Oleh. Indri Wulan Pertiwi
(Aktivis Muslimah Semarang)
SSCQMedia.Com-Kasus Tindak Pidana Penjualan Orang (TPPO), semakin marak saat ini. Kemiskinan sebagai akar permasalahannya.Sistem kapitalisme yang berkembang, telah memperkuat kesenjangan ekonomi dan membuka pintu bagi kasus TPPO. Dalam konteks ini, penerapan sistem Islam kafah melalui sistem ekonominya, dapat menjadi alternatif komprehensif yang dapat memutus rantai tindakan TPPO.
Belum lama ini, polisi berhasil menggagalkan pengiriman pekerja migran ilegal ke luar negeri di Bandara Soekarno-Hatta dan menangkap tujuh pelaku yang merupakan perekrut CPMI (Calon Pekerja Migran Indonesia). Para tersangka ini, menawarkan iming-iming gaji yang tinggi kepada korban. Mereka dijerat dengan berbagai pasal Undang-Undang terkait perdagangan orang dan perlindungan pekerja migran Indonesia. Kepala BP3MI Banten dan Kementerian Tenaga Kerja, mengapresiasi langkah Polresta Bandara Soetta dalam mengungkap kasus tersebut. (detik.com,16-1-2025)
Kasus Tindak Pidana Penjualan Orang (TPPO) yang makin marak, menunjukkan perlunya melihat akar penyebab yang dalam. Sistem kapitalisme sekuler, mendorong individu untuk melampaui batas dan memaksa mereka terjebak dalam bisnis yang memperlakukan manusia sebagai barang dagangan. Bisnis penyaluran tenaga kerja ilegal menjamur, karena kurangnya regulasi, memungkinkan agen untuk menipu masyarakat.
Kemiskinan dalam masyarakat tidak hanya disebabkan oleh faktor individu atau ketidakmauan untuk bekerja, tetapi juga dipengaruhi oleh kebijakan kapitalistik yang ada. Contohnya kebijakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 12%, yang menyebabkan kenaikan harga kebutuhan pokok, sementara biaya layanan dasar terus melonjak tanpa lapangan pekerjaan yang cukup. Sehingga, rakyat harus berjuang untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari dalam situasi sulit ini, terpaksa memilih menjadi pekerja migran dengan risiko yang tinggi. Hal ini tak ubah seperti lingkaran setan yang sulit diputuskan dan menciptakan tantangan kompleks bagi masyarakat.e
Pemerintah Indonesia memang telah menetapkan beberapa regulasi untuk menangani kasus perdagangan orang, termasuk melalui rencana aksi nasional pencegahan dan penanggulangan TPPO, yaitu dengan membentuk Gugus Tugas di daerah rawan, seperti wilayah perbatasan, sesuai dengan UU 21/2007, UU 14/2009, UU 18/2017, dan aturan terkait lainnya. Namun, Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI), merasa bahwa upaya yang dilakukan belum cukup efektif dalam mereduksi kasus TPPO, karena sanksi terhadap pelaku dianggap masih terlalu ringan dan lambannya respon aparat terhadap laporan-laporan menyebabkan penanganan kasus menjadi berlarut-larut.
Sejatinya, negara memiliki peran penting. Maka, tidak cukup bagi negara hanya merumuskan regulasi untuk mencegah tindak TPPO. Namun, negara perlu terlibat secara preventif untuk mengatasi akar permasalahan kemiskinan yang merajalela di masyarakat. Kemiskinan, sebenarnya disebabkan oleh ketidakpedulian negara terhadap rakyat dan menjadi sekadar fasilitator bagi pemilik modal.
Dan untuk mencegah kasus Tindak Pidana Penjualan Orang (TPPO), negara perlu memastikan pemenuhan kebutuhan rakyat dan memberikan perlindungan. Karena, sebagai pemimpin sudah seharusnya memastikan kesejahteraan setiap individu di bawah kepemimpinannya, sesuai dengan paradigma Islam bahwa pemimpin adalah ra'in atau pengurus rakyat.
Pendekatan sistemis dan komprehensif, menjadi kunci utama dalam hal ini. Sistem ekonomi Islam, yang didasarkan pada prinsip keadilan, keseimbangan, dan distribusi yang merata. Islam telah menawarkan solusi yang menarik dan komprehensif dengan mengintegrasikan nilai-nilai moral dan etika dalam setiap transaksi ekonomi. Sistem ini dapat menjadi landasan yang kuat untuk memerangi TPPO dari akarnya.
Dalam sistem Islam, pendapatan negara ditata dari tiga sektor utama: Pertama, kepemilikan individu seperti sedekah, hibah, dan zakat. Kedua, kepemilikan umum, seperti tambang, minyak bumi, gas alam, dan hutan. Ketiga, kepemilikan negara seperti jizyah, kharaj, fai dan lain-lain. Yang semua itu tersimpan di Baitulmal.
Dengan sumber pendapatan yang beragam inilah, negara Islam (Khilafah) dapat mensejahterakan rakyatnya dengan memenuhi kebutuhan dasar rakyat, menciptakan lapangan kerja, merekrut tenaga kerja, sehingga laki-laki dewasa yang mencari nafkah dapat memenuhi kebutuhan keluarganya tanpa harus melibatkan perempuan dan anak-anak sebagai tulang punggung ekonomi keluarga. Selain itu, negara dalam Islam juga memiliki peran dalam mengawasi transaksi ekonomi masyarakat agar sesuai dengan prinsip syariah.
Khilafah juga menyelenggarakan sistem pendidikan Islam untuk membentuk kepribadian Islam yang kuat pada rakyatnya. Karena, sistem pendidikan Islam yang didasarkan pada akidah Islam akan mencetak individu berkepribadian Islam, yang mematuhi nilai-nilai syariah dan menjauhi perbuatan yang melanggar hukum agama, termasuk bisnis perdagangan orang. Selain itu, negara Islam akan memberlakukan sistem sanksi yang tegas bagi pelanggar syariat sesuai hukum yang di tetapkan oleh Allah Swt. sehingga mampu memberi efek jera kepada para pelaku TTPO.
Menyadari pentingnya peran negara dalam menyelesaikan masalah TPPO, langkah-langkah konkret perlu segera diimplementasikan. Penguatan regulasi, transparansi yang lebih besar, serta pendekatan inklusif yang melibatkan berbagai pihak menjadi hal penting dalam upaya ini. Dan hanya melalui penerapan sistem Islam kafah yang mengedepankan keadilan dan keberpihakan pada yang lemah, dapat menjadi panduan berharga bagi negara-negara dalam membangun fondasi ekonomi yang berkelanjutan. Sehingga menciptakan masyarakat sejahtera dan bersama-sama menuju masa depan yang lebih adil dan berkelanjutan, di mana tindakan TPPO tidak lagi memiliki tempat. Wallahu'alam. [US]
Baca juga:

0 Comments: