Headlines
Loading...
Masih Pedulikah Kita dengan Kondisi Palestina?

Masih Pedulikah Kita dengan Kondisi Palestina?


Oleh. Rina Herlina 
(Kontributor SSCQMedia.Com)

SSCQMedia.Com—Setiap manusia pasti pernah mengalami fase terberat dalam hidupnya. Apapun masalahnya, pada fase itu terkadang kita merasa menjadi manusia paling menyedihkan. Bahkan, terkadang kita bisa sampai lupa dengan segala nikmat Allah. Merasa hidup kita sedang hancur, sehancur-hancurnya. Merasa Allah sedang menghinakan kita, nauzubillah.

Lalu, bagaimana dengan saudara kita di Palestina?

Padahal, mereka setiap saat hidup dalam bayang-bayang kematian. Hidup bertemankan dentuman rudal, deru mesiu, tank-tank baja yang hilir mudik mengawasi pergerakan mereka. Hidup tanpa makanan dan minuman yang memadai. Siang bertemankan panas matahari, sementara malam harus menggigil kedinginan karena tidak ada selimut yang layak. 

Setiap saat harus kehilangan sanak saudara, bahkan seorang ibu harus kehilangan anak tersayangnya, seorang suami harus kehilangan belahan jiwanya, seorang bayi harus kehilangan belaian kasih sayang dari sang bunda. Ah, betapa menyedihkannya hidup mereka di sana, adakah yang masih peduli?

Lantas, kita yang baru diuji dengan kesulitan hidup yang belum ada apa-apanya dibanding ujian mereka, sudah merasa paling menderita di dunia. Betapa kerdilnya keimanan kita. Betapa tidak bersyukurnya kita dengan segala nikmat yang masih ada, sementara mereka di sana, segalanya serba sulit. Jangankan untuk menikmati hidup, untuk bisa tidur dan beristirahat sejenak saja mereka tidak bisa. Pantaskah kita masih mengeluh?

Seharusnya kita bercermin pada keimanan saudara di Palestina. Meski hidup dengan segala keterbatasan bahkan terkadang nyawa pun menjadi taruhan, akidah mereka tetap kukuh. Iman mereka mengkristal di dalam dada. Mereka yakin jika Allah Maha Baik, Allah Maha Adil, Allah Maha Pengasih dan Penyayang. Mereka tidak membenci ketetapan Allah untuk mereka. Mereka hanya kecewa dengan kita yang mengaku umat Islam.

Mereka kecewa karena sebagai saudara seakidah, kita justru tidak mengirimkan bantuan militer untuk membantu perjuangan mereka. Mereka kecewa karena sebagai saudaranya, justru penguasa negeri muslim bersahabat dekat dengan para Zionis dan sekutunya. Bahkan, sebagai saudaranya kita masih dengan suka rela membeli produk-produk zionis yang notabene uang dari hasil penjualan produk mereka untuk membiayai operasional zionis.

Bukankah wajar jika mereka kecewa kepada kita yang notabene saudara mereka. Seperti halnya kita yang akan kecewa terhadap adik atau kakak kita jika mereka tidak membantu kesulitan kita. Demikian juga dengan mereka, wajar mereka kecewa. Mereka sangat berharap, sebagai saudara, kita akan membantu apapun yang dibutuhkan mereka. Bahkan sekalipun harus mengorbankan nyawa tentu seorang saudara akan rela mengorbankannya.

Tapi, lihatlah kita hari ini. Bahkan sekadar boikot saja mungkin sudah tidak kita lakukan. Mendoakan pun juga sepertinya sudah lama tidak kita lakukan. Lantas, apakah masih layak jika kita disebut saudara? Jangankan boikot produk Zionis, mendoakan kebaikan saudara kita saja kita sudah lupa. Astaghfirullah, betapa hinanya kita. Sungguh, kita tidak layak dijadikan saudara jika perilaku kita tidak mencerminkan layaknya saudara.

Maafkan kami, wahai saudaraku. Maafkan kami karena belum melakukan hal yang maksimal sebagai seorang saudara. Jangan hinakan kami kelak di hadapan Rasulullah saw. Kami ingin menatap wajahnya dan menemuinya di Telaga Kautsar. 

Ya Rasulullah, maafkan kami atas ketidakmampuan kami membantu saudara di Palestina. Maafkan kami karena begitu sulit terlepas dari sekat nasionalisme ini. Kami mencintai saudara kami. Kami mencintai bumi Palestina. Kami mencintai masjid Al-Aqsa. Kami ingin bersama mereka, menemani perjuangannya. Apalah daya, sebagai rakyat kecil sangat minim upaya yang bisa kami lakukan. Tapi, yakinlah ya Rasulullah, kami mencintai mereka dan mendoakan yang terbaik untuk kondisi mereka. Kami ingin Palestina merdeka, damai, dan lepas dari cengkeraman kafir penjajah selamanya. Aamiin ya rabbal 'aalamiin.

Payakumbuh, 23 April 2025. [An]

Baca juga:

0 Comments: