Oleh. Dian Riana Sari
(Kontributor SSCQMedia.Com)
SSCQMedia.Com—Kasus suap telah menjadi fenomena yang lazim terjadi di negeri ini, merambah dari tingkat bawah hingga ke jajaran tertinggi. Ironisnya, praktik ini seolah telah menjadi tradisi di berbagai sektor. Salah satu kasus terbaru terjadi di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Muhammad Arif Nuryanta, menjadi tersangka karena dugaan menerima suap serta mengatur vonis onslag atas kasus korupsi ekspor crude palm oil (CPO). Sebuah barang bukti dalam perkara suap hakim terkait vonis bebas Grogerius Ronald Tannur di Pengadilan Negeri Surabaya, membuka perilakunya.
Harli menjelaskan bahwa pihaknya menemukan bukti keterlibatan advokat Marcella Santoso dalam menyuap hakim Arif. Bukti tersebut menunjukkan adanya janji suap senilai Rp60 miliar (Detiknews.com, 13-4- 2025).
Kasus ini semakin menegaskan buruknya sistem peradilan di Indonesia. Bagaimana keadilan dapat ditegakkan jika aparat penegak hukum sendiri dapat disuap? Alih-alih memberikan keadilan, yang terjadi justru keberpihakan demi keuntungan pribadi. Mafia peradilan semakin nyata, dengan hukum yang tajam ke bawah tetapi tumpul ke atas.
Kekacauan dalam sistem peradilan ini semakin memperlihatkan kompleksitas persoalan dalam demokrasi. Demokrasi terbukti gagal dalam menjamin keadilan bagi rakyat, karena praktik korupsi dan suap terus berulang di berbagai bidang.
Tindakan suap harus diberantas hingga ke akarnya agar tidak terus terjadi dan keadilan dapat ditegakkan secara nyata. Dalam sistem Islam, ketakwaan individu menjadi fondasi utama dalam membentuk karakter aparat hukum yang jujur dan amanah. Dengan demikian, mereka tidak mudah tergoda untuk melakukan praktik kotor dalam menjalankan tugasnya.
Abu Dawud meriwayatkan dari Abu Hurairah, Rasulullah bersabda: "Allah telah melaknat penyuap dan orang yang menerima suap dalam urusan pemerintahan."
Begitu pun hadis dari Imam At-Tirmidzi dan Imam Ahmad dengan redaksi yang hampir sama.
Hal ini menegaskan bahwa suap merupakan perbuatan yang diharamkan, baik dalam pemerintahan maupun dalam aktivitas lainnya. Oleh karena itu, setiap muslim wajib menjauhi praktik ini sesuai dengan perintah Allah.
Selain larangan agama, hukuman yang memberikan efek jera bagi pelaku suap juga diperlukan sebagai tindakan pencegahan agar masyarakat tidak meniru perbuatan tersebut. Hukuman harus berlandaskan aturan Islam, bukan sekadar kepentingan penguasa.
Pada akhirnya, hanya dengan penerapan sistem Islam yang menyeluruh, keadilan dapat terwujud dalam berbagai aspek kehidupan. Sistem peradilan yang bersih dari praktik suap akan memastikan keadilan bagi seluruh rakyat, tanpa diskriminasi. Wallahualam bissawab. [ry].
Baca juga:

0 Comments: