Derita Anak Gaza, Negara dan Tentara adalah Solusinya
Oleh. Nurfadilah Kustanti
SSCQMedia.Com-Gaza adalah salah satu wilayah bagian dari negara Palestina, yang terletak dekat dengan negara Mesir, lebih tepatnya di sebelah barat daya negara Mesir, di mana terdapat pintu bernama Rafah serta pintu-pintu lain yang berbatasan langsung dengan Isr4el. Sedangkan di sebelah baratnya berbatasan dengan laut Mediterania. Maka bisa dibayangkan bahwa Gaza disebut-sebut sebagai The World Largest Prison, karena kehidupan mereka terkunci dari arah mana saja. Bahkan sampai diboikot listrik yang berada di wilayah tersebut, air bersih yang susah mendapatkannya, serta kesulitan akses segala macam fasilitas. Tetapi itu semua tidak membuat mereka menyerah atas keadaan. Mereka tetap bertahan dengan kondisi tersebut tidak lain tentunya atas pertolongan Allah Swt.
Setelah satu tahun eskalasi serangan genosida masih belum menemui kata berhenti hingga saat ini di Gaza. Bahkan, para pasukan zionis Isr4el laknatullah semakin brutal melakukan aksinya di tanah suci Al Quds. Puluhan ribu anak, perempuan, orang tua, dan rakyat sipil tak bersenjata menjadi korban keganasan rezim penjajah. Dilansir dari Tirto.id (22/12/2024), Komisioner Jenderal Badan PBB untuk Pengungsi Palestina (UNRWA), Philippe Lazzarini mengatakan, Isr4el telah melanggar semua peraturan perang di jalur Gaza. Ia juga menyoroti pelanggaran yang terus terjadi setelah Isr4el melancarkan serangan militer selama 14 bulan terakhir. Karena serangan yang dilakukan menyasar sekolah, rumah sakit, dan semakin banyak warga sipil dilaporkan tewas dan terluka, yang sebagian besar adalah perempuan dan anak-anak.
Bulan lalu, Mahkamah Pidana Internasional (ICC) mengeluarkan surat perintah penangkapan terhadap Perdana Menteri Isr4el Benyamin Netanyahu, dan mantan Menteri Pertahanan Isr4el Yoav Gallant, atas kejahatan perang dan kemanusiaan di Gaza. Karena sejak 7 Oktober 2023 Isr4el melancarkan perang genosida di Gaza dan telah menewaskan lebih dari 45.200 jiwa, yang sebagian besar adalah perempuan dan anak-anak.
Penindasan-penindasan yang terjadi sampai saat ini di Gaza Palestina dimulai setelah kekhilafahan Utsmani mengalami kekalahan pada perang dunia pertama tahun 1916 yang menyebabkan wilayah kekuasaan Khilafah Islam Utsmaniyah terbagi- bagi. Salah satunya Palestina menjadi wilayah yang akhirnya dikuasai oleh Inggris. Yahudi dengan kekuatan dananya meminta kepada Inggris untuk memberikan tanah Palestina kepada mereka. Akhirnya terciptalah perjanjian Skyes-Picot berupa Deklarasi Balfour pada tanggal 2 November 1917 dengan kutipannya sebagai berikut, "Pemerintahan Sri Baginda memandang positif pendirian di Palestina tanah air untuk orang Yahudi, dan akan menggunakan usaha keras terbaik mereka untuk memudahkan tercapainya tujuan ini."
Pada tahun 1922, Inggris melalui LBB (Liga Bangsa-Bangsa) mengeluarkan Mandate for Palestine untuk memberikan legalitas kepada orang-orang Yahudi untuk pindah ke Palestina. Dimulai tahun 1920-1946, orang-orang Yahudi berimigrasi ke Palestina setidaknya ada 376.416 jiwa. Pascaperang dunia kedua, Amerika menjadi pemenang pada perang tersebut sekaligus menggantikan Inggris sebagai pimpinan. Amerika mengganti LBB menjadi PBB (Perserikatan Bangsa-Bangsa) dan mengumumkan berdirinya negara Isr4el di wilayah Palestina dan mendapatkan 55% tanah wilayah Palestina. Tanggal 14 Mei 1948 Isr4el meminta kepada PBB untuk merdeka yang akhirnya disetujui oleh Amerika. Sejak saat itu, wilayah Palestina dan umat Islam di sana menjadi stateless (tanpa negara) yang menjadikan mereka tidak mempunyai hak asasi dalam pandangan dunia. Sejak saat itu, masalah kaum muslimin di Palestina dimulai, yaitu perampasan tanah kaum muslim dan penindasan tanpa henti.
Kaum muslim tidak bisa berharap pada dunia internasional, termasuk kepada para pemimpin mereka yang kerap menjadikan isu Palestina hanya untuk pencitraan. Padahal tragedi di Gaza khususnya dan Palestina pada umumnya tentu bukan semata-mata masalah kemanusiaan, tetapi masalah akidah (Islam). Pasalnya, musuh-musuh Islam itu amat paham sekali, jika kaum muslim mengaitkan isu Palestina dengan masalah agama (Islam), mereka akan dengan mudah menyuarakan jihad (perang) melawan institusi Yahudi penjajah Palestina itu. Inilah yang tentu sangat ditakuti penjajah Barat imperialis.
Nasionalisme yang lahir dari sistem kapitalisme telah memagari negeri-negeri kaum muslimin. Nasionalisme telah memandulkan keadilan, karena dia memberi jalan pada penjajah Zionis untuk leluasa membantai anak-anak Gaza. Negara-negara arahan Barat yang menjadi pengusung kapitalisme, justru mengambil solusi dua negara yang jelas-jelas solusi ini tidak bisa menyelesaikan perang ideologi tersebut.
Umat ini tidak akan pernah memiliki kemuliaan dan meraih kemenangan kecuali dengan Islam. Kita akan selamanya berada dalam kemunduran sampai ada sekelompok orang dari umat yang siap menerima panji kepemimpinan dengan berpegang teguh pada Islam, baik sebagai aturan, perilaku, pergerakan, pengetahuan, maupun jihad.
Saatnya kaum muslimin menyatukan pemikiran dan perasaan hingga pemuda Timur Tengah bangkit melawan rezim mereka dan bergerak membebaskan Palestina. Aktivitas ini hanya bisa dilakukan oleh partai politik ideologis, di mana para pemuda tersebut akan berjuang dengan thoriqoh umat hingga umat menghendaki tegaknya Khilafah dan mengangkat seorang Khalifah untuk memimpin kaum muslimin dalam pembebasan Palestina. Karena hanya dengan Khilafahlah, Palestina bisa dibebaskan dan dimerdekakan secara nyata. Sebab, Rasulullah saw. telah bersabda, "Imam (Khalifah) adalah perisai, di belakangnya kaum muslim berperang dan berlindung." (HR. Muslim)
Wallahualam bissawab. [Ni]
Baca juga:

0 Comments: