Headlines
Loading...
Hukum dan Sanksi Tegas Terhadap L9B7, Mungkinkah Terwujud?

Hukum dan Sanksi Tegas Terhadap L9B7, Mungkinkah Terwujud?

Oleh. Indah Ershe

SSCQMedia.Com-Kepala Dinas Kesehatan Kota Padang Srikurnia Yati mengungkapkan ada 308 total kasus HIV di Padang, di mana lebih dari separuh kasus menyerang individu usia produktif, yaitu rentang 24 hingga 45 tahun. Perilaku lelaki seks lelaki (LSL) menjadi salah satu penyebab utama meningkatnya angka HIV di Kota Padang.

Berdasarkan temuan kasus tersebut maka Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Sumatra Barat (Sumbar) mengkaji rencana pembentukan peraturan daerah (perda) untuk memberantas penyakit masyarakat terutama lesbian, gay, biseksual, dan transgender (L9B7) di Ranah Minang (Republika.co.id, 4/1/2025).

Seiring dengan berkembangnya sistem sekuler yang menjunjung tinggi HAM (hak asasi manusia), kehidupan seksual menyimpang sudah bukan lagi menjadi milik masyarakat di kota metropolitan seperti Jakarta. Bahkan Ranah Minang yang mempunyai filosofi "Adat Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabullah,” turut andil menyumbang data kasus HIV akibat L9B7.

Ditambah peran media sosial yang membuka informasi tanpa batas bisa diterima oleh siapa saja, kapan saja, dan di mana saja. Polah tingkah mereka akhirnya dinormalisasi, bahkan sampai dijadikan panutan hidup oleh para penggemarnya. Mereka dicintai dan dipuja. Seperti simbol L9B7 warna-warni pelangi, kaum Nabi Luth tersebut mengukuhkan jati diri sebagai penyemarak kehidupan manusia di dunia.

Selama tidak melanggar undang-undang dan hukum yang berlaku, maka para pelaku L9B7 ini dianggap sebagai orang baik yang layak mendapat pengakuan bahkan apresiasi yang sama dengan manusia lain. Demikianlah, prinsip sekuler yang memisahkan agama dari kehidupan, sehingga tidak boleh ada satu peraturan pun yang mengekang kebebasan individu untuk berekspresi selama individu tersebut tidak menganggu hak milik atau hak hidup individu lain.

Dalam Islam, tidak ada perbedaan pendapat dari para sahabat dan ulama, dan mereka telah berijma bahwa perbuatan L9B7 adalah haram. Hal ini berdasarkan sabda dari Nabi Muhammad saw.:

Barang siapa yang mengetahui ada yang melakukan perbuatan liwat (sodomi) sebagaimana yang dilakukan oleh kaum Luth, maka bunuhlah kedua pasangan liwat tersebut.”

Perbuatan L9B7 yang dilaknat adalah perilaku keji yang dapat merusak tatanan hidup manusia dan akhirnya merusak peradaban. Hukumannya lebih tegas dibanding zina, karena pelakunya tidak serta-merta mudah diketahui. Pasangan sesama jenis, yang oleh masyarakat bisa dianggap sebagai teman biasa, maka bukan tidak mungkin pelaku-pelakunya lebih leluasa melakukan perbuatan haram dan terlaknat tersebut.

L9B7 bagaikan virus yang terus menyebarkan racunnya dari generasi ke generasi. Oleh karena itu, diperlukan peran tegas negara untuk menetapkan peraturan undang-undang dengan sanksi tegas bagi para pelaku penyimpangan seks.

Namun, mungkinkah terwujud dalam kehidupan dunia yang sudah terselimuti pemikiran sekuler? Di mana hukum dan undang-undang yang terbentuk berdasarkan asas manfaat golongan para penguasa industri kapitalis. Apalagi para pelaku L9B7 dianggap luwes dan banyak menguntungkan mereka yang hanya berpikir bagaimana pundi-pundi harta terisi tanpa menghiraukan halal haram.

Kaum liberalis, terus membela dan mendukung pelaku L9B7 atas nama kebebasan HAM, salah satu contoh argumen yang mereka lontarkan, “Hargailah mereka yang punya orientasi seksual berbeda dengan kita. Mereka juga manusia yang punya kasih sayang dan berhak bahagia di dunia.

Bahkan tidak sedikit muslim yang ikut mendukung perilaku L9B7 karena sudah tersusupi pemikiran liberal. Padahal jelas Allah sudah menjelaskan dalam Al-Qur’an bahwa pendukung kaum terlaknat, meski bukan pelaku akan tetap mendapatkan azab yang sama.

Ayat ini seharusnya menjadi renungan. Allah berfirman dalam QS. Al-Hijr ayat 57-60:
"Berkata (pula) Ibrahim: "Apakah urusanmu yang penting (selain itu), hai, Para Utusan?" Mereka menjawab: "Kami sesungguhnya diutus kepada kaum yang berdosa, kecuali Luth beserta pengikut-pengikutnya. Sesungguhnya kami akan menyelamatkan mereka semuanya, kecuali istrinya. Kami telah menentukan bahwa sesungguhnya dia adalah orang yang tertinggal (bersama orang-orang kafir).

Terang benderang peringatan sekaligus kasih sayang Allah pada hamba-Nya agar terhindar dari dosa dan kerusakan. Akan tetapi, di negeri mayoritas muslim ini hukum Islam seakan hanya menjadi urusan ibadah pribadi, tidak diterapkan dalam kehidupan bermasyarakat, apalagi level bernegara.

Dalam lingkup keluarga sekali pun, hanya segelintir muslim yang mampu menerapkan Islam secara kafah. Bagi yang taat, saat berinteraksi di tengah masyarakat yang normanya terbentuk dari adat istiadat, maka muslim yang berusaha berjalan dalam ketaatan bisa jadi bimbang. Pada puncaknya tidak ada satu pun hukum perundangan-undangan negara yang tegas mengatur sanksi perbuatan atas dasar syarak.

Dalam kasus L9B7 di Padang, pejabat setempat tergerak membuat perda untuk memberantas wabah orientasi seks menyimpang. Sampai sejauh mana, hukuman dan sanksi tegas dapat diterapkan? Akan menjadi sia-sia jika pada ujungnya yang digunakan sebagai landasan adalah hukum yang lahir dari pemikiran manusia. Sanksi tegas akan berhadapan dengan doktrin ‘penyimpangan terhadap hak asasi manusia’.

Satu-satunya hukum yang mengatur kehidupan secara sempurna adalah Islam. Maka sudah sepatutnya hukum Allah ditegakkan secara menyeluruh, sebagaimana arti dari Islam rahmatan lil alamin, satu-satunya agama yang diridai Sang Pemilik alam semesta, untuk melindungi kehidupan seluruh makhluk di bumi ini.

Wallahualam bissawab. [Ni]

Baca juga:

0 Comments: