.Com—Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA),  mendesak kepolisian untuk menyelidiki grup Facebook bernama "Fantasi Sedarah". Pasalnya, konten dalam grup tersebut diduga mengandung eksploitasi seksual dan telah meresahkan masyarakat.

Sekretaris Kemen PPPA, Titi Eko Rahayu, menegaskan,  akan membawa ke ranah hukum. Tindakan ini penting untuk memberikan efek jera dan melindungi masyarakat, terutama mengingat konten menyimpang dalam grup tersebut sangat rawan menimbulkan dampak buruk.

Titi menambahkan, bahwa keberadaan grup semacam ini jelas bertentangan dengan nilai-nilai moral dan mengancam keselamatan serta masa depan anak-anak Indonesia. Menurutnya,  inses bukan hanya tidak pantas, tetapi juga dapat merusak persepsi publik tentang hubungan keluarga yang sehat (Republika.co.id, 17/5/2025).

Terungkapnya kasus inses,  yaitu hubungan seksual sedarah, bukan hal baru di Indonesia. Imbas dari perilaku terlarang ini adalah tindak kejahatan yang sebagian besar berakhir dengan pembunuhan. Pemicunya adalah saat inses membuahkan janin sampai berwujud menjadi seorang bayi.

Kasus viral inses terbaru terjadi di Medan, di mana sepasang  abang adik mengirimkan paket berbentuk kain yang berisi jenazah bayi hasil hubungan sedarah keduanya kepada seorang pengemudi ojek online, untuk diletakkan di teras sebuah masjid. 

Menyusul kasus di Medan, media sosial dihebohkan dengan adanya kemunculan sebuah grup di Facebook bernama Fantasi Sedarah,  yang kini berubah nama menjadi Suka Duka.

Dari penyelidikan tim kepolisian,  terungkap grup Fantasi Sedarah dibentuk sejak Agustus 2024, dengan enam anggota utama dan satu di antaranya adalah anak di bawah umur 18 tahun. Grup ini diketahui memiliki sekitar 32.000 anggota yang aktif berdiskusi. Bukan saja sebatas berbagi pengalaman dari penyaluran fantasi terlarang, grup tersebut juga sebagai wadah penjualan beragam konten terkait fantasi inses sampai pornografi anak-anak.

Dalam empat tahun terakhir, Indonesia tercatat memiliki lebih dari lima juta kasus konten pornografi anak. Hal ini menempatkan Indonesia sebagai peringkat keempat terbesar di dunia dalam kasus tersebut. Terbukti dari klaim Kementrian Komunikasi dan Digital, bahwa sepanjang Oktober 2024 sampai Maret 2025,  telah menangani sebanyak 1,3 juta konten pornografi yang berasal dari aduan masyarakat.

Lantas bagaimana tindakan nyata pemerintah dalam kasus pornografi yang terus bertambah dan merusak generasi bangsa ini? Sampai saat ini, belum ada hukum tegas yang mengatur tindakan pornografi.

Negara mayoritas muslim ini sama sekali tidak meletakkan hukum syarak  untuk mengatur segala aspek dalam kehidupan bernegara. Faktanya, kasus inses dalam grup Fantasi Sedarah, dari penyataan-pernyataan pemerintah, mulai dari kementrian sampai dengan tim penegak hukum, bahwa perilaku inses tidak dibenarkan secara moral dan etika, hanya sebatas peraturan norma ketimuran sama sekali tidak pernah dikaitkan dengan hukum Islam yang mengatur jelas dan detail kehidupan manusia, serta memiliki batasan mutlak antara halal dan haram.

Sebagian besar rakyat yang beridentitas muslim, enggan memeluk Islam secara kafah. Islam dianggap hanya sebagai agama yang mengatur tata cara ibadah perorangan, sedangkan hukum bermasyarakat,  apalagi bernegara diadopsi dari sistem ideologi sekuler ala Barat. Konsep pemikiran memisahkan agama dari aktifitas kehidupan inilah,  yang mengakar kuat,  turun temurun, sejak masa nenek moyang.

Batasan pornografi dan kejahatan seksual di Indonesia, didasarkan pada Undang-Undang yang dibuat berdasarkan pemikiran terbatas manusia. Terbukti dari penetapan batasan usia bagi pelaku kriminal secara umum, termasuk kekerasan atau kejahatan seksual, pornografi dan sejenisnya, adalah 18 tahun ke atas. Di bawah 18 tahun,  pelaku hanya akan dijerat hukum pidana anak, bukan hukum pidana dewasa.

Hal ini sejalan dengan peraturan batasan usia untuk menonton film dan tayangan digital yang beredar di layar kaca, maupun media sosial. Terbagi menjadi empat kategori yakni SU (semua umur), 13+, 17+, dan 21+. Batasan ini dibuat oleh Lembaga Sensor Film, dan tanggung jawab pelaksanaannya diserahkan kepada masing-masing individu, dalam hal ini, terutama orang tua untuk anak-anak yang masih di bawah umur.

Batasan umur yang berlaku di Indonesia, jelas diadopsi dari pemikiran sekuler, sehingga membuka celah bagi individu yang merasa telah berusia cukup untuk menikmati tontonan porno tanpa merasa bersalah,  apalagi berdosa. Bagi para muslim sekularis, segala perbuatan di dunia diatur hanya oleh hukum dunia,  bukan hukum syarak.  Batasan perilaku mereka  pada norma hukum, bukan halal dan haram. Mengapa harus membawa aturan Islam hanya untuk menikmati hiburan dan tontonan? Demikian anggapan muslim sekuler.

Pemikiran sempit sekuler tidak mengetahui, bahwa Islam memiliki aturan hukum yang jelas mengenai inses, yakni zina sedarah.  Dalilnya terdapat dalam Al Quran surat An-Nisa ayat 23.

Demikian pula Islam terang benderang memerintahkan setiap muslim baik laki-laki mau pun perempuan untuk senantiasa menjaga pandangan dari hal yang haram. Dasar hukum jelas dalam Al Quran surat An-Nur ayat 30 untuk laki-laki dan surat An-Nur ayat 31 untuk perempuan.

Lalu bagaimana Islam mengatur batasan usia untuk hukuman bagi pelaku pornografi?

Diangkat pena (tidak dikenakan hisab) pada tiga orang : yaitu orang yang tidur hingga bangun, anak kecil hingga baligh, dan orang gila hingga berakal. (HR Abu Daud, At-Tirmidzi)

Warna hukum abu-abu tidak akan ditemukan dalam Islam. Terang benderang,  bahwa perintah menjaga pandangan berlaku untuk semua orang beriman, tanpa batasan gender dan batasan usia. Sedangkan berlakunya hukum syarak bagi pelaku kejahatan, jelas saat individu tersebut memasuki usia baligh. 

Batasan halal haram yang jelas, sebagaimana catatan hisab kelak ketika manusia kembali menghadap Allah, sehingga tidak ada celah bagi seorang muslim untuk berani melakukan perbuatan dosa dan maksiat.

Jika setiap individu memiliki catatan hisab yang pasti, maka seharusnya jajaran pemerintahan dalam negara yang mayoritas tercatat sebagai muslim, memiliki hisab yang berbobot lebih.

Sayangnya, para penguasa yang berdiri atas nama rakyat, lebih takut kehilangan kekuasaan di dunia. Sebab,  saat hukum syarak diterapkan secara utuh, maka bibit sekuler dan kapitalis akan musnah. Bisnis-bisnis haram, pornografi, judi, riba, maksiat, tidak akan laris, yang berarti pundi pundi harta dunia kelompok oligarki dan pengikutnya akan kering.

Solusi mutlak telah Allah berikan melalui Islam. Maka,  seharusnya tidak ada pilihan lain bagi setiap muslim selain melanjutkan kehidupan Islam, kembali pada hukum syarak, melaksanakannya secara kafah, barulah kejayaan Islam seperti pada masa Baginda Nabi Muhammad Rasulullah shallallahu alaihi wasallam dan khulafaur rasyidin dapat kembali terwujud.

Wallahualam bissawab.[US]

Baca juga:

0 Comments: