OPINI
Salah Tata Kelola, Krisis Air Bersih Menghantui Rakyat
Oleh. Ummu Salman (Pegiat Literasi)
SSCQMedia.Com- Krisis air bersih masih saja terjadi di beberapa daerah di Indonesia. Seperti yang terjadi di banyak wilayah di NTT dan NTB, akses terhadap air bersih masih terbatas. Dari data BPBD Tahun 2024, ada sekitar 500 ribu jiwa di NTB yang tersebar di 77 kecamatan mengalami kekeringan. Sementara itu, menurut data BMKG pada bulan September 2024 lalu dilaporkan tentang kekeringan ektrem di sejumlah titik akibat selama berbulan-bulan tidak turun hujan. (nationalgeographic.grid.id, 7/12/2024)
Krisis air bersih yang terjadi di tengah berlimpahnya sumber daya air di negeri ini sesungguhnya menunjukan ada tata kelola air yang salah dan berbahaya bagi kelangsungan hidup rakyat. Ada beberapa faktor penyebab krisis air, yaitu isu monopoli sumber-sumber mata air untuk industri, alih fungsi lahan yang merusak daerah resapan, maupun pencemaran DAS akibat buruknya tata lingkungan, industrialisasi dan buruknya perilaku masyarakat.
Misalnya saja alih fungsi lahan, membuat hutan rusak karena banyaknya penebangan pohon yang seharusnya berfungsi untuk resapan air. Terkait hal ini, menarik apa yang disebutkan oleh Bapennas, bahwa kelangkaan air baku dipicu oleh kerusakan hutan, terutama untuk pulau-pulau seperti Pulau Jawa, Bali, dan Nusa Tenggara yang tutupan hutannya sangat rendah. Bapennas juga menyebutkan bahwa tutupan hutan akan semakin berkurang, yaitu dari sebanyak 50 persen dari luas lahan total Indonesia (188 juta hektar) di tahun 2017, menjadi hanya sekitar 38 persen di tahun 2045.
Sistem kapitalisme yang diterapkan hari ini meniscayakan kondisi tersebut masif terjadi. Sebagian besar hutan telah dialihfungsikan menjadi kawasan ekonomi dan kepentingan industri. Hal ini tak bisa dilepaskan dari prinsip ekonomi kapitalisme yaitu liberalisasi. Melalui liberalisasi, dibolehkan bagi siapa saja, selama ia memiliki modal untuk mengelola sumber daya alam termasuk hutan di dalamnya.
Liberalisasi juga yang menjadi penyebab terus berlangsungnya privatisasi sektor air, padahal sesungguhnya air adalah milik umum, namun kini telah berubah menjadi milik swasta baik itu dimiliki individu perorangan maupun kelompok dalam bentuk perseroan. Sayangnya, penguasa tetap tidak menunjukan kepeduliannya atas rakyat yang sedang sengsara menghadapi krisis air bersih. Sehingga masyarakat mengalami krisis air atau kesulitan mengakses air bersih berkualitas dan gratis
Negara dalam sistem kapitalisme-sekuler telah mengabaikan perannya sebagai raa'in atau pengurus bagi rakyatnya. Mereka para penguasa, sekedar diposisikan sebagai regulator yang mengabaikan tugas mereka untuk memenuhi kebutuhan dasar bagi rakyatnya, termasuk kebutuhan akan air bersih. Alih-alih memperbaiki tata kelola air, negara malah bertindak sebagai pedagang yang turut mencari untung dari kebutuhan rakyatnya.
Sesungguhnya negeri ini membutuhkan visi politik yang berorientasi pada kesejahteraan rakyat. Dan hal tersebut akan bisa terwujud hanya dengan kepemimpinan Islam. Seorang pemimpin dalam Islam bertanggung jawab untuk memenuhi kebutuhan dasar rakyatnya, yang salah satunya adalah kebutuhan akan air bersih. Dan kepemimpinan ini akan dimintai pertanggungjawaban di akhirat nanti, sehingga semestinya pemimpin benar-benar peduli terhadap urusan rakyatnya.
Sebagai sebuah sistem, Islam juga memiliki aturan terkait tata kelola air. Dalam Islam, sumber-sumber mata air, sungai, laut, selat, teluk, danau merupakan kepemilikan umum sehingga tidak boleh dikomersialisasi. Sebagai kepemilikan umum maka hak pengelolaannya diberikan kepada negara, bukan diserahkan pada korporasi.
Apa pun alasannya, Islam melarang pengelolaan kepemilikan umum diserahkan kepada swasta, sebagaimana dalam sistem kapitalisme yang menggunakan skema investasi atau skema lainnya. Syekh Taqiyuddin an Nabhani menyatakan dalam kitabnya yang berjudul As-Syakhsiyah Al-Islamiyah halaman 161: “Asy-Syar’i telah memerintahkannya agar senantiasa memperhatikan rakyatnya, memberinya nasehat, memperingatkannya agar tidak menyentuh sedikitpun harta kekayaan milik umum, dan mewajibkannya agar memerintah rakyat dengan Islam saja tanpa yang lain.”
Negara juga akan menentukan hima di daerah hulu untuk memastikan daerah resapan tetap terjaga. Khilafah akan mengelola mata air sehingga semua rakyat bisa menikmatinya secara gratis. Negara juga wajib mendirikan industri air bersih perpipaan hingga terpenuhi kebutuhan air bersih setiap individu masyarakat kapan pun dan di mana pun, dengan memanfaatkan berbagai kemajuan sainstek sebagaimana terjadi pada era Khilafah. Wallahualam bissawab. [Hz]
Baca juga:

0 Comments: