Headlines
Loading...
Anak Terjerat Judol, Negara Gagal Lindungi

Anak Terjerat Judol, Negara Gagal Lindungi

Oleh. Zidna FA
(Kontributor SSCQMedia.Com)

SSCQMedia.Com—Telah ditemukan transaksi judi online (judol) yang dilakukan oleh anak-anak. Data ini didapat dari hasil Pelaporan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK). Data yang dikumpulkan menunjukkan jumlah deposit yang dilakukan oleh pemain anak-anak berusia 10-16 tahun mencapai miliaran rupiah (cnbcindonesia.com, 8-5-2025). Bahkan per 8 Mei 2025 tercatat sekitar 196.054 anak usia 10-16 tahun terlibat aktif judol (beritasatu.com, 19-05-2025).

Fenomena maraknya judol yang menyasar anak-anak bukanlah suatu kebetulan atau sekedar dampak sampingan dari  perkembangan teknologi digital. Ini semua adalah akibat diterapkannya sistem Kapitalisme yang menjadikan keuntungan materi sebagai tujuan utama, tanpa memedulikan dampak sosial yang diakibatkannya.

Dalam sistem Kapitalisme, segala sesuatu yang menghasilkan uang akan dimaksimalkan untuk meraih laba sebesar-besarnya. Para pelaku industri judol merancang tampilan permainan dengan warna-warni, sangat interaktif dan mirip dengan gim yang disukai anak-anak. Hal ini dilakukan agar mereka jadi tertarik, kecanduan dan akhirnya menjadi konsumen tetap.

Celah-celah ini sengaja dibiarkan bahkan difasilitasi negara dengan regulasi yang lemah. Aparat pemerintah diam membisu dan seolah-olah tak tahu. Hal ini dikarenakan adanya aliran dana besar yang menguntungkan pihak-pihak tertentu. Inilah wajah asli Kapitalisme yang rakus, brutal dan tidak mempedulikan halal dan haram.

Sistem Kapitalisme tidak akan pernah bisa melindungi anak-anak. Sistem ini dibangun bukan untuk menjaga kemaslahatan, melainkan untuk mempertahankan arus kapital yang terus berputar, meski harus mengorbankan masa depan generasi penerus bangsa.

Pemerintah tampak tidak memiliki upaya yang serius dan sistematis untuk mencegah dan mengatur maraknya judol yang telah menyasar anak-anak dan remaja. Langkah-langkah yang diambil sejauh ini seperti pemutusan akses situs judol seringkali bersifat setengah hati dan terkesan tebang pilih. Banyak situs yang tetap aktif, bahkan setelah dinyatakan illegal, situs-situs tersebut akan muncul kembali dengan nama akun yang baru tanpa ada mekanisme pengawasan yang efektif dan berkelanjutan. 

Hal ini menunjukkan betapa lemahnya penegakan hukum dan pengawasan digital dibawah sistem Kapitalisme yang mengedepankan kepentingan ekonomi dibandingkan pembentukan kepribadian generasi. Kapitalisme secara nyata telah gagal memberikan solusi  hakiki  melenyapkan judol.

Saatnya umat berpaling kepada sistem alternatif yang mampu menyelesaikan masalah hingga ke akar yaitu Islam kafah. Dalam Islam, orang tua khususnya ibu memiliki peran sentral untuk melindungi anak-anak dari kerusakan moral ditengah derasnya arus negatif, termasuk judol. Islam telah menetapkan bahwa ibu adalah madrasah pertama bagi anak-anaknya, tempat mereka mengenal nilai-nilai kehidupan, iman dan akhlak.

Namun, peran ibu tersebut kerap terhambat oleh tekanan ekonomi dalam sistem Kapitalisme. Himpitan ekonomi tersebut, akhirnya memaksa para ibu untuk turut bekerja demi memenuhi kebutuhan hidupnya. Hal ini menyebabkan terbatasnya waktu untuk mendidik anak-anak mereka.

Islam tidak hanya membebankan tanggungjawab pendidikan kepada keluarga saja, tetapi juga menyediakan sistem pendidikan yang integral. Sistem pendidikan Islam akan membentuk syakhsiyah atau kepribadian anak agar sesuai syariat Allah. Menjadikan halal dan haram sebagai standar dalam berbuat.

Upaya membentengi anak dari judol tidak bisa dilakukan oleh individu-individu. Diperlukan negara yang menerapkan syariat Islam secara totalitas. Di dalamnya diterapkan sistem pendidikan Islam yang kuat yang akan melahirkan generasi yang cerdas dan bertakwa, siap menghadapi tantangan zaman dengan akidah yang kukuh.

Negara yang menerapkan Islam memiliki tanggungjawab penuh menjaga rakyat dari kerusakan fisik, moral, spiritual, termasuk kejahatan seperti judol. Negara akan bertindak tegas untuk menutup akses konten-konten yang rusak. Negara akan melindungi akidah dan menjaga moral masyarakat.

Sistem informasi dan teknologi, termasuk digitalisasi akan diarahkan untuk kemaslahatan umat. Bukan dibiarkan berkembang liar atas nama kebebasan individu. Pengawasan terhadap media internet dan segala bentuk informasi digital akan dilakukan secara ketat dengan standar halal dan haram.

Negara dalam sistem Islam juga akan mengembangkan teknologi secara mandiri dan produktif. Kemajuan digital dioptimalkan sebagai sarana dakwah, pendidikan dan pembangunan peradaban Islam. Sudah saatnya kita kembali kepada sistem Islam yang mampu melindungi anak dan generasi dari jerat kejahatan dan maksiat termasuk judol. [ry]

Baca juga:

0 Comments: