Headlines
Loading...
Di Balik Polemik Penurunan ONH

Di Balik Polemik Penurunan ONH


Oleh. Dhevi Firdausi, ST.
(Kontributor SSCQMedia.Com)

SSCQMedia.Com—Masyarakat serasa mendapatkan angin segar, dengan adanya berita bahwa besaran biaya ongkos naik haji (ONH) yang turun.

Hal tersebut sebagaimana dikutip dari laman Facebook Kementrian Agama RI, yang menyatakan bahwa pemerintah menurunkan besaran ONH. Rapat kerja Kemenag menyepakati besaran BPIH untuk setiap jemaah haji reguler rata-rata sebesar Rp89.410.258,79 dengan asumsi kurs 1 USD sebesar Rp16.000 dan 1 SAR sebesar Rp4.266,67. "Rerata BPIH tahun 1446 H/2025 M sebesar Rp89.410.258,79. Biaya ini turun dibanding rerata BPIH 2024 yang mencapai Rp93.410.286,00,” terang Menag Nasaruddin Umar di Jakarta, Senin (6/1/2024). Sementara itu, mengenai kuota haji, Indonesia pada 2025 mendapatkan 221.000 kuota. Jumlah ini terdiri atas 201.063 jemaah reguler murni, 1.572 petugas haji daerah, dan 685 adalah pembimbing KBIHU, serta 17.680 jemaah haji khusus.

Pemerintah ingin menurunkan besaran ONH dengan mencanangkan berbagai program. Program tersebut di antaranya adalah melakukan lobi kepada pemerintah Arab untuk membuat kampung Indonesia di Mekah dan Madinah, serta pemindahan pengurusan dana haji ke BPKH untuk meningkatkan efektifitas pengelolaan dana haji. Dengan menciptakan "kampung Indonesia" di tanah suci,  diharapkan dapat mengurangi biaya akomodasi dan transportasi bagi jemaah haji. 

Penurunan biaya haji diharapkan dapat membuka peluang lebih luas bagi masyarakat dari berbagai lapisan ekonomi untuk menunaikan ibadah haji. Meskipun biaya haji turun, pemerintah mengklaim bahwa kualitas layanan yang diberikan tetap dijaga, seperti fasilitas di penginapan, makanan, dan transportasi bagi jemaah.

BPKH (Badan Pengelola Keuangan Haji) bertugas mengelola keuangan haji, meliputi penerimaan, pengembangan, pengeluaran, dan pertanggungjawaban keuangan haji. Di BPKH pemerintah akan menerima ONH, kemudian mengembangkan kumpulan dana itu melalui investasi, orientasinya bisnis.

Dari sini kemudian muncul pertanyaan, dana haji yang seharusnya fokus untuk biaya ibadah jemaah haji, mengapa malah diputar agar dana tersebut dapat berkembang?

Pengembangan dana dilakukan dengan menginvestasikan uang yang terkumpul ke beberapa proyek perusahaan. Orientasi dari investasi tersebut, tentu bukan ibadah lagi, melainkan mencari keuntungan. Hal ini tidak ada bedanya dengan aktivitas bisnis.

Mahalnya ONH adalah akibat dari pengaturan ibadah haji yang tidak profesional, pengaturan secara teknis dan administrasi yang lama. Misalnya, untuk bisa berangkat haji, calon jamaah harus memiliki paspor dan visa terlebih dahulu. Pengurusan ini membutuhkan waktu, serta biaya tersendiri. Sebelumnya, sudah banyak pihak terkait yang bekerjasama untuk mengurus ibadah haji, seperti Kemenag dan KBIH. Seandainya para pejabat di dalam kedua instansi tersebut bekerja secara profesional, maka para calon jemaah tidak perlu menunggu selama itu, serta tidak perlu membayar semahal itu.

Pemindahan pengurusan dana haji yang sebelumnya dikelola oleh kemenag, kemudian berpindah tangan ke BPKH juga menjadi bukti nyata kapitalisasi ibadah oleh negara pada rakyatnya. Kapitalisme mengubah fungsi negara yang seharusnya mengurus kebutuhan rakyat menjadi berbisnis dengan rakyat.

Dengan semakin turunnya biaya ONH, dapat dipastikan semakin banyak rakyat yang daftar untuk menjadi calon jamaah haji, semakin banyak pula dana haji yang terkumpul di BPKH. BPKH kemudian menginvestasikan dana haji tersebut agar berkembang, dan pemerintah bisa mendapatkan keuntungan. Ini merupakan bentuk penyimpangan pengelolaan, rakyat yang dirugikan.

Lantas, bagaimana kita menyikapi kondisi ini? Apakah kita hanya bisa berdiam diri?

Alhamdulillah, kita sebagai umat Islam memiliki pedoman kehidupan yang lengkap, berupa Al-Qur'an dan Sunnah Rasul. Syariat Islam mengatur tentang ibadah ritual, hingga hubungan sosial masyarakat. Rasulullah saw. telah memberikan contoh, terdapat sistem politik Islam, sistem ekonomi Islam, sistem pendidikan Islam, dll. Ketika kita berpegang teguh pada Al-Qur'an dan Sunnah Rasul, insyaallah kita akan selamat dunia dan akhirat.

Dalam Islam, penguasa adalah sebagai raa'in (pengurus rakyat), sehingga akan memudahkan urusan rakyat, terlebih dalam penunaian ibadah. Negara akan mengatur penyelenggaraan ibadah haji dengan serius. Prinsip pelayanan terhadap rakyat adalah sederhana dalam sistemnya, eksekusinya cepat, dan ditangani oleh orang yang profesional.  Besaran ONH tergantung pada jarak wilayahnya dengan tanah suci. Biaya akomodasi yang dibutuhkan pun sejatinya adalah hal yang dipandang sebagai tugas kewajiban negara dalam melayani urusan jemaah haji dan umrah. Bukan semata-mata pada keuntungan bisnis semata. Khilafah pun tidak diperkenankan mempergunakan dana haji untuk berinvestasi atau dialokasikan pembangunan infrastruktur.

Dalam sejarah Islam dijelaskan bahwa terdapat pengaturan ibadah haji pada masa Khilafah. Di antaranya, penetapan ONH akan sesuai dengan biaya yang dibutuhkan oleh para jemaah berdasarkan jarak wilayahnya dan akomodasinya. Khalifah berhak untuk mengatur kuota haji dan umrah, calon jemaah yang belum pernah berhaji akan mendapat prioritas, sehingga kebijakan ini akan mengurangi masa tunggu keberangkatan haji. Tidak perlu ada visa haji dan umrah karena kaum muslim berada dalam satu kesatuan wilayah.

Alhasil, supaya rakyat bisa melaksanakan ibadah haji dengan mudah dan murah, dibutuhkan tegaknya Islam dalam naungan daulah Khilafah Islamiah. [My]

Baca juga:

0 Comments: