Headlines
Loading...
Pemenang Tidak Dihasilkan dari Sebuah Perang

Pemenang Tidak Dihasilkan dari Sebuah Perang

Oleh. Rina Herlina

SSCQMedia.Com-Selain banyaknya tentara yang terluka bahkan depresi pasca perang dengan Hamas, Israel ternyata juga menderita kerugian materi sebesar USD67 miliar atau Rp1.097 triliun. Kerugian tersebut termasuk kerugian militer langsung sebesar USD34 miliar, juga kerugian anggaran umum sebesar USD40 miliar. Fakta ini, merupakan kerugian terbesar dalam sejarah pendudukan. (internasional.sindonews.com 18-1-2025).

Perang yang berkecamuk antara Israel dan Hamas pastilah membawa dampak kerugian, baik dari segi materi maupun waktu, tenaga, dan pikiran. Namun kerugian materi pastilah menjadi yang terbesar. Apalagi Israel, mereka banyak memasok persenjataan canggih dari AS. Tentu saja hal itu membutuhkan materi yang tidak sedikit.

Maka bisa dipastikan, jika Israel mengalami banyak kerugian materi selama perang berlangsung menghadapi Hamas. Bahkan menurut kabar yang beredar, ada sekitar 60.000 perusahaan juga tutup selama setahun terakhir, 50 persen lebih banyak dibandingkan tahun 2023. Sementara itu, jumlah wisatawan juga terus menurun hingga 70 persen. Hal ini tentu saja menyebabkan kerugian, yaitu melebihi USD5 miliar bagi sektor pariwisata. Sektor konstruksi pun tidak kalah merugi. Kerugian ditaksir sekitar USD4 miliar, bahkan 70 lebih perusahaan di sektor ini tutup. Luar biasa bukan, dampak dari perang yang berlangsung dalam kurun waktu setahun ini.

Data terbaru juga menunjukkan jika sepertiga penduduk Israel hidup di bawah garis kemiskinan, sementara seperempat penduduk lainnya menderita kerawanan pangan. Angka-angka ini terungkap tepatnya beberapa jam sebelum kesepakatan gencatan senjata dicapai dengan Gaza.

Hal ini seperti dilansir Middle East Monitor, bahwa Kementerian Keuangan Israel mengumumkan, pendudukan sudah mengalami kerugian finansial yang signifikan sebesar sekitar 125 miliar shekel (setara dengan $34,09 miliar) sejak pecahnya perang di Jalur Gaza pada 7 Oktober 2023. Masih menurut kementerian tersebut, bahwa pendudukan Israel mencatat defisit anggaran sebesar 19,2 miliar shekel ($5,2 miliar) selama bulan Desember, sebagai akibat dari peningkatan biaya yang terkait dengan pembiayaan perang di Gaza dan Lebanon. Sebagai catatan, angka-angka tersebut mewakili biaya langsung perang, tanpa memperhitungkan dampak ekonomi dan sosial yang lebih luas yang memengaruhi berbagai aspek kehidupan dalam pendudukan Israel.

Jika Israel saja mengalami kerugian finansial yang signifikan akibat konflik yang terjadi, lalu bagaimana kabarnya dengan Palestina dan penduduknya? Sudah pasti alami kerugian yang jauh lebih besar daripada  Israel, baik tenaga, pikiran, waktu, apalagi materi. Yang lebih membuat miris, kerugian akibat perang ini adalah adanya trauma psikologis, terutama dialami oleh anak-anak Gaza.

Konflik Israel dan Palestina yang telah berlangsung selama puluhan tahun ini, pastinya menimbulkan banyak korban jiwa dan kerugian tidak hanya di pihak Gaza, tapi juga di pihak Israel. Jumlah korban tewas penduduk Palestina hingga Januari 2024 mencapai 24.100 jiwa. Kerugian ini sudah mencakup biaya operasi militer, pengeluaran sipil, dan kerugian pendapatan nasional. Konflik ini sejatinya sudah menyebabkan kerugian materiil dan trauma psikologis di kedua belah pihak.

Maka pernyataan "kalah jadi abu, menang jadi arang" merupakan ungkapan yang tepat untuk menggambarkan hakikat perang. Sebab perang selalu membawa kerugian dan penderitaan bagi semua pihak, baik yang kalah maupun yang menang.

Dalam perang, tidak ada pemenang yang sebenarnya, karena sama-sama harus kehilangan nyawa dan cinta, kerusakan infrastruktur dan ekonomi, trauma psikologis dan sosial, kehilangan kepercayaan dan keamanan, juga berdampak buruk terhadap lingkungan dan kemanusiaan.

Ungkapan "kalah jadi abu, menang jadi arang" ini mengingatkan kita akan pentingnya mencari solusi hakiki yang berujung perdamaian dan menghindari konflik. Namun, pada kasus antara Palestina dan Israel memang di dalam Islam, sejatinya tidak ada hubungan kecuali hubungan perang. Ini karena orang-orang Israel jelas-jelas memusuhi Islam dan ingin menguasai tanah Palestina yang notabene tanahnya para Nabi. Padahal jika kita kembali mengingat sejarah, orang-orang Israel ini seharusnya berterimakasih kepada penduduk Palestina karena sudah memberi mereka kehidupan dengan membiarkan mereka hidup di wilayah pinggiran Palestina.

Penduduk Palestina sudah sangat baik menyelamatkan mereka dan memberikan tanah mereka untuk ditinggali. Akan tetapi, ibarat kata menolong anjing yang kakinya terjepit. Setelah kakinya kembali normal dan leluasa, justru dia menggigit si penolongnya. Inilah yang terjadi pada orang-orang Israel, sudah ditolong, bukannya berterimakasih justru malah ingin menguasai tanah penduduk Palestina yang notabene orang yang menolong mereka saat mereka terdesak. [Hz]

Payakumbuh, 18 Januari 2025

Baca juga:

0 Comments: