Cengkeraman Oligarki Makin Kuat di Indonesia
Oleh. Aini Ummu Aflah
(Kontributor SSCQMedia.Com)
SSCQMedia.Com—Pemagaran laut yang terjadi di Tangerang dan Serangan-Bali adalah serangkaian peristiwa yang semisal dengan Pulau Rempang-Riau atau tanah persawahan yang dibeli secara paksa atau tidak.
Semua peristiwa ini adalah ulah dari elite penguasa dan pengusaha yang mengangkangi sumber daya alam Indonesia. Padahal laut merupakan sumber kehidupan bagi warga yang tinggal di pinggiran laut seperti nelayan yang setiap harinya mencari ikan. Saya tidak pernah habis pikir dengan adanya laut yang dikaveling-kaveling bagaikan tanah persawahan.
Pemagaran laut di pesisir Serangan-Bali menjadi polemik karena nelayan sulit mengakses wilayah tersebut karena telah dibatasi oleh Bali Turtle Island Development (BPID). I Nyoman Adi, Anggota Komisi IV DPRD RI prihatin dengan kondisi nelayan karena mereka dibesarkan dan hidup di wilayah tersebut. Sedangkan I Nyoman Parta Anggota Komisi X DPR RI menekankan kepada BPID bahwa laut dan pantai selamanya adalah milik publik. Pihak PT BPID, Tantowi Yahya menanggapi bahwa pihaknya melakukan pemagaran laut sebagai antisipasi adanya tindakan kriminal di Laguna. Ia mengatakan bahwa pemagaran laut bukan untuk pengavelingan, tetapi untuk menjaga laut agar tidak terganggu. (Denpasar balipost, 31 Januari 2025).
Pemberian sanksi kepada pelaku pemagaran yang dilakukan oleh sekelompok orang atau individu layak diapresiasi. Nusron Wahid, Menteri Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) telah memberikan sanksi kepada 8 pejabat Kantor Pertanahan di Tangerang dengan pencopotan jabatan. (Kompas.com, 31Januari 2025)
Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) juga dengan tegas menyampaikan bahwa pemagaran laut tidak mempunyai izin dasar. KKP hanya bisa memberikan denda administratif sebesar Rp18 juta per kilometer atas pemagaran laut sepanjang 30 km di Tangerang-Banten. (Tirto.id, 31 Januari 2025)
Susan Herawati sebagai Sekretaris Jenderal Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (KIARA) bahwa pemberian sanksi denda dan pencopotan menunjukkan tidak adanya keseriusan menindak pelaku. Justru dalang/aktor utama level atas atau individu high profile harus diincar. Karena kasus pemagaran laut melibatkan pejabat yang mengeluarkan SHGB dan SHM. Dia mengingatkan agar instansi pemerintah tidak menjadi corong para korporasi semata-mata penanaman investasi.
Susan mengatakan bahwa sudah ada nelayan yang yang diintimidasi dengan ancaman dan kriminalisasi. Bahkan Laman resmi KIARA mengalami serangan. Menunjukkan bahwa ada ikan-ikan besar yang bermain dan jika pemerintah diam maka juga terlibat. Bonyamin Saiman, Koordinator Masyarakat Anti-Korupsi (MAKI) telah membawa bukti salinan akta jual beli. Menurutnya ada dugaan korupsi karena sesuai pasal 5 dan 6 UU Tipikor.
Menurut Walhi bahwa kasus pagar laut akan menguap jika aktor intelektual atau dalangnya tidak dijerat. Pembiaran kasus ini menandakan bahwa negara tunduk pada segelintir kelompok pebisnis.
Yus Dharman, Praktisi hukum dan juga pengamat kebijakan publik mengatakan bahwa pemagaran laut adalah kejahatan koorporasi dengan dalih Proyek Strategis Nasional (PSN) . Menurutnya pelaku harus dihukum seberat-beratnya, izin usaha dicabut dan ada denda. Menurut Yus, dengan adanya kasus pemagaran laut menjadi bukti bahwa lemahnya negara menjaga aset strategis.
Menguatnya cengkeraman oligarki karena kemunculan undang-undang yang berpihak pada penguasa dan pengusaha seperti UU Minerba dan UU Cipta Kerja. Mereka mengendalikan negeri ini tunduk di kaki oligarki. Hukum diperjualbelikan dan dipermainkan oleh aparat-aparat negara yang sudah disuap. Semuanya adalah akibat diberlakukannya sistem kapitalisme sekuler di negeri ini.
Padahal, seorang muslim harusnya menggunakan aturan yang berasal dari Islam. Kesengsaraan dan penderitaan rakyat karena mengambil aturan selain Islam.
Dalam Islam hak untuk mengatur manusia dalam hal pemerintahan adalah Allah swt satu-satunya yang berhak. Sebagaimana Allah berfirman dalam surat Al Maidah ayat 50: "Apakah hukum jahiliah yang mereka kehendaki? (Hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang meyakini (agamanya)?"
Hak dalam menjalankan dan menerapkan Islam dalam negara ada ditangan Kh4lifah. Kh4lifah sebagai pelaksana hukum Islam. Di samping itu, Islam tidak memberikan hak kepemilikan sumber daya alam pada individu atau sekelompok orang tetapi hak kepemilikan ada pada negara. Negara yang mengelola seluruh sumber daya alam seperti laut, tambang, hutan, dan lainnya untuk kemakmuran dan kesejahteraan rakyat dalam memenuhi sandang, pangan, papan, kesehatan, pendidikan keamanan, infrastruktur, dll.
Aparatur negara yang menjabat adalah orang-orang yang bertakwa, wara', adil dan amanah. Sebagaimana hadis Rasul: "Suatu hari, Abu Dzar berkata, “Wahai Rasulullah, tidakkah engkau menjadikanku (seorang pemimpin)? Lalu, Rasul memukulkan tangannya di bahuku, dan bersabda, ‘Wahai Abu Dzar, sesungguhnya engkau lemah, dan sesungguhnya hal ini adalah amanah, ia merupakan kehinaan dan penyesalan pada hari kiamat, kecuali orang yang mengambilnya dengan haknya, dan menunaikannya (dengan sebaik-baiknya).” (HR Muslim).
Tidak kalah penting adalah pemberian sanksi bagi siapa saja yang telah melakukan kejahatan. Dalam Islam tidak ada beda antara kh4lifah dan pejabat dengan rakyat.
Demikianlah pengaturan Islam dalam hal pemerintahan. Tidak ada sistem pemerintahan yang layak diambil dan diterapkan kecuali Islam.
Wallahu a'lam bishowab. [Rn]
Baca juga:

0 Comments: