Headlines
Loading...
Batal Berangkat Haji, Negara Tak Beri Solusi

Batal Berangkat Haji, Negara Tak Beri Solusi

Oleh. Noviya Dwi
(Kontributor SSCQMedia.Com)

SSCQMedia.Com—Calon jemaah haji reguler asal Bandung, yakni Heri Risdyanto bin Warimin bersama dengan istri dan kedua orang tuanya, mendadak tidak dapat meneruskan ibadah hajinya.

Mustolih Siradj, yakni Ketua Komnas Haji menceritakan perihal kronologi salah satu jemaah terkait pesawat Saudia Airlines yang ditumpangi oleh Heri Risdyanto  yang mendarat di Jeddah kemudian tidak dinyatakan lolos pemeriksaan.

Heri mempunyai catatan perjalanan yang bersih. Dia sempat berangkat umrah pada tahun 2022. Usut punya usut ternyata status visa Heri berubah menjadi "No Visa" karena ada pihak yang membatalkannya. Petugas yang berada di bandara  menyatakan bahwa masih menjadi misteri terkait siapa di balik insiden batalnya visa jemaah yang bernama Heri Risdyanto.

Aristanti Widyaningsih menyampaikan peristiwa jemaah haji yang dipulangkan ke Tanah Air kemudian dilanjutkan aduan ke Komnas Haji. Total keberangkatan adalah empat orang, yakni Heri berangkat bersama istri, ayah dan ibunya yang lansia dari Bandara Kertajati (KJT) kloter 27 pada hari Jumat, 30 Mei 2024 pukul 14.00-19.45 WIB dengan pesawat Saudia Airlines.

Semua syarat dokumen lengkap, yakni visa, paspor, tiket pulang-pergi, ID jemaah, dan uang untuk living cost. Bahkan faktanya, nama Heri dan keluarganya tercatat dalam jemaah yang akan menerima fasilitas hotel di Makkah. Namun, ketika melakukan pemeriksaan imigrasi Bandara Jeddah, Heri Risdyanto dinyatakan tidak dapat melanjutkan perjalanan ke hotel, padahal istri dan kedua orang tuanya tidak mengalami permasalahan tersebut (khazanah.republika.co.id/06/06/2025).


Kegembiraan Berakhir Kekecewaan

Kisruh penyelenggaran haji di negeri ini masih saja menjadi polemik yang belum ada solusinya dari pemerintah. Tak hanya itu, peningkatan pelayanan juga kurang didapat dari jemaah haji dari negeri ini, justru terjadi penurunan pelayanan yang semakin memperihatinkan dalam proses pemberangkatan.

Bahkan ada beberapa jemaah haji yang tidak dapat melanjutkan ibadahnya di tanah suci Mekkah akibat terkendala visa-visa jemaah dibatalkan secara sepihak meski semua dokumen lengkap dan valid. Baru-baru ini ada pihak yang membatalkan visa jemaah dan  mengubah datanya di akun "Haji Pintar" milik Kemenag.

Muncul masalah lainnya, sebanyak 49 orang  yang terdiri dari 18 warga lokal dan 31 warga asing termasuk warga negara Indonesia, ditangkap karena mengangkut 197 jemaah haji tanpa izin resmi. Kemudian dalam proses pelaksanaan haji juga mengalami masalah yang tak kalah rumit, seperti jemaah haji yang diusir dari tempat istirahat di malam hari, jemaah yang tertinggal rombongan hingga keterlambatan distribusi konsumsi, pengetatan dan perubahan aturan oleh pemerintah Arab Saudi.

Dalam ibadah haji tahun ini semakin menambah kerumitan sehingga semakin menyulitkan umat Islam yang ingin menunaikan ibadah haji, yakni kepemilikan kartu nusuk sebagai tanda pengenal resmi untuk mendapatkan akses ke wilayah Makkah dan Masjidil Haram.

Kisruh ibadah haji tahun ini kembali membuka mata bahwa pengurusan dalam ibadah suci ini, tidak ditangani secara optimal oleh negara sebagai ibadah yang sakral dan hanya bisa dilakukan satu tahun sekali oleh jutaan umat muslim dari berbagi penjuru dunia.

Dalam ibadah haji seharusnya dikelola dengan sangat serius, teliti dan penuh tanggung jawab yang terjadi justru sebaliknya. Semua ini mencerminkan bahwa lemahnya perencanaan koordinasi dan eksekusi dari pihak-pihak yang seharusnya bertanggung jawab baik dari negara asal jemaah tersebut maupun dari pihak penyelenggara di Arab Saudi.

Seharusnya negara menjamin kelancaran dalam ibadah haji, dalam masalah ini negara terlihat abai dan tidak sigap menghadapi persoalan-persoalan teknis yang seharusnya bisa diantisipasi. Sebagian pihak menuding bahwa kebijakan baru dari pemerintah Arab Saudi sebagai penyebab utama kekacauan yang terjadi dalam penyelenggaraan ibadah haji tahun ini.

Namun, jika ditelusuri lebih dalam, persoalan yang terjadi tidak hanya dari aspek aturan dari pihak luar, melainkan hal yang paling mendasar adalah paradigma pengurusan haji di Indonesia yang selama ini dijalankan hanya dipandang sebagai urusan administratif dan tidak dimaknai sebagai kewajiban negara dalam melayani urusan agama rakyatnya secara menyeluruh.

Hal ini yang menyebabkan kekacauan demi kekacauan terus berulang ketika sistem pengelolaan haji yang hanya mengedepankan aspek bisnis profit dan birokrasi yang berbelit, pelayanan yang seharusnya menjadi amanah kini justru berubah menjadi beban. Semua kisruh yang terjadi ini adalah pangkal dari kapitalisasi ibadah haji dengan lepasnya tanggung jawab negara dalam pengurusannya dalam melayani rakyat.

Islam, Solusi yang Sempurna

Islam telah menetapkan ibadah haji sebagai  rukun Islam kelima yang wajib ditunaikan oleh setiap muslim yang memiliki kemampuan baik secara finansial, fisik maupun keamanan perjalanan sebagaimana firman Allah Swt. dalam QS Ali-Imran ayat 97 yang berbunyi, "Siapa yang memasukinya (Baitullah), maka amanlah dia. Di antara kewajiban manusia terhadap Allah adalah melaksanakan ibadah haji ke Baitullah, yaitu bagi orang yang mampu mengadakan perjalanan ke sana. Siapa yang mengingkari (kewajiban haji), maka sesungguhnya Allah Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu pun) dari seluruh alam".

Bahwa kewajiban haji ini bukanlah ritual individu saja melainkan juga urusan publik yang memerlukan pengaturan sistematik dari negara. Dalam Islam negara diposisikan sebagai pimpinan yang mengurusi dan sebagai pelindung bagi rakyatnya. Maka sudah seharusnya penyelenggaraan ibadah haji dilakukan dengan profesional, amanah dan memudahkan umat dalam menjalankan ibadah.

Negara juga harus hadir secara aktif dalam mengurusi keperluan jemaah mulai dari proses administrasi, transportasi, akomodasi kesehatan hingga memastikan ketenangan spiritual jemaah selama menjalankan ibadah haji. Penyelenggaraan yang dikelola dengan paradigma pelayanan bukan komersialisasi merupakan bentuk nyata dari tanggung jawab negara.

Dalam sistem Islam, negara akan menyiapkan mekanisme terbaik, birokrasi yang efisien serta layanan yang mumpuni bagi para tamu Allah sebagai bentuk pemuliaan terhadap ibadah haji, layanan yang terbaik seperti ini hanya bisa terwujud jika negara memiliki sistem keuangan yang kuat dan stabil. Hal ini memungkinkan jika negara menerapkan sistem ekonomi keuangan dan moneter Islam secara menyeluruh.

Dalam sistem Islam, pendapatan negara bersumber dari pos-pos yang sah serta berlimpah, seperti jizyah, kharaj, fai', ghanimah, zakat dan kepemilikan umum yang dikelola oleh negara dan semuanya masuk ke dalam Baitulmal, kekuatan ini semakin besar karena seluruh negeri-negeri muslim disatukan dalam satu kepemimpinan tunggal, yakni Khil4fah Islamiyah dengan kekuatan sistematik, negara memiliki kemampuan maksimal untuk menyelenggarakan haji dengan layanan yang terbaik tanpa membebani rakyat dan bergantung kepada pihak-pihak swasta.

Wallahualam bishawab. [Rn]

Baca juga:

0 Comments: