Oleh. Vivi Nurwida
SSCQMedia.Com-Bencana alam di Indonesia terjadi hampir setiap hari. Bencana yang sering terjadi yaitu banjir, tanah longsor, kekeringan, krisis air, gempa bumi, dan lain sebagainya. Bencana banjir bahkan mendominasi daftar bencana alam dengan frekuensi yang terus meningkat.
Abdul Muhari selaku Kepala Pusat Data Informasi dan Komunikasi Kebencanaan BNPB mengatakan, bencana hidrometeorologi terjadi di sejumlah wilayah Indonesia, mulai dari Sumatera hingga Nusa Tenggara Barat (NTB). Sejumlah kerugian, baik moril maupun materil dialami akibat bencana ini.
Melihat berbagai peristiwa bencana di banyak wilayah, Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mengimbau masyarakat untuk meningkatkan kesiapsiagaan guna meminimalisasi dampak lebih besar dari bencana hidrometeorologi di Indonesia (cnnindonesia, 11/01/2025).
Indonesia Rawan Bencana
Secara geografis, Indonesia merupakan negeri yang rawan terjadi bencana. Indonesia merupakan negara kepulauan yang terletak pada pertemuan empat lempeng tektonik, yakni lempeng Benua Asia, Benua Australia, lempeng Samudera Pasifik dan Samudera Hindia.
Pada bagian selatan dan timur Indonesia terdapat sabuk vulkanik (volcanic arc) yang memanjang dari Pulau Sumatera - Jawa - Nusa Tenggara - Sulawesi, yang sisinya berupa pegunungan vulkanik tua dan dataran rendah yang sebagiannya didominasi oleh rawa-rawa.
Dengan kondisi ini, menjadikan Indonesia rawan terjadi bencana seperti letusan gunung berapi, gempa bumi, banjir, tsunami, dan tanah longsor. Data menunjukkan, Indonesia termasuk salah satu negara yang memiliki tingkat kegempaan yang tinggi di dunia, lebih dari 10 kali lipat jika dibandingkan tingkat kegempaan di Amerika Serikat (Arnold, 1986).
Selain itu, Indonesia berada di wilayah tropis, yang memiliki dua musim, yakni hujan dan panas. Kondisi ini menjadikan perubahan suhu, cuaca, dan arah angin yang cukup ekstrim. Hal ini menjadikan Indonesia rentan terkena badai, topan, dan siklon tropis.
Indonesia juga memiliki curah hujan yang tinggi. Tingginya curah hujan yang terjadi, berdampak pada meningkatnya debit dan volume air yang ada di daratan. Apabila air tersebut tidak dapat segera diserap tanah dengan sempurna atau dialirkan ke sungai, bisa menjadi penyebab terjadinya banjir bandang.
BNPB mencatat sepanjang 2024 terjadi 2.107 bencana di Indonesia. Bencana banjir bandang dan tanah longsor menjadi penyebab kematian terbanyak. Bencana alam sepanjang tahun 2024 ini menyebabkan 489 orang meninggal dunia, 11.538 orang luka atau sakit, 58 orang hilang, dan lebih dari 6 juta orang menderita dan terpaksa mengungsi. Selain itu, 60 ribu rumah, 954 fasilitas umum seperti satuan pendidikan, rumah ibadat dan fasilitas pelayan kesehatan mengalami kerusakan.
Mitigasi Seadanya
Dengan kondisi yang rawan bencana, pemerintah sebagai pemangku kebijakan semestinya tanggap dan totalitas dalam mitigasi bencana. Namun, fakta di lapangan justru menunjukan bahwa pemerintah lambat bergerak, justru teman-teman dari berbagai ormas, parpol, LSM, bersama masyarakat maju menjadi garda terdepan untuk menanggulangi bencana, sedang pemerintah selalu di belakang, karena menunggu anggaran operasional turun. Jika pemerintah turun lapangan, tidak lebih untuk membangun citra dan seremonial belaka.
Meluasnya titik kejadian dan bertambahnya jumlah korban sejatinya cukup untuk menggambarkan bahwa mitigasi yang dilakukan pemerintah benar-benar seadanya. Tak jarang, masyarakat justru melakukan swadaya untuk melakukan perbaikan, misalnya untuk perbaikan jembatan dan bangunan yang rusak akibat bencana. Bantuan yang turun dari pemerintah kerap kali terlambat dan seadanya karena alasan ketiadaan dana. Akibatnya, masyarakat tidak berharap lebih pada pemerintah.
Dengan kondisi Indonesia yang rawan terjadi bencana, anggaran yang diberikan pemerintah untuk mitigasi bencana pada tahun 2024 hanyalah sekitar 1,8 triliun rupiah. Jauh jika dibandingkan dengan anggaran pembangunan ibu kota baru yang realisasinya mencapai 18,9 triliun per 31 Agustus 2024. Padahal, pembangunan ibu kota baru ini tidaklah genting dan tidak sampai mengancam nyawa. Artinya, peran pemerintah sangat minim dalam upaya menyelamatkan masyarakat dari bencana yang mengancam nyawa.
Buah Penerapan Sistem Kapitalisme
Tidak dimungkiri, berbagai bencana yang menimpa berbagai wilayah semisal banjir dan longsor adalah akibat kerusakan lingkungan. Namun, mirisnya rakyatlah yang disudutkan dan dianggap sebagai penyebab terjadinya bencana, karena suka membuang sampah sembarangan, tidak bisa diatur, tidak mau direlokasi, dan sebagainya.
Padahal, sebenarnya ada masalah yang lebih besar, namun luput dari perhatian. Misalnya, masalah industrialisasi yang tidak dibarengi dengan pengolahan limbah yang benar, akibatnya sungai-sungai menjadi tercemar. Bahkan, pemukiman elite yang dibangun oleh sejumlah oligarki tak jarang justru membuat air hujan tidak dapat meresap ke tanah dengan baik. Begitu juga dengan deforestasi yang nyatanya justru mengakibatkan bencana. Semua ini sejatinya merupakan akibat penerapan kebijakan kapitalistik yang diterapkan di negeri ini.
Kerusakan alam yang terjadi rupanya bukan hanya murni karena kesalahan individu, ternyata lebih dari itu, penerapan sistem kehidupan yang salahlah yang menjadi akar masalah bencana sering terjadi. Penerapan sistem kapitalisme menjadikan pemimpin membuat kebijakan yang justru mengorbankan alam dan rakyat. Para pemilik modal besar justru dengan mudah mendapatkan izin untuk mengeksploitasi kekayaan alam.
Semestinya penyelesaian kerusakan alam tidak hanya berfokus pada solusi individu saja, seperti penyadaran untuk membuang sampah pada tempatnya. Lebih dari itu, dibutuhkan sistem terbaik yang mesti diemban negara untuk membuat kebijakan pengelolaan alam dengan seimbang.
Cara Islam Mengatasi Bencana
Negara yang menerapkan ideologi Islam merupakan negara yang terdepan dalam teknologi penanganan musibah. Meskipun kita tahu, terjadinya musibah tidak dapat dipastikan oleh manusia, sebab merupakan kehendak Allah. Namun, terdapat ranah ikhtiar yang semestinya diusahakan agar tidak menimbulkan dampak kerugian berkelanjutan.
Negara harus menjadi garda terdepan dalam melayani masyarakat, baik dalam keadaan lapang maupun sempit. Hal ini disandarkan pada sabda Rasulullah saw.: "Imam atas manusia adalah pengurus rakyat dan dia dimintai pertanggungjawaban atas rakyatnya" (HR. al-Bukhari).
Sejarah telah mencatat bagaimana seorang khalifah selaku kepala negara bertindak tegas terkait kegiatan mitigasi bencana dalam hal pembangunan infrastruktur. Misalnya, khalifah akan menunjuk para ahli untuk menetapkan standar bangunan, dimulai dari material terbaik untuk membangun suatu bangunan, agar ketika terjadi bencana, semisal diguncang oleh gempa akan tetap stabil, jikalau ada kerusakan, tidak akan signifikan.
Negara yang menerapkan Islam kafah juga menyediakan alokasi anggaran yang ditetapkan berdasarkan penilaian para ahli, baik mengenai potensi bencana yang terjadi di suatu wilayah atau kerugian yang mungkin akan ditimbulkan ketika terjadinya bencana. Anggarannya akan diambilkan dari kas Baitulmal, dengan penerapan sistem ekonomi Islam yang berkorelasi dengan sistem politiknya.
Penerapan sistem ekonomi Islam akan menjadikan kepemilikan SDA yang terkategori sebagai milik umum semisal air, hutan, sungai, danau dan lain sebagainya, akan dikelola oleh negara untuk kemaslahatan rakyat. Pengaturan ini akan mencegah terjadinya eksploitasi alam besar-besaran oleh pihak swasta atau asing, yang menimbulkan banyak kerusakan.
Diperlukan tindakan pencegahan oleh negara agar tidak terjadi eksploitasi lingkungan yang akan berdampak pada rusaknya alam. Negara tidak akan memberikan izin kepada pihak swasta/asing untuk mengeksploitasi alam sebagaimana yang terjadi pada sistem kapitalisme hari ini.
Negara yang menerapkan Islam kafah ini juga akan memberikan sanksi tegas kepada siapapun yang merusak lingkungan. Dalam pandangan Islam, kejahatan merusak alam terkategori jarimah takzir yang jenis hukumannya diserahkan pada penguasa atau kadi. Hukumannya dapat berupa hukuman dera, pengasingan, penjara, penyitaan harta, dan sebagainya. Hukumannya disesuaikan dengan kadar kerusakan yang telah dilakukan pelaku.
Allah Swt. telah mengingatkan kita dalam QS. Ar-Ruum ayat 41 yang artinya: "Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia; Allah menghendaki agar mereka merasakan sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar)."
Sudah saatnya kita melakukan muhasabah, bahwa bencana yang terjadi di berbagai wilayah bukan terjadi karena kesalahan individu, tapi juga buah penerapan sistem yang salah.
Sudah semestinya kita mencampakkan sistem kapitalisme yang telah merusak alam, menimbulkan bencana dan memakan banyak korban jiwa. Saatnya kita memperjuangkan sistem yang mampu memberikan kemaslahatan bagi semua, yakni sistem yang menerapkan Islam secara kafah dalam bingkai Khilafah.
Wallahualam bissawab. [An]
Baca juga:

0 Comments: