Headlines
Loading...
Kita Sudah Melakukan Apa untuk Palestina?

Kita Sudah Melakukan Apa untuk Palestina?

Oleh. Dira Fikri
(Kontributor SSCQMedia.Com)

SSCQMedia.Com—Lebih dari 39.000 anak di jalur Gaza telah kehilangan salah satu atau kedua orang tuanya akibat serangan Israel yang terus-menerus sejak 7 Oktober 2023. Seperti sudah bisa terbaca, Israel kembali melakukan gencatan senjata sejak 19 Januari 2025 lalu. UNICEF melaporkan bahwa paling tidak 322 anak tewas sejak serangan 18 Maret 2025, dan diperkirakan sebanyak 100 anak tewas tiap harinya. Anak-anak terus menerus menjadi target sistematis dalam perang ini.

Selain itu, lebih dari 142.000 warga Palestina telah mengungsi antara tanggal 18 Maret hingga 23 Maret 2025. Ini adalah kelanjutan dari bencana kemanusiaan di Gaza. Israel telah membunuh lebih dari 50.600 warga Palestina di Gaza sejak Oktober 2023, dan sebagian besar dari mereka adalah wanita dan anak-anak. (erakini.id, 23/3/2025).

AS dan sekutunya telah jelas memihak Israel. Mereka memilih untuk menutup mata atas keputusan Pengadilan Kriminal Internasional yang mengeluarkan surat perintah penangkapan PM Israel Netanyahu dan mantan Menhannya, Yoav Gallant. Keduanya telah melakukan kejahatan perang dan kemanusiaan terhadap Gaza. Dukungan AS terus menerus dilakukan, bahkan setelah Israel mengkhianati gencatan senjata dan memulai serangan kembali di Gaza.

Penguasa di negeri-negeri muslim hanya melakukan dukungan secukupnya dengan kecaman yang tak berarti. Bom-bom yang terus jatuh di Gaza tetap tak membuat mereka bergerak. Tak ada satu pun tentara mereka yang datang untuk menolong saudaranya di sana.

Sungguh, inilah potret persaudaraan kaum muslimin hari ini. Hal ini sekaligus menggambarkan hadis Rasulullah saw. yang diriwayatkan Tsauban RA berikut:
"Hampir saja bangsa-bangsa memangsa kalian sebagaimana orang-orang lapar menghadapi meja penuh hidangan." Seseorang lalu bertanya pada Rasulullah saw., "Apa kami saat itu sedikit?" Rasulullah saw. menjawab, "Bahkan kalian saat itu banyak, akan tetapi kalian seperti buih di laut. Allah sungguh akan mencabut rasa takut dari dada musuh kalian, dan Allah sungguh akan mencampakkan penyakit wahn ke dalam hatimu." Seseorang bertanya, "Ya Rasulullah, apa itu wahn?" Beliau menjawab, "Cinta dunia dan takut mati." (HR. Abu Dawud).

Seruan boikot dan aksi turun jalan mengecam Israel juga belum bisa menghentikan perang ini. Gerakan BDS (Boikot, Divestasi dan Sanksi) terhadap produk Zionis dilaporkan oleh Al Jazeera pada tahun 2018 berpotensi menghasilkan kerugian hingga US$11,5 miliar atau sekitar Rp183,37 triliun (asumsi kurs Rp15.945/US$) per tahun bagi Israel. Meski tercatat ekonomi Israel mengalami kontraksi hampir 20 persen kuartal terakhir 2023. Namun, angka tersebut tidak sepenuhnya  diakibatkan karena seruan boikot produk.

Brookings Institution sebagai Organisasi non-profit berbasis di Washington, Amerika Serikat (AS) menyatakan bahwa pengaruh gelombang gerakan BDS ini tidak cukup berarti bagi ekonomi Israel. Pasalnya, barang ekspor Israel 40 persennya adalah barang “intermediet” atau produk tersembunyi yang digunakan dalam proses produksi barang di tempat lain, seperti semikonduktor. Dan 50 persen dari ekspornya adalah barang "diferensiasi" atau barang yang tidak dapat digantikan, seperti chip komputer khusus.

Donasi sebanyak apa pun juga tidak banyak mengubah kondisi di saat pintu perbatasan dijaga ketat oleh zionis. Mesir yang berbatasan langsung dengan Raffah juga tidak kunjung membuat pilihan terbaik untuk Gaza. Kondisi bantuan kemanusiaan dari negeri-negeri muslim jelas bukan solusi, meski hal tersebut membantu Gaza.

Fatwa ulama internasional yang diwakili oleh International Union of Muslim Scholars (IUMS) di Doha, Qatar sudah menyeru jihad melawan zionis. Dalam fatwa tersebut berisi desakan untuk membentuk aliansi militer dan upaya intervensi ekonomi untuk Israel. Namun, sudah seberapa efektifkah fatwa ini untuk “memaksa” penguasa negeri-negeri muslim yang masih terpenjara dengan sistem negara bangsa agar mau mengerahkan militernya di Gaza?

Nation State adalah penghalang utama saat ini bagi tentara kaum muslimin untuk menolong saudaranya di Gaza. Padahal tidaklah Gaza dan Al Aqhsa bisa diselamatkan kecuali dengan bahasa perang. Itulah bahasa yang hanya dipahami oleh zionis Israel.

Maka, seruan pasukan untuk menolong Gaza hanya bisa dilakukan oleh seorang khalifah, pemimpin kaum muslimin dalam sistem Khilafah. Sistem Khilafah berbeda dengan sistem nation state. Khilafah akan menjadi kepemimpinan Islam yang akan menyatukan negeri-negeri kaum muslimin di bawah satu panji kepemimpinan. Untuk itu, seruan jihad fii sabilillah untuk Gaza harus beriringan dengan denga seruan untuk penegakan sistem Khilafah.
Wallahu’alam. [My]

Baca juga:

0 Comments: