Mengenali Rasa Kemanusiaan di Tengah Penderitaan Palestina
Oleh. Ummi Fatih
(Kontributor SSCQMedia.Com)
SSCQMedia.Com—Informasi aksi genosida kejam Zionis Israel pada bangsa Palestina masih menjadi topik utama dalam liputan-liputan berita dunia setiap hari yang menyulut perasaan manusiawi dalam diri kita. Seperti peningkatan jumlah korban jiwa Palestina yang membuat penduduk di sana tersungkur kelaparan dan anak-anaknya pun berstatus yatim piatu tanpa orang tua, saat ini mungkin akan sering membuat kita menangis iba pada mereka.
Kemudian, ketika ditunjukkan lagi berita tentang kekejaman para Zionis yang disetujui oleh negara-negara sekutu adidaya pada kita, maka kita pun mungkin akan sering merasa marah, tidak rela dan ingin sekali menembak mati mereka semua, andaikan berjumpa. Di antaranya seperti dalam salah satu liputan berita Tempo.com pada 19 Mei 2025 lalu yang menunjukkan informasi bahwa pembukaan perizinan bantuan bagi penduduk Palestina oleh Zionis Israel yang melakukan blokade di jalur Gaza hanya diberikan bagi sembilan truk bantuan kemanusiaan.
Sayangnya, ketika liputan-liputan berita itu diganti dengan tayangan acara hiburan lain yang lebih banyak disajikan setiap jamnya pada kita, maka rasa kemanusiaan itu pun seringkali akan terlupa. Sehingga tangisan iba justru mengalir pada kisah-kisah drama fiksi yang tidak nyata. Selain itu, luapan semangat pengusiran para penjajah Zionis itu juga bisa berubah menjadi senyum dan tawa, saat acara komedi juga berulang kali kita saksikan setiap harinya. Bahkan keinginan untuk berangkat berjihad suci pun bisa jadi akan lenyap dengan suguhan acara kuliner yang membuat kita lebih penasaran dengan kenikmatan lidah, sehingga lebih bersemangat menabung untuk mengunjungi warung-warung makanan untuk mencicipi masakannya secara langsung sambil bersantai tenang.
Parahnya lagi, ketika sebagian besar liputan-liputan berita itu hanya menunjukkan informasi peningkatan kekejaman, banyak orang yang kini justru memilih untuk menekan mati tombol TV mereka. Alasannya, hanya karena untuk menghilangkan kejenuhan mereka yang merasa stres melihat info-info buruk yang masih belum terselesaikan di atas bumi Palestina. Kemudian mereka pun merasa cukup dengan hanya rajin memanjatkan doa-doa kemerdekaan pada Zat Yang Maha Kuasa tanpa melakukan usaha pembelaan yang nyata.
Lantas, mengapa demikian? Di mana nilai-nilai sosial kita yang sudah seharusnya kita tunaikan agar pertanggungjawaban kita kelak mendapat nilai pula dalam timbangan Tuhan?
Mengenali Rasa Kemanusiaan
Sesungguhnya rasa kemanusiaan hanyalah naluri perasaan dalam hati yang akan tumbuh dengan fakta-fakta informasi, sehingga jika fakta-fakta itu berisi kabar yang menyenangkan, maka naluri perasaan bahagia pun akan kita rasakan. Kemudian, sikap menggembirakan bisa jadi juga akan terbawa, seperti dengan tersenyum, tertawa, dan lain-lainnya.
Sementara, jika fakta-fakta naluri berisi kabar yang buruk, maka kesedihan dan luapan emosi pun bisa segera berkobar. Lalu, tetesan air mata pun bisa meluncur deras. Atau bisa juga kita bicara keras memberi kutukan-kutukan untuk melaknat musuh dan lawan.
Dengan demikian, naluri dalam perasaan memang tidaklah stabil. Ia hanya akan cenderung naik turun sesuai fakta yang kita dapatkan. Oleh karena itu, naluri bukanlah standar utama yang bisa dipakai untuk melakukan amal perbuatan. sebab naluri masih belum bersih terbelenggu nafsu. Meskipun, mungkin nilai perasaan dalam naluri itu tulus, sikap atau perbuatan yang dihasilkan masih belum tentu lurus.
Dibutuhkan kejernihan berpikir yang lebih baik untuk melakukan semua tindakan yang benar. Seperti, ketika seandainya kita berjumpa dengan seorang wisatawan Israel yang datang ke Indonesia, apakah kita harus segera menembak mati wisatawan tersebut sebagai suatu wujud kesedihan hati dan pembelaan bagi para warga Palestina? Padahal, belum tentu si wisatawan itu termasuk kumpulan Zionis kejam yang turut melakukan aksi genosida selama ini. Sehingga jika kita melakukannya, maka sesungguhnya hal itu hanyalah efek dari rasa dendam.
Adapun kejernihan pemikiran untuk melahirkan tindakan yang tepat, haruslah dibangun dengan konsep yang benar. Misalnya, ketika pemimpin negara Indonesia telah memahami bahwa peperangan antara Zionis Israel yang dibantu oleh negara adidaya dunia melawan negeri Palestina merupakan suatu bentuk penindasan bangsa besar pada bangsa kecil. Maka, sudah seharusnya tidak hanya liputan fakta yang diizinkan oleh pemerintah untuk diberikan pada masyarakatnya. Meskipun dalam berbagai liputan berita itu terdapat informasi yang membanggakan karena pemerintah telah berusaha menolong Palestina dengan jalinan hubungan politik bersama negara-negara lain di dunia. Sebagaimana dalam suatu ikatan hubungan politik antara Indonesia dan Turki yang menyatakan penguatan komitmen pembelaannya pada Palestina. (Kompas.com, 12/02/2025).
Namun, usaha yang diberitakan itu haruslah dipastikan dalam bentuk ajakan dan perintah konstitusional bagi masyarakat dengan memberikan bantuan seimbang berupa kekuatan militer yang siap diberangkatkan maju dalam medan peperangan. Dengan begitu, rasa kemanusiaan itu akan tumbuh subur dalam hati dengan tindakan yang benar dan berani.
Posisi Perasaan dalam Islam
Islam telah mengakui bahwa umat manusia diberi bekal akal dan perasaan oleh Allah Swt. dalam dirinya. Namun, di luar perasaan dan akal tersebut, Allah Swt telah menciptakan petunjuk kebenaran yang perlu mereka pahami dengan akal, bukan perasaan. Sehingga dengan petunjuk itulah, akalnya dapat berpikir cemerlang untuk melakukan tindakan yang tepat, hingga ia bisa meraih keuntungan abadi tanpa rugi.
Sebagaimana dalam surah Al Asr ayat 1-3 yang menjelaskan bahwa kerugian akan diterima oleh semua umat manusia, kecuali hanya bagi orang yang memiliki tiga karakter pribadi: iman, amal saleh, dan saling menasehati dengan kesabaran.
Bagi orang yang beriman, ia tidak hanya cukup bicara terhadap keberadaan Allah Swt, tetapi ia juga wajib untuk mempelajari semua petunjuk-Nya. Dan ketika akalnya terbuka dengan segala petunjuk, maka keyakinannya itu pun dapat digunakan untuk menjalankan semua perintah-Nya dengan beramal saleh secara sukarela.
Dalam berbagai amal saleh yang wajib dijalankan tidak hanya berupa amal ibadah spiritual semata, tetapi juga dalam bentuk perbuatan dakwah amar ma'ruf nahi munkar yang berupa pencegahan perbuatan jahat, termasuk penjajahan.
Seperti dalam sejarah Daulah Khilafah yang selalu menjalankan semua hukum syariat Islam sebagai landasan dasar negara, Sultan Al-Hajib-al Manshur dari dinasti Andalusia, segera bergerak tegas memberi pertolongan bagi masyarakat dengan pemikiran Islamnya.
Dalam kisah nyata sejarah hidupnya pun, ia telah berhasil mengirimkan pasukan jihad yang lengkap untuk menyelamatkan tiga orang wanita muslimah di daerah kerajaan Navarre. Pada kala itu, sultan pernah mengirimkan seorang utusan untuk pergi ke kerajaan Navarre yang sudah terikat hubungan perjanjian damai dengan negara Khilafah, sehingga kedua pihak dilarang untuk saling berbuat jahat.
Namun ternyata, ketika utusan sultan tersebut berkeliling di wilayah kerajaan Navarre, ia pun menemukan bahwa ada tiga orang muslimah yang ditawan dalam gereja. Kemudian, ia pun segera kembali melaporkan hal tersebut pada sultan. Seketika, sang sultan menjadi terkejut dan ia segera menggerakkan pasukan mujahidin Islam kesana hanya demi membebaskan tiga wanita muslimah.
Oleh karena itu, jika sejak dulu pemikiran Islam telah terbukti dapat digunakan untuk membuat seseorang berpikir cemerlang. Bahkan hingga si pemimpin pun dapat bertindak benar di jalur hukum-Nya. Maka, sudah sepantasnya kita kembali menggunakan akal kita dengan rajin mendalami pemikiran Islam yang benar, agar kita tidak salah berbuat dan masalah penjajahan di negeri saudara seiman kita pun dapat tamat. [My]
Baca juga:

0 Comments: