Mimpi menjadi Pintar dalam Sistem Kapitalisme Sekuler
Oleh. Endang Mulyaningsih
(Kontributor SSCQmedia.Com)
SSCQmedia.Com—Kondisi pendidikan di negeri kita saat ini sangatlah miris. Rata-rata penduduk Indonesia hanya bisa bersekolah setingkat SMP.
Hal ini seperti yang diungkapkan oleh Kepala Badan Pusat Statistika (BPS), Amalia Adininggar Widyasanti. Menurut data BPS tahun 2024, rata-rata lama sekolah penduduk Indonesia usia 15 tahun ke atas hanya mencapai 9,22 tahun. Ini artinya rata-rata tingkat pendidikan penduduk Indonesia hanya sampai pada SMP atau yang sederajat. Bahkan, ada daerah yang rata-rata penduduknya tidak lulus SD seperti Provinsi Papua Pegunungan (beritasatu.com, 2-5-2025).
Kenapa hal ini bisa terjadi, padahal program pendidikan sudah berlangsung sejak Indonesia merdeka?
Sebenarnya pemerintah selaku pihak yang bertanggung jawab terhadap keberlangsungan layanan pendidikan sudah menjalankan berbagai program pendidikan untuk rakyat. Pemerintah telah memberikan berbagai bantuan agar masyarakat bisa mengakses layanan pendidikan seperti adanya KIP, sekolah gratis dan bantuan yang lainya.
Namun permasalahannya, bantuan ini tidak diberikan pada semua warga negara. Hanya warga negara dengan kriteria tertentu saja yang bisa menikmatinya. Bila tidak masuk kategori yang ditetapkan sebagai penerima bantuan, maka rakyat tersebut tidak akan mendapat bantuan pendidikan.
Kondisi ini tentu saja menimbulkan ketidakadilan karena sejatinya pendidikan adalah hak setiap rakyat apa pun latar belakangnya. Bantuan seharusnya diberikan kepada siapa saja yang membutuhkan, tetapi aturan negara malah membatasinya. Rakyat yang tidak mendapatkan bantuan harus mengakses pendidikan dengan kekuatan sendiri yang mana tidak semua mampu melakukannya. Akses pendidikan menjadi terbatas pada kalangan tertentu saja.
Keterbatasan akses pendidikan juga terjadi akibat adanya ketimpangan infrastruktur di daerah 3T (Tertinggal, Terdepan, Terluar). Jarak yang jauh dari rumah, transportasi yang sulit, dan kondisi jalan yang tidak layak membuat anak-anak harus menempuh perjalanan berat menuju sekolah.
Belum lagi fasilitas dan sarana pendidikan juga tidak memadai. Banyak sekolah yang rusak di negeri ini. Bagaimana anak-anak dapat bersekolah bila sekolahnya saja mengalami kerusakan? Tak usah berbicara tentang fasilitas penunjang seperti komputer, laptop, internet, laboratorium, dan lain-lain, bangunan fisiknya saja jauh dari kata layak.
Masalah pendidikan makin rumit dengan adanya kurikulum yang berorientasi untuk memenuhi pasar tenaga kerja murah untuk industri. Sekolah menjadi tempat untuk menghasilkan pekerja bagi perusahaan-perusahaan. Pendidikan bukan untuk menjadikan masyarakat teredukasi sehingga dapat berkembang dengan baik, melainkan sebagai pencetak robot untuk menghasilkan uang.
Kondisi diperparah dengan adanya efisiensi yang dilakukan oleh pemerintah saat ini. Akibatnya, dana untuk menyelenggarakan pendidikan makin sedikit. Ini tentu berimbas pada kualitas pendidikan, baik dari fasilitas dan sarana maupun output yang dihasilkan. Maka, bisa dipastikan bahwa kebutuhan pendidikan akan makin sulit diakses oleh masyarakat.
Pendidikan Dikapitalisasi
Sistem Kapitalisme yang sudah mengurat dan mengakar di negeri inilah yang menjadi biang keladinya. Dalam sistem Kapitalisme ini, pendidikan dijadikan sebagai komoditas yang diperjualbelikan untuk mendapatkan untung besar.
Hal ini terlihat dari realitas bahwa untuk bisa memperoleh pendidikan yang berkualitas harus membayar dengan mahal. Ada harga, ada rupa. Kalau mau sekolah dengan fasilitas lengkap, maka harus mengeluarkan dana yang banyak. Ada juga kelas unggulan yang mana siswa harus merogoh kocek orang tuanya dalam-dalam untuk dapat memasukinya.
Begitu pula di perguruan tinggi yang biayanya makin mahal lagi. Adanya kebebasan menentukan UKT, menjadikan kampus-kampus seperti jor-joran (berlomba-lomba, pen.Jawa) menetapkan biayanya. Bagi siswa dari kalangan tak mampu, dunia kampus makin sulit dijangkau. Hanya mereka yang punya dana besar yang bisa mengenyam pendidikan hingga jenjang tertinggi.
Sebuah fakta bahwa kemiskinan menjadi kondisi yang mendominasi masyarakat kita. Ditambah banyaknya PHK dan sulitnya mencari pekerjaan saat ini makin menyulitkan masyarakat untuk mendapat akses layanan pendidikan. Jangankan perguruan tinggi, untuk menyelesaikan pendidikan dasar saja banyak yang kesulitan.
Pendidikan dalam Islam
Islam memandang bahwa pendidikan adalah kebutuhan mendasar tiap warga negara. Negaralah yang berkewajiban untuk menyelenggarakan pendidikan bagi semua warga negara, baik kaya ataupun miskin. Islam menempatkan pemimpin sebagai orang yang bertanggung jawab untuk mengurusi semua kebutuhan umat sebagaimana sabda Rasulullah saw: "Imam adalah penggembala dan dia bertanggungjawab terhadap urusan rakyatnya." (HR. Ahmad).
Negara Islam atau Khilafah menerapkan sistem pendidikan Islam. Pendidikan yang diberikan oleh Khilafah bukan untuk menghasilkan tenaga murah bagi industri, tetapi dalam rangka mencetak generasi yang berilmu, bertakwa, berkepribadian Islam, dan memiliki keterampilan yang tinggi.
Dengan profil pendidikan seperti ini akan bisa menghasilkan lulusan yang bisa menjadi generasi penopang peradaban Islam. Generasi ini mampu menghasilkan karya dan inovasi yang bermanfaat untuk kebaikan umat manusia.
Sebagai salah satu kebutuhan mendasar, pendidikan ditanggung sepenuhnya oleh negara. Ini artinya biaya pendidikan dalam sistem pendidikan Islam adalah gratis. Rakyat tidak perlu mengeluarkan uang sepeser pun.
Meskipun gratis, bukan berarti kualitas pendidikan menjadi alakadarnya. Negara tidak hanya menanggung seluruh biaya pendidikan, tetapi juga wajib menyediakan fasilitas, sarana, dan infrastruktur penunjang dengan kualitas terbaik. Hal ini termasuk tenaga pengajar yang kompeten di bidangnya juga disediakan negara dan digaji secara layak.
Semua itu mungkin terwujud karena telah negara memiliki sumber pendanaan yang besar dalam Baitulmal. Untuk pendanaan ini, Khilafah memperolehnya dari pos fa’i, kharaj, dan harta kepemilikan umum. Pengelolaan SDA memberikan hasil yang lebih dari cukup untuk menopang pendidikan berkualitas bagi seluruh rakyat.
Inilah keunggulan sistem Islam dalam menyelenggarakan pendidikan. Setiap orang akan mendapatkan haknya dalam pendidikan. Tidak akan ada yang namanya ketimpangan ataupun diskriminasi karena masalah ekonomi atau akses terbatas
Bahkan, Islam tidak hanya mengatur bidang pendidikan, tetapi juga di bidang kehidupan yang lainnya. Islam mengatur seluruh aspek kehidupan dapat secara rinci dan baik sehingga memberikan kemaslahatan bagi semuanya. Keadilan dan kesejahteraan pun akan dapat dinikmati oleh setiap jiwa yang bernaung dalam penerapan Islam secara kafah oleh negara.
Wallahu a’lam bisawab. [ry]
Baca juga:

0 Comments: