Khilafah Solusi Hakiki, Atasi Krisis Gizi Rakyat
Oleh. Nurfadilah Kustanti
(Kontributor SSCQMedia.Com)
SSCQMedia.Com—Program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang seharusnya menjadi solusi bagi masyarakat, justru menghadapi berbagai kendala serius. Mulai dari distribusi yang tidak merata, bahan pangan yang kurang berkualitas, hingga anggaran yang tidak transparan. Semua itu membuat tujuan awal program jauh dari harapan.
Keluhan bermunculan, mulai dari soal menu, hingga kualitas makanan yang diberikan kepada para siswa yang kurang memenuhi gizi harian mereka. Tak hanya itu, muncul pengakuan dari pihak mitra yang mengelola MBG, bahwa mereka tak kunjung dibayar oleh pemerintah.
Sementara itu, dugaan adanya korupsi dan penyalahgunaan dana dalam pelaksanaannya, juga menjadi salah satu penyebab program ini menuai permasalahan.
Dilansir dari CNN Indonesia (11/5/2025), jumlah korban keracunan yang diduga akibat mengkonsumsi MBG di kota Bogor bertambah jadi 210 orang berdasarkan perkembangan kasus hingga 9 Mei 2025. Tak hanya itu, menurut Bisnis.com (11/5/2025), Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyebut program makan bergizi gratis bakal mendapat proteksi asuransi. Ogi Prastomiyono, selaku Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian, Penjaminan dan Dana Pensiun (PPDP), dalam konferensi pers hasil Rapat Dewan Komisioner Bulanan (RDKB) OJK mengatakan, "Telah diidentifikasi beberapa resiko yang mungkin bisa didukung asuransi, yaitu resiko keracunan bagi para penerima MBG, anak sekolah, balita, ibu hamil dan menyusui."
Beberapa kasus tersebut terjadi akibat industri kapitalis yang lebih mengutamakan keuntungan daripada keselamatan dan kesehatan masyarakat, terutama pada anak-anak. Dalam hal ini sistem pangan dan gizi yang difasilitasi oleh Negara yakni BGN (Badan Gizi Nasional), pada akhirnya dijadikan sebagai industrialisasi dalam kendali korporasi yang bergerak di bidang pangan dan gizi. Dan yang diutamakan tentu saja keuntungan materi.
Negara seakan abai dalam menjamin kualitas gizi generasi karena pasar bebas membiarkan produk-produk berbahaya beredar luas tanpa kontrol yang tegas.
Program yang awalnya sangat baik ini, yang terutama ingin meningkatkan gizi anak-anak, menjadi bermasalah ketika berada di dalam sebuah kebijakan yang dibangun atas dasar yang salah. Dan dalam hal ini adalah sistem kapitalistik yang menjadi dasar atas lahirnya kebijakan tersebut. Ketika sistem yang dipakai itu jauh dari hukum-hukum syarak apalagi memisahkan agama dari kehidupan, maka yang menjadi tolok ukur adalah untung dan rugi. Tanpa memperhatikan kesejahteraan rakyat. Sistem kapitalisme-sekuler mengukur keselamatan rakyat dengan persentase, bukan dengan rasa takut kepada Allah Swt.
Kegagalan sistem ini diperkuat juga dengan minimnya lapangan kerja, membuat para kepala keluarga tidak bisa mencukupi kebutuhan keluarga sehingga banyak anak-anak mereka mengalami kekurangan gizi.
Di dalam Islam, fungsi dari negara adalah memastikan bahwa rakyat terpenuhi kebutuhan pokoknya dalam standar yang baik. Karenanya, pemenuhan gizi tersebut tidak bisa lepas dari ketahanan pangan. Maka dalam Islam terdapat juga politik pertanian, di mana negara yaitu Khilafah, mendukung secara maksimal industri-industri di bidang pertanian supaya berkembang, sehingga bisa mencukupi kebutuhan pangan di dalam negeri. Khilafah juga akan membangun infrastruktur serta irigasi, yang bisa dimanfaatkan dalam bidang pertanian.
Adanya lahan atau tanah yang terbengkalai, akan diambil oleh negara dan diberikan kepada warga negara yang mampu untuk mengolah dan hal itu akan diberikan modal oleh negara dalam pengolahan tanah tersebut. Khilafah juga memastikan adanya ketersediaan bahan-bahan pokok di pasar, sehingga tidak akan terjadi adanya penimbunan yang bisa menyebabkan harga bahan-bahan pokok tersebut mengalami kenaikan.
Khilafah juga meniscayakan publik agar bisa mengakses pangan yang mereka butuhkan memadai dari segi kuantitas dan kualitas. Bukan hanya kebutuhan pangan, seluruh kebutuhan umat bahkan akan terpenuhi dengan layak. Inilah jaminan hidup berkualitas dalam naungan Daulah Khilafah Islamiah.
Wallahualam bissawab [My]
Baca juga:

0 Comments: