Sistem Kapitalisme-Demokrasi Menyuburkan Korupsi
Oleh. Nurfadilah Kustanti
(Kontributor SSCQMedia.Com)
SSCQMedia.Com—Makin hari makin banyak tindak korupsi di negeri ini, yang seolah tak bisa dihentikan. Sebut saja, kasus korupsi timah yang nilai korupsinya ditaksir sekitar Rp271 triliun. Ini merupakan kerugian paling besar terhadap negara sepanjang sejarah Indonesia. Namun, vonis penjara dan denda yang dikeluarkan oleh pengadilan Tipikor Jakarta atas para tersangka hanya dikenai hukuman paling lama delapan tahun penjara dan paling sebentar empat tahun penjara. Vonis pidana tersebut tentu saja dianggap terlalu rendah untuk nilai kerugian negara sebesar itu.
Belum lagi kasus-kasus korupsi lainnya yang tidak diberantas hingga akar tetapi di permukaan saja, menjadikan masyarakat jengah dengan perampokan milyaran hingga trilyunan rupiah yang digondol oleh para koruptor.
Dalam acara World Government Summit 2025, Presiden Prabowo Subianto menegaskan komitmennya untuk memberantas korupsi yang merugikan negara. Ia memastikan akan mengerahkan segala kekuatan negara untuk membasmi korupsi (Kumparan.com, 14-02-2025).
Selain itu, dikatakan bahwa Presiden RI Prabowo Subianto, menyebutkan tingkat korupsi di Indonesia mengkhawatirkan. Prabowo menilai bahwa korupsi merupakan akar dari berbagai kemunduran di berbagai sektor (Kompas.com, 13-02-2025).
Korup, Watak Asli Kapitalisme-Demokrasi
Fakta kapitalisme-demokrasi yang menjadi sarang tikus berdasi ini, harusnya membuat kita merasa muak dan bersegera meninggalkan sistem ini. Sistem kapitalisme yang berasaskan sekular, yaitu pemisahan agama dari kehidupan, telah menghasilkan individu yang tamak akan materi serta jauh dari takwa. Sistem ini justru melahirkan pemimpin yang khianat dan zalim. Ditambah lagi sistem politik demokrasi yang berbiaya mahal, mengharuskan keterlibatan pemilik modal dan partai politik untuk mendanai para calon penguasa, selama proses kampanye hingga terpilih. Maka tak heran kondisi ini menuntut mereka "balik modal" selama menduduki kursi pemerintahan, yaitu 5 tahun. Dan tidak ada pilihan lain selain korupsi.
Di sisi lain, adanya bentuk balas budi terhadap pemilik modal (kapitalis), penguasa wajib menuruti segala kemauan para kapitalis tersebut, berupa kebijakan yang berpihak kepada mereka, bukan kepada rakyat. Jabatan yang diperoleh bukan untuk melakukan pelayanan kepada rakyat, akan tetapi, merupakan peluang untuk mengumpulkan pundi-pundi uang yang sudah digunakan untuk mendapatkan jabatan tersebut. Dari sini pulalah potensi korupsi bermunculan. Akhirnya, negara lemah dihadapan oligarki dan rakyat menjadi korban keserakahan para kapitalis.
Pemerintahan Bersih itu Khilafah
Korupnya demokrasi berpangkal pada paham kebebasan (liberalisme). Politik dipisahkan dari agamab(sekulerisme), sehingga pemerintahan dijalankan sesuai nafsu manusia (penguasa). Suara rakyat dibeli secara murah dalam demokrasi, lalu dijadikan legitimasi atas peraturan yang rusak dan merusak. Jika menginginkan pemerintahan yang bersih maka asas sekuler-liberal tersebut harus dihilangkan dan diganti dengan asas akidah Islam. Di mana keyakinan kepada Allah Swt., mampu mewujudkan ketaatan pada syariat-Nya, termasuk syariat yang mengatur dalam hal pemerintahan.
Dalam Islam, korupsi merupakan perkara yang haram, baik jumlahnya besar maupun kecil, sehingga harus ditinggalkan. Jika tidak, pelakunya harus mendapat sanksi yang menjerakan. Pada masa kekhilafahan Umar bin Khattab, beliau pernah memecat pejabat atau kepala daerah yang melakukan korupsi. Khalifah Umar juga menginspeksi kekayaan pejabat negara dan menyita harta yang didapat yang bukan dari gaji semestinya. Harta sitaan dikumpulkan di Baitulmal, untuk digunakan bagi kepentingan rakyat.
Penerapan sistem Islam dapat menutup rapat-rapat celah korupsi, bahkan korupsi menjadi nol. Karena sistem Islam menerapkan sistem sanksi yang tegas dan menjerakan. Islam juga memiliki sistem pendidikan yang membentuk generasi bersyakhsiyah Islamiyah, yang jauh dari kemaksiatan. Selain itu, Islam juga menjamin terpenuhinya kebutuhan pokok dan kesejahteraan bagi seluruh warga negara. Islam juga memiliki sistem peradilan yang adil dan tidak memihak.
Demikianlah Khilafah, yaitu negara yang aturan pemerintahannya berdasarkan syariat Islam, yang pasti mampu mewujudkan pemerintahan yang bersih dari korupsi. Oleh karena itu tidak ada pilihan lain, jika menginginkan permasalahan korupsi ini tuntas dari akarnya. Segera tinggalkan demokrasi yang merupakan turunan dari Kapitalisme, dan tegakkan aturan Islam sebagai satu-satunya sistem kehidupan. Wallahua'lam bish shawab. [ry].
Baca juga:

0 Comments: