Oleh. Rut Sri Wahyuningsih
(Kontributor SSCQMedia.Com, Institut Literasi dan Peradaban)
SSCQMedia.Com—Dalam rangka mendukung misi hilirisasi yang telah dicanangkan Presiden Prabowo dalam Asta Cita Kabinet Merah Putih, ternyata tak cukup hanya efisiensi APBN yang awalnya untuk pendanaan MBG kemudian sebagian besarnya justru untuk Danantara. Pemerintah, kini, telah meresmikan Layanan Bank Emas (Bullion Services) Pegadaian dan Bank Syariah Indonesia (BSI) di The Gade Tower, Jalan Kramat Raya Nomor 162, Jakarta Pusat, Senin, 26 Januari 2025 (republika.co.id, 26-2-2025).
Menteri BUMN Erick Thohir mengatakan peresmian bank emas ini merupakan pencapaian luar biasa dan bersejarah bagi Indonesia setelah 80 tahun merdeka. Sebab, potensi sumber daya alam Indonesia, termasuk emas sangat besar mencapai 2.600 ton. Inisiatif ini sejalan dengan upaya pemerintah dalam meningkatkan akses masyarakat terhadap investasi emas dan optimalisasi aset emas nasional.
Bank Emas ini juga akan menjadi solusi bagi masyarakat yang selama ini menyimpan emas secara pribadi dan belum masuk ke dalam sistem keuangan formal, jumlahnya diperkirakan sekitar 1.800 ton yang beredar di masyarakat dalam berbagai bentuk. Arahan Prabowo adalah bersegera memperbaiki ekosistem pelayanan yang akan semakin mempercepat tabungan emas dan meningkatkan cadangan-cadangan emas Indonesia.
Simpan Emas Rakyat dalam Sistem Kapitalisme?
Pada akhir Desember 2024, Pegadaian yang tergabung dalam Holding BRI resmi mengantongi izin untuk menjalankan kegiatan usaha bullion dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Dengan izin tersebut, Pegadaian dapat menyediakan layanan Deposito Emas, Pinjaman Modal Kerja Emas, Jasa Titipan Emas Korporasi, hingga Perdagangan Emas.
Infrastruktur Pegadaian yang telah mapan, termasuk ruang penyimpanan emas berstandar internasional terbesar di Indonesia, menjadikannya lembaga yang kompeten dalam pengelolaan bullion. Artinya, pegadaian siap menjadi salah satu lembaga utama dalam penyaluran dan pengelolaan investasi emas di Tanah Air.
Selain pegadaian, bullion bank juga bisa dibentuk dan dioptimalkan untuk tujuan yang sama, yaitu mengoptimalkan cadangan emas masyarakat yang selama ini disimpan secara pribadi. Hal ini disampaikan oleh Direktur Utama Bank Rakyat Indonesia (BRI) Sunarso yang mengatakan dengan masuk ke dalam sistem perbankan, emas tersebut bisa dimonetisasi dan menjadi bagian dari likuiditas pembangunan.
Menurut Sunarso, bullion bank akan menjadi sumber pertumbuhan ekonomi yang besar, terlihat dari masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) yang datang dan pergi setiap hari untuk mengajukan pembiayaan di Pegadaian dengan menjaminkan emas mereka. Dan BRI merupakan induk holding ultramikro yang beranggotakan Pegadaian dan PNM.
Nyatanya, Indonesia masih mengekspor emas senilai 5,4 miliar dolar AS dan mengimpor emas senilai 2,6 miliar dolar AS. Harapannya, dengan adanya bullion bank, emas yang diproduksi di dalam negeri dapat memiliki nilai tambah sebelum diekspor, sehingga dapat meningkatkan ekonomi nasional, yang tadinya emas hanya diekspor dalam bentuk bahan mentah, kini bisa diproses lebih lanjut menjadi produk turunan, seperti perhiasan dan investasi emas, sehingga tidak perlu banyak impor.
Nilai positif yang lain dari bullion bank ini menurut Sunarso, akan menciptakan 1,8 juta lapangan kerja baru dan berkontribusi sekitar Rp245 triliun terhadap Produk Domestik Bruto (PDB). Sedangkan Direktur Utama Pegadaian, Damar Latri Setiawan, menjelaskan mekanisme kerja bullion bank dalam menghimpun dan menyalurkan emas adalah dalam bentuk simpanan deposito dengan jangka waktu 3 bulan, 6 bulan, atau 12 bulan. Setelah emas terhimpun, emas ini bisa digunakan oleh pihak lain yang membutuhkan, seperti produsen perhiasan dan industri emas.
Apa yang tampak nyata dari proyek pemerintah di atas? Ya, kapitalisasi emas! Emas dijadikan komoditas, sehingga mengundang tindakan spekulasi. Emas rakyat yang dihimpun, dianggap menjadi kepemilikan negara untuk dihimpun dan dikembangkan sesuai prinsip-prinsip mualamalah kapitalisme. Yaitu berbasis riba dan tak jelas badan kepemilikannya. Ini sangat berbahaya, kelak hasilnya bukan meningkatkan perekonomian namun sebaliknya akan membuat bom waktu yang berakibat inflasi hebat dan nilai mata uang menurun.
Omong kosong pula akan membuka lapangan pekerjaan baru, janji ini sudah berulang kali didengungkan, namun faktanya tak ada satu pun investasi yang benar-benar menyerap tenaga kerja, baik dari sisi pekerja rendahan maupun tenaga ahlinya. Semua sesuai kehendak pemilik modal. Yang jelas pasti banyak orang titipan, yang siap menjadi wasilah KKN.
Inilah bukti rakus dan tamaknya sistem kapitalisme ketika dijadikan aturan dalam ekonomi. Yang ada hanyalah untung dan rugi. Tidak cukup dengan mempersilahkan para investor mengeruk kekayaan alam Indonesia dengan berbagai perjanjian atau MoU, membentuk Danantara, menetapkan tarif pajak untuk isi APBN, bangun infrastruktur dengan zakat, utang luar negeri terus ditambah, nyatanya masih pula mengincar emas rakyat. Padahal rakyat menyimpan emas sebagai akibat tidak adanya jaminan negara akan masa depan mereka. Emas adalah benda berharga yang paling mudah diperjualbelikan. Artinya bukan barang diam atau harta pasif.
Jelas bukan pula berniat menyejahterakan rakyat, sebab negara ngawur dalam upayanya menjadi kaya. Emas dan perak adalah logam mulia yang sejak zaman sebelum Islam datang telah menjadi primadona manusia untuk mengoleksinya. Baik sebagai perhiasan maupun alat tukar. Dan ternyata sejarah membuktikan, ketika emas dan perak digunakan sebagai alat tukar atau sistem keuangan sebuah negara bahkan dunia, telah mampu menciptakan taraf kehidupan yang berada pada puncak terbaiknya.
Sebaliknya, perekonomian dunia hancur, perdagangan bebas hilang berganti dengan monopoli, dan marak praktik spekulasi, kondisi itu terjadi setelah negara-negara besar seperti Amerika, Inggris dan Perancis menghilangkan sistem mata uang emas dan menggantinya dengan uang kertas biasa, tanpa jaminan emas sama sekali. Ke mana emasnya? Dijadikan komoditas, dieksplorasi membabi buta untuk disimpan dalam bank-bank negara maju di atas.
Parahnya, ketika emas hanya menjadi komoditas, pasti memunculkan praktik menimbun, korupsi dan menetapkan harga secara berlebihan terhadap harga suatu barang, disebabkan mata uang yang ada daya belinya melemah. Komposisi APBN akan semakin defisit, sebab investasi belum tentu sukses. Pendapatan pajak bisa jadi menurun sebab melemahnya kemampuan rakyat membeli barang sebagai akibat rakyat tak memiliki pendapatan apalagi simpanan.
Islam Solusi Sejahtera Hakiki
Syekh Qadim Zalum dalam kitabnya "Sistem Keuangan dalam Daulah Islamiah" menjelaskan, Daulah Khilafah wajib mengembalikan sistem keuangan dunia kepada emas dan perak lagi. Sebab, selain secara zatnya, emas sudah memiliki nilai tinggi dan stabil, ketika dijadikan sebagai alat tukar telah memberikan banyak kestabilan dari harga jual maupun beli. Dan itu riil, harga 1 ekor kambing dari zaman Rasulullah Saw. hingga hari ini tetap bisa dibeli dengan koin emas senilai 1 Dinar.
Apa yang digagas pemerintah patut kita berhati-hati, sebab, penghimpunan emas untuk muamalah atau syirkah yang majhul (tidak jelas) bahkan berbasis riba hukumnya haram. Maka, inilah pentingnya mengembalikan sistem ekonomi kepada Islam, bukan semata substansial saja namun kafah atau menyeluruh. Yaitu membagi kepemilikan harta kekayaan dalam tiga kelompok yaitu individu, umum dan negara.
Kemudian mewajibkan negara saja secara mandiri mengelola SDA emas dan perak, berikut barang tambang lainnya. Hasilnya masuk pos pendapatan Baitulmal, dengan ini negara akan kaya dan mampu membiayainya seluruh kewajibannya dalam mengurusi rakyat dan bukan memalak rakyat. Allah Swt. berfirman, "Apakah hukum jahiliah yang mereka kehendaki, dan (hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang yakin?" (TQS al-Maidah:50). Wallahualam bissawab. [My]
Baca juga:

0 Comments: