Kasus Pengoplosan Bahan Bakar dalam Perspektif Islam
Oleh. Indri Wulan Pertiwi
(Kontributor SSCQMedia.Com, Aktivis Muslimah Semarang)
SSCQMedia.Com—Kasus pengoplosan jenis bahan bakar untuk meningkatkan kualitas produk merupakan pelanggaran serius yang merugikan konsumen dan negara. Praktik ini bukan hanya merugikan secara finansial, tetapi juga menghancurkan kepercayaan masyarakat pada kejujuran perusahaan BUMN seperti Pertamina.
Kejaksaan Agung (Kejagung) kembali mengungkapkan penyebaran korupsi dalam manajemen minyak mentah dan produk kilang di PT Pertamina Subholding dan Kontraktor Kerja Sama (2018–2023) dengan menetapkan dua pejabat Pertamina sebagai tersangka baru. MK, Direktur Pemasaran Pusat dan Niaga Pertamina Patra Niaga, serta EC, VP Direktur tertentu, diduga terlibat dalam kegiatan blending atau 'oplosan' pada produk kilang jenis RON 88 dan RON 90 agar dapat menghasilkan RON 92.
Kejaksaan Agung menegaskan bahwa eksposisi tentang pengoplosan ini didasari oleh bukti yang telah terkumpul oleh tim penyidik, meskipun sebelumnya PT Pertamina menyangkal adanya pengoplosan pada BBM Pertamax dan menjamin kualitas sesuai dengan RON 92. Di samping kasus pengoplosan, dua tersangka juga didapati menyetujui peningkatan harga kontrak pengiriman yang dilakukan oleh tersangka lain, sehingga mengakibatkan pembayaran fee yang tidak pantas dari Pertamina yang kemudian disalurkan ke pihak terkait lainnya (bbc.com, 27/2/2025).
Dalam menanggapi tindakan korupsi di sektor minyak dan gas, diperlukan langkah-langkah konkret dan efektif. Upaya identifikasi akar permasalahan serta penerapan sistem kehidupan yang kokoh adalah kunci utama dalam memberantas korupsi. Selain itu, penegakan hukum yang tegas juga sangat diperlukan guna memberikan efek jera kepada para pelaku korupsi, sehingga dapat mencegah terjadinya kasus serupa di masa yang akan datang.
Dalam bingkai ekonomi kapitalis, tujuan utama perusahaan atau individu adalah untuk mencapai keuntungan sebesar-besarnya. Namun, desakan untuk mencapai tujuan tersebut, menyebabkan kerap terjadinya berbagai praktik tidak etis atau bahkan ilegal. Contohnya, dalam industri bahan bakar minyak. Para pelaku terdorong untuk melakukan pengoplosan demi keuntungan pribadi atau untuk mencapai target penjualan tanpa memikirkan konsekuensi moral dan hukum yang berlaku.
Selain itu, akibat nilai-nilai agama diabaikan dalam kehidupan atau merebaknya sekularisme menjadikan banyak individu tidak lagi memiliki rasa takut akan tuhan sehingga menjadi lebih rentan terhadap perilaku tercela dan cenderung mengabaikan konsekuensi dari tindakan mereka, seperti penipuan maupun korupsi.
Selanjutnya, mengenai hukum yang ada dalam sistem saat ini, karena dibuat oleh manusia yang notabene adalah makhluk lemah dan terbatas, hingga cenderung tidak adil dan memiliki banyak celah sehingga dengan mudah dapat dimanfaatkan untuk kepentingan tertentu. Selain itu adanya faktor pendorong seperti keuntungan material sering memungkinkan hukum untuk diperjualbelikan dan dimanipulasi, yang kemudian makin memperburuk situasi kehidupan saat ini.
Dalam paradigma Islam, sistem ekonomi didasarkan pada prinsip syariat yang bertujuan mencapai kesejahteraan bersama. Dalam perspektif ekonomi Islam, minyak dan gas seharusnya dimiliki secara kolektif oleh masyarakat, sebagaimana disampaikan dalam sebuah hadis Rasulullah saw., bahwa umat berserikat atas tiga elemen pokok: api (gas, minyak, dst.), air (laut, danau, dst.), dan padang rumput (hutan, dst.). Dalam Islam, sumber daya alam adalah pemberian Allah yang harus dikelola secara bijaksana dan adil demi kepentingan umum.
Di mana tugas pengelolaannya adalah pada negara. Dan hasilnya harus disalurkan kembali kepada masyarakat, misalnya untuk pemenuhan kebutuhan dasar, seperti pendidikan gratis, pelayanan kesehatan gratis, dan kebutuhan publik lainnya. Prinsip ini menganut nilai-nilai kemanusiaan, keadilan, dan kesetaraan bagi semua individu dalam masyarakat, yang berlawanan dengan praktik sistem ekonomi kapitalisme yang bebas menjual atau memprivatisasi sumber daya alam demi keuntungan pribadi.
Selain itu dalam ajaran Islam terdapat pedoman yang jelas tentang bisnis dan perdagangan, serta penekanan pada pentingnya nilai-nilai mulia seperti kejujuran, dan integritas dalam semua aspek kehidupan. Prinsip-prinsip ini tidak hanya melibatkan tanggung jawab ekonomi, tetapi juga moral dan sosial, dengan fokus pada penciptaan lingkungan yang adil dan berkelanjutan.
Pendidikan berbasis Islam berperan penting dalam membentuk karakter yang jujur dan bebas dari korupsi. Penyatuan nilai-nilai Islam dengan proses pendidikan dapat menghasilkan individu yang taat beragama, jujur, dan tulus dalam kehidupan sehari-hari. Ketakwaan dan rasa takut kepada Allah adalah faktor kunci dalam pembentukan karakter yang kuat, karena Islam mengajarkan bahwa segala tindakan akan dimintai pertanggungjawaban di hadapan-Nya. Dengan pemahaman ini, individu cenderung berperilaku jujur, adil, dan patuh terhadap norma yang berlaku, menghindari perilaku korupsi yang merugikan orang lain.
Sistem hukum Islam juga sangat tegas, terutama dalam menangani praktik curang dan tidak etis seperti pengoplosan dalam industri bahan bakar minyak, penegakan hukum akan dilakukan secara konsisten dan tanpa pandang bulu. Hal tersebut dikarenakan hukum dalam Islam adalah hukum yang dibuat oleh Allah Swt., sehingga adil dan membuat jera, semua itu untuk mencegah terulangnya perilaku yang sama. Hal ini sangat penting agar masyarakat merasa aman dan terlindungi dari segala tindakan yang dapat merugikan mereka.
Dengan demikian, penerapan Islam kafah dalam semua aspek kehidupan dapat menjadi solusi efektif dalam membangun masyarakat yang bersih, adil, dan berkeadilan. Melalui penerapan nilai-nilai Islam dalam upaya pemberantasan korupsi bukan hanya sekadar solusi teoritis namun merupakan aksi nyata, sehingga praktik-praktik tidak etis dan merugikan seperti pengoplosan dalam industri minyak dapat dicegah, dan masyarakat dapat hidup dalam lingkungan yang lebih harmonis dan bermartabat sesuai dengan ajaran Islam.
Wallahualam. [Ni]
Baca juga:

0 Comments: