Penerapan Hukum Islam: Jalan Efektif Membasmi Judi Online
Oleh. Indri Wulan Pertiwi
(Aktivis Muslimah Semarang)
SSCQMedia.Com—Indonesia tengah menghadapi masalah serius terkait judi online. Berdasarkan informasi yang diungkapkan langsung oleh Kepala PPATK, Ivan Yustiavandana, yang secara rutin memantau transaksi keuangan dari bisnis judi di Indonesia, total uang yang dihabiskan untuk perjudian online di Indonesia telah mencapai Rp1.200 triliun pada tahun 2025. Angka yang menunjukkan adanya peningkatan signifikan dibandingkan tahun sebelumnya, di mana perputaran dana judi online mencapai Rp981 triliun pada tahun 2024 (news.detik.com, 24/04/2025).
Judi online, bagaikan wabah yang sulit diredam, semakin menyebar luas di tanah air ini. Lemahnya penegakan hukum oleh pemerintah semakin memperburuk keadaan. Arus uang yang besar dalam industri perjudian, serta campur tangan politik dan ekonomi dari entitas yang profitabel dari praktik perjudian ilegal, menimbulkan tekanan besar dan menghambat upaya memberantas kegiatan ilegal tersebut. Hal ini menyebabkan absennya penindakan yang tegas dan komprehensif, baik terhadap para penjudi maupun para bandar judi.
Dan kegagalan memberantas judi online telah menggerus kepercayaan masyarakat terhadap negara, akan adanya aparat maupun pejabat yang bermain dalam bisnis kotor tersebut. Dugaan ini bukan tanpa dasar. Sejarah mencatat adanya legalisasi judi oleh Gubernur DKI Ali Sadikin pada era 1970-an, menunjukkan bahwa dukungan terhadap judi bisa berasal dari pemerintahan, bukan hanya dari preman atau oknum tertentu. Selain itu, banyaknya anggota Dewan Perwakilan Rakyat yang terlibat judi online menjadi bukti nyata rusaknya sistem hukum yang bersandar pada demokrasi. Sistem yang memberikan kedaulatan kepada manusia untuk membuat hukum sendiri menjadikan judi online kian merajalela.
Hal ini juga tak lepas dari pengaruh ideologi kapitalisme sekularisme yang menjangkiti berbagai aspek kehidupan, termasuk sistem politik. Kapitalisme, dengan fokus utamanya pada keuntungan materi, dan sekularisme, yang memisahkan agama dari kehidupan sehari-hari, telah menghasilkan budaya konsumerisme dan hedonisme yang mendorong manusia untuk mengejar kesenangan instan dan mencari kekayaan dengan segala cara. Hingga melemahkan nilai-nilai moral dan etika, sehingga membuat individu rentan terjerumus dalam perilaku amoral seperti judi.
Di sisi lain, Islam secara tegas menolak perjudian dalam bentuk apa pun. Perjudian, dalam pandangan Islam, Al-Qur’an dan Hadis menjelaskan dengan tegas larangan terhadap perjudian dan memberikan peringatan keras terhadap konsekuensinya. Contohnya, dalam Al-Qur’an (QS. Al-Maidah [5]: 90), yang dengan tegas menyatakan bahwa perjudian adalah perbuatan keji yang termasuk perbuatan setan.
Bahkan Nabi Muhammad saw. mengecam perjudian salah satunya adalah hadis riwayat Bukhari yang menyatakan, ”Siapa yang melakukan judi, maka dia telah berbuat syirik kepada Allah." Hadis ini menunjukkan bahwa perjudian adalah dosa besar yang menyerupai dosa syirik.
Penolakan Islam terhadap perjudian memiliki banyak alasan mulai dari kerusakan moral hingga menimbulkan kejahatan. Sehingga Islam tidak hanya melarang perjudian, tetapi juga menawarkan solusi yang lebih holistik dan efektif dalam memerangi judi. Terlebih orientasi kehidupan dalam Islam adalah keridaan Allah Swt., sehingga dalam proses menjalani kehidupan ukuran syariat atau batas halal haram perbuatan harus menjadi pedoman.
Sistem pemerintahan Islam (Khilafah), dengan menerapkan hukum Islam, yang bersumber dari wahyu ilahi ini tidak dapat dilemahkan oleh kepentingan duniawi, mengatur sanksi bagi pelaku judi, baik pemain maupun bandar, melalui mekanisme takzir. Hukuman takzir di mana kadi (hakim syariat) memiliki kewenangan untuk menentukan jenis dan kadar hukuman takzir berdasarkan penilaiannya terhadap perbuatan terdakwa.
Syekh Abdurrahman Al Maliki dalam kitabnya Nizham Al-Uqubat merinci 14 jenis sanksi takzir yang meliputi berbagai bentuk hukuman dan penalti. Beberapa di antaranya termasuk hukuman mati, penyaliban, penjara, pengucilan, pemandangan, hukuman cambuk, denda finansial, pemusnahan barang bukti kejahatan, publikasi pelaku kejahatan, nasihat, celaan, dan lainnya. Dalam konteks judi, pemain dan bandar judi dapat dijatuhi hukuman seperti hukuman cambuk maksimal sepuluh kali cambukan atau penjara hingga dua tahun.
Pendekatan takzir dalam hukum Islam menunjukkan bahwa Islam tidak hanya menghukum pelaku kejahatan, tetapi juga memberikan peluang untuk memperbaiki diri. Sanksi takzir bukan semata-mata hukuman, tetapi juga sarana mendidik dan memulihkan pelaku agar tidak kembali melakukan kesalahan. Penerapan takzir secara adil dan bijaksana menjadi kunci dalam mewujudkan keadilan dan mencegah penyebaran perilaku judi di masyarakat.
Setelah kita telah menyaksikan bagaimana sistem demokrasi gagal dalam memberantas judi online, bahkan cenderung mendukung praktik tersebut. Sistem ini telah kehilangan legitimasinya dan tidak mampu menghadirkan solusi yang efektif untuk mengatasi permasalahan ini. Dan Islam, dengan hukum dan sistemnya yang holistik, menawarkan jalan keluar yang lebih adil dan efektif. Penerapan hukum Islam yang bersumber Al-Qur'an dan Sunah memiliki potensi untuk menciptakan masyarakat yang berakhlak mulia dan terbebas dari pengaruh negatif judi. Sehingga, hanya dengan menerapkan Islam secara kafah, kita dapat membangun masyarakat yang sejahtera dan bermartabat, bebas dari kejahatan seperti judi online.
Wallahualam. [Ni]
Baca juga:

0 Comments: