Wow, Minyak Atsiri Bogor Dilirik Asing!
Oleh. Resti Ummu Faeyza
(Kontributor SSCQMedia.Com)
SSCQMedia.Com—Dalam kunjungannya ke SEAMEO Biotrop Bogor pada 13 Mei 2025 lalu, Duta Besar Swedia untuk Indonesia menyatakan akan menjalin kerja sama dan kolaborasi, khususnya dalam meneliti dan mengembangkan produk minyak atsiri. Hal ini tentu saja disambut baik oleh Wali Kota Bogor, Dedie Rachim. Kerja sama ini bukan sekadar tentang pertukaran peneliti dan lain sebagainya, tetapi juga mengarah pada perkembangan ekonomi Kota Bogor.
“Jangan hanya berhenti di penelitian, namun menghasilkan satu pertumbuhan ekonomi yang positif untuk Kota Bogor khususnya,” ujar Dedie Rachim selaku Wali Kota Bogor (klikbogor.id, 13-5-2025).
Namun, ada hal yang menarik. Upaya kolaborasi yang akan dilakukan tentu saja tidak akan lepas dari kemanfaatan yang bisa didapatkan oleh negara asing. Kota Bogor semestinya bisa lebih selektif dan berhati-hati dalam melakukan kerja sama dengan pihak asing. Minyak atsiri sejatinya sangat bernilai tinggi. Pemanfaatannya dapat dikembangkan secara luas dan tentu saja dapat menjadi sumber perekonomian suatu daerah, khususnya di Kota Bogor.
Rencana kerja sama ini jangan sampai malah menimbulkan kerugian dari satu pihak. Para peneliti yang memiliki kapasitas sangat baik semestinya bisa membantu menopang perekonomian lewat berbagai inovasi di dalam daerahnya sendiri, sehingga sebuah kota tidak lagi memerlukan adanya kerja sama maupun kolaborasi dengan negara lain, khususnya negara asing, dalam hal ini yang berstatus sebagai negara kafir harbi.
Dalam sistem perekonomian kapitalisme, siapa pun bisa melakukan apa pun demi meraup keuntungan sebesar-besarnya, apalagi dengan sekat-sekat Nasionalisme di dalamnya. Ditambah dengan paham Nasionalisme, setiap negara akan bersikap tidak peduli dengan negara lainnya, hingga berani menjebak dan merugikan negara lain, bahkan yang memiliki satu keyakinan dan histori yang dekat, apalagi negara asing yang sama sekali tidak pernah ada kaitannya dengan negara kita. Syariat Islam justru memerintahkan kepada negeri-negeri muslim untuk mewaspadai kerja sama yang dilakukan dengan negara yang berstatus sebagai kafir harbi.
Kafir harbi adalah setiap orang kafir yang tidak masuk dalam perjanjian (dzimmah) dengan kaum muslim, baik ia seorang mu’ahid, musta’min, ataupun bukan mu’ahid dan bukan musta’min (An-Nabhani, 1994: 232).
Negara dalam sistem pemerintahan Islam sangat melarang adanya kerja sama dengan kafir harbi, khususnya saat mereka bisa memperdaya kekayaan kaum muslimin untuk memperkuat diri mereka sendiri.
Kondisi seperti inilah yang saat ini tergambar dari tawaran kerja sama yang hendak dilakukan oleh pemerintah Swedia terhadap kekayaan riset milik Indonesia, khususnya di Kota Bogor. Sebagai seorang muslim, seyogianya para pemimpin dan masyarakat segera dapat membuka mata agar penjajahan yang hari ini dimanipulasi dengan istilah-istilah halus tidak kembali menggenggam dan merugikan bangsa ini. [ry].
Baca juga:

0 Comments: