Oleh. Putri Uranus
(Kontributor SSCQMedia.Com)
SSCQMedia.Com—Ketika kaum muslim di belahan dunia lain sedang bersuka cita merayakan Idulfitri, menyantap hidangan tanpa ada rasa khawatir bersama sanak famili, di saat itulah masyarakat Palestina dihujani roket oleh zionis laknatullah.
Bisa ditegaskan kondisi yang terjadi di Palestina bukan sekadar perang namun genosida, kesepakatan kedua belah pihak untuk gencatan senjata hanyalah akal-akalan zionis dan Amerika saja. Sudah dikabarkan di dalam Al-Qur’an bahwa Isr4el adalah kaum yang suka mengingkari perjanjian, terbukti pada tanggal 18 Maret 2025 mereka melanggar kesepakatan tersebut. Total korban terhitung sejak 7 Oktober 2023 hingga saat ini telah menewaskan 50.846 orang (kompas.com, 10/4/2025).
Zionis selalu berdalih serangan itu ditujukan untuk Hamas, padahal semua dunia tahu serangan itu ditujukan untuk rakyat sipil termasuk anak-anak. Ke mana lembaga internasional? Apakah tidak mendengar dan memedulikan jeritan anak-anak Palestina? UNICEF sebagai lembaga di bawah naungan PBB, yang seharusnya menjadi garda terdepan dalam memperjuangkan dan melindungi hak-hak anak, malah menjadi mandul. Apakah nyawa anak-anak Palestina tidak berharga sehingga tidak pantas untuk dilindungi?
Solusi yang terus diopinikan oleh lembaga internasional tidak pernah jauh dari keinginan pembentukan dua negara. Dan itu bukanlah solusi yang pantas dan solutif diberikan untuk Palestina karena tanah Palestina merupakan tanah milik kaum muslimin yang dibebaskan oleh darah para syuhada.
Pembelaan Rakyat Versus Penguasa
Rakyat sipil di seluruh belahan dunia ramai membela Palestina, baik muslim maupun nonmuslim, mereka rela menyuarakan hak-hak rakyat Palestina. Namun sayang keinginan rakyat sipil tidak sejalan dengan keinginan para pemimpinnya. Pemimpin negeri-negeri dunia berada di bawah kendali kepentingan yang selama ini pro terhadap zionis, bahkan uang pajak rakyatnya mereka pakai untuk mendanai tindak kebiadaban.
Sedangkan negara tetangga Palestina seperti negeri-negeri Arab tidak melakukan apa pun padahal mereka sangat bisa mengirimkan militernya, roket, dan sebagainya untuk menolong saudaranya. Namun amat disayangkan persatuan kaum muslimin telah tercerai-berai semenjak negara Khilafah sebagai pemersatu runtuh di tahun 1924 silam. Kondisi kaum muslim bagaikan anak ayam yang kehilangan induknya.
Palestina Butuh Solusi Konkret
Sejarah mencatat bahwa Khilafah merupakan mercusuar dunia selama 13 abad, militernya begitu ditakuti, wilayah kekuasaannya membentang seluas sepertiga dunia. Namun lambat laun Khilafah mulai mundur disebabkan faktor internal dan eksternal. Meskipun demikian Khilafah Utsmani mempertahankan Palestina hingga titik terakhirnya.
Zionis menghadap Khalifah hingga tiga kali mulai dari tahun 1896,1897, dan 1900 untuk meminta Yahudi tinggal di bumi Palestina, namun dengan tegas Khalifah Abdul Hamid II menolak mentah-mentah permintaan itu. Bahkan Theodor Herzl mengiming-ngimingi uang sebesar 150 juta Poundsterling khusus untuk Khalifah; membayar semua utang Khilafah Usmaniyah yang mencapai 33 juta Poundsterling; membangun kapal induk untuk pemerintah dengan biaya 120 juta Frank; memberi pinjaman 5 juta Poundsterling tanpa bunga; dan membangun Universitas Usmaniyah di Palestina. Iming-iming itu tetap ditolak dengan sangat tegas, tanpa gentar meski saat itu kondisi Khilafah sedang memiliki banyak utang diakibatkan keterlibatannya dalam perang dunia. Hal itu tidak membuat Khalifah Abdul Hamid mengubah pikirannya.
Betapa kita rindu dengan ketegasan Khalifah Abdul Hamid II, dan betapa kita rindu dengan semangat jihad Salahuddin Al-Ayyubi untuk membebaskan tanah Palestina. Maka inilah solusi konkret Palestina, mengembalikan muruah dengan jihad dan persatuan umat. [Ni]
Baca juga:

0 Comments: