Headlines
Loading...
Kecurangan UTBK, Cerminan Pendidikan Kapitalisme

Kecurangan UTBK, Cerminan Pendidikan Kapitalisme

Oleh. Umi Hafizha
(Kontributor SSCQMedia.Com)

SSCQMedia.Com-Belakang ini publik dihebohkan dengan adanya dugaan kecurangan dalam pelaksanaan Ujian Tulis Berbasis Komputer (UTBK) untuk Seleksi Nasional Berdasarkan Tes (SNBT) tahun 2025. Menanggapi hal ini, peserta Seleksi Nasional Penerimaan Siswa Baru (SNPMB) bersuara. Di dalam keterangan resminya, panitia SNPMB mengatakan, bahwa dugaan soal yang bocor di berbagai platform media sosial bukanlah bocoran soal, melainkan adanya kecurangan beberapa oknum peserta yang merekam soal di sesi pertama UTBK.

Lebih lanjut, panitia juga menyoroti adanya modus kecurangan baru oleh sejumlah peserta UTBK SNBT 2025, yakni memasang kamera yang tidak bisa terdeteksi metal detektor di behel gigi, kuku, ikat pinggang dan di kancing baju (Beritasatu.com, 25 April 2025).

Kecurangan yang terjadi dalam pelaksanaan UTBK, sering kali dipandang hanya sebagai masalah individu yang tidak jujur. Namun, sebenarnya akar permasalahannya, yaitu kapitalisme. Dalam sistem kapitalisme, nilai seseorang sering kali diukur dari pencapaian materi dan status sosial yang sebagian besar bergantung pada akses ke perguruan tinggi bergengsi. Terutama masuk universitas favorit demi menjamin masa depan ekonomi, membuat banyak orang membenarkan segala cara untuk mencapai tujuan termasuk berbuat kecurangan.

Dalam sistem kapitalisme, pendidikan bisa dijadikan sebagai komoditas yang bisa diperjualbelikan, sehingga tujuannya hanya untuk mendapatkan materi semata. Bimbingan belajar yang mahal, jaringan koneksi elite dan praktik curang berbayar, menjadi bukti nyata bagaimana kapitalisme mendorong ketimpangan akses dan hasil pendidikan.

Maka, kecurangan di UTBK bukan sekedar soal moral individu, melainkan cermin dari sistem yang menormalisasi persaingan tidak sehat, demi keuntungan status dalam tatanan kapitalistik. Di sisi lain, sistem pendidikan yang sekuler akan melahirkan individu yang tidak bertakwa, tidak memahami batasan halal-haram dan bersikap liberal serta hanya mengejar manfaat duniawi. Pendidikan yang seharusnya mencetak manusia yang berkarakter mulia, justru dijadikan tempat untuk menghasilkan tenaga kerja yang siap bersaing tanpa nilai moral.

Kecurangan dalam UTBK, merupakan cermin dari sistem kapitalisme dan sekuler, merusak dan membentuk generasi yang menghalalkan segala cara demi meraih keuntungan materi. Kapitalisme membentuk masyarakat yang menjadikan materi sebagai standar utama dalam menilai keberhasilan hidup dan segala sesuatu diukur berdasarkan seberapa besar manfaat duniawi.

Oleh karena itu, solusi atas maraknya kecurangan UTBK tidak bisa diserahkan kepada sistem kapitalisme yang justru menjadi munculnya akar masalah tersebut. Maka, satu-satunya solusi, yaitu sistem Islam yang merupakan rahmat bagi seluruh alam. Dalam Islam, penguasa sebagai pengurus rakyat mempunyai tanggung jawab penuh, untuk membina dan membentuk kepribadian mulia seluruh warga negaranya.

Dalam sistem Islam, pendidikan diselenggarakan bukan sekadar untuk mengejar nilai materi atau status, melainkan untuk menumbuhkan ketakwaan dan kecintaan kepada kebenaran dan kepatuhan terhadap hukum syariat. Negara pun wajib menyediakan pendidikan yang berkualitas, bahkan gratis tanpa adanya diskriminasi, serta menghilangkan berbagai akses yang melahirkan praktik kecurangan. Begitu juga kurikulum Islam, harus ditanamkan sejak dini untuk membentuk kesadaran tentang halal-haram serta menanamkan nilai-nilai kejujuran.

Selain dilakukan pembinaan, diberlakukan pula sistem sanksi yang adil dan tegas untuk menjaga integritas masyarakat. Dengan demikian, negara akan mampu mewujudkan sistem pendidikan dan sosial yang akan mencegah kecurangan bukan hanya dengan hukuman, tetapi dengan membentuk individu-individu berkarakter mulia. Negara juga membangun masyarakat di atas dasar akidah yang kokoh,  sepenuhnya bersumber dari wahyu Allah Swt., bukan dari akal manusia atau pertimbangan manfaat semata.

Maka dari itu, negara wajib membina keimanan seluruh rakyatnya melalui pendidikan berbasis tauhid, membiasakan amar makruf nahi mungkar di tengah masyarakat serta menerapkan hukum-hukum Islam secara kafah. Setiap individu juga dididik memiliki kesadaran, bahwa segala perbuatan akan diminta pertanggungjawaban di hadapan Allah Swt.

Dengan sistem Islam, kemaksiatan tidak lagi dinormalisasi, melainkan harus dicegah mulai dari pola pikir dan pola sikap, sehingga tercipta kehidupan penuh berkah dan mendapatkan rida Allah Swt.
Wallahualam bissawab. [US]

Baca juga:

0 Comments: