Headlines
Loading...
Potrem Buram Pendidikan dalam Sistem Kapitalisme

Potrem Buram Pendidikan dalam Sistem Kapitalisme

Oleh. Anis Fitriatul Jannah
(Pendidik, Aktivis Dakwah)


SSCQMedia.Com—Baru beberapa hari yang lalu bangsa ini merayakan Hardiknas (Hari Pendidikan Nasional) ke-66 tahun. Beberapa program baru disampaikan sebagai angin segar bagi tenaga pendidik negeri. Namun, faktanya ibarat "panggang jauh dari api". Bagaimana tidak, kita dapati fakta di daerah Jember bahwa akses yang ditempuh guru menuju sekolah tidaklah mudah. Beberapa guru perlu melewati jembatan gantung yang hanya tersisa talinya saja. Sungguh sangat miris (detik.com, 13-5-2025).

Di era modern hari ini, nyatanya akses jalan yang baik masih saja sulit didapatkan masyarakat. Bahkan dalam kasus ini, beberapa guru sangat kesulitan untuk bisa sampai di sekolah tujuan, kecuali dengan nyawa sebagai taruhan. Padahal, tujuan beliau untuk sesuatu yang mulia, yakni untuk mendidik generasi agar menjadi generasi yang cerdas dan berakhlak mulia.

Namun, kondisi semacam ini bukan kali pertama kita lihat. Akses menuju sekolah masih sering kita dapati tak layak dilewati oleh para pendidik. Namun, apa boleh buat, hanya jalan itulah satu-satunya akses menuju sekolah tujuan. Mirisnya, hal ini merupakan sesuatu yang wajar terjadi dalam sistem kehidupan Kapitalisme.

Dalam alam sistem Kapitalisme, segala sesuatu yang tidak dapat menghasilkan keuntungan, maka tidak akan terlalu diperhatikan, termasuk akses jalan. Karena dengan memperbaiki jalan, bukan malah mendapatkan keuntungan, justru akan menambah pengeluaran.  Dan hal ini jelas dinilai merugikan. Dalam sistem ini, pendidikan pun tidak dianggap sebagai kebutuhan vital, sehingga wajar saja bila pendidikan hari ini dikomersialisasi.

Komersialisasi pendidikan tampak pada mahalnya harga yang harus dibayar rakyat untuk mengenyam bangku pendidikan. Namun, masih saja pemerintah berdalih ada beasiswa. Padahal, rakyat dengan sadar, tahu betul bahwa beasiswa hanya diperuntukkan bagi siswa/mahasiswa yang pintar dan miskin. Jika miskin saja, maka tidak akan lolos dalam penyeleksian penerimaan beasiswa, karena di dalamnya juga memuat tes tulis serta wawancara yang memang butuh kecerdasan otak. Dalam artian, dalan sistem kehidupan hari ini, "yang miskin tidak berhak untuk sekolah".

Kondisi ini turut menjadi potret buramnya pendidikan kita hari ini. Selain akses pendidikan yang rusak, biaya pendidikan yang mahal, juga diperparah dengan berubah-ubahnya kurikulum yang diterapkan, visi misi pendidikan yang kian hari semakin buram, dan ugal-ugalannya gaji yang diterima oleh tenaga pendidik. Tenaga pendidik ibarat 'sapi perah'. Artinya, apa yang mereka korbankan sangat jauh tidak sebanding dengan apa yang mereka dapatkan.

Hal ini berbanding terbalik dengan periayahan sistem Islam terhadap pendidikan. Dalam Islam, ilmu memiliki kedudukan yang tinggi dan merupakan sebuah kewajiban bagi setiap muslim, baik laki-laki maupun perempuan dalam menuntutnya. Bahkan, di dalam Al-Qur'an Allah berfirman bahwa orang-orang yang berilmu akan dinaikkan derajatnya. Sehingga, akan dipastikan betul bahwa masyarakat akan menerima ilmu dengan mudah dan gratis oleh pemimpin dalam Islam (Khalifah).

Adanya kesungguhan periayahan (pengurusan) pemimpin terhadap pendidikan di dalam Islam akan membuat pendidikan berjalan dengan baik dan sempurna di setiap aspek. Sehingga, akan tercipta kualitas generasi-generasi yang unggul sebagaimana tujuan pendidikan dalam Islam, yakni terbentuknya kepribadian Islam (syakhsiyah Islamiyah) yang terdiri dari 2 komponen, yakni pola pikir dan pola sikap islami.

Kita dapati dalam sejarah Islam bahwa banyak ilmuwan-ilmuwan yang lahir dari rahim peradaban Islam, saat Islam diterapkan di setiap lini kehidupan. Di saat akidah Islam menjadi pondasi dari segala ilmu cabang yang akan dibangun di atasnya. Seperti al-Khawarizmi, Ibnu Kholdun, Ibnu Sina, dan masih banyak lagi lainnya, beliau adalah ilmuwan muslim yang tidak dapat dilupakan hingga hari ini. Beliaulah penemu cikal bakal ilmu yang kemudian dikembangkan di era modern hari ini. [ry].

Baca juga:

0 Comments: