Kisah Inspiratif
Paitua Itu Bapakku
Oleh. Annisa Yuliasih
SSCQMedia.Com- Aku menghabiskan masa kecil hingga Sekolah Menengah Atas, di pulau paling timur Indonesia. Sebelumnya, pulau itu bernama Irian Jaya, namun sekarang berganti nama menjadi Papua.
Aku tinggal di kota Manokwari, di Desa Amban. Sebuah desa di atas bukit, dengan pemandangan yang sangat indah. Suatu hal yang selalu terkenang dalam ingatanku.
Bapakku, bertugas untuk bekerja di kota Manokwari, semenjak tahun 1967 hingga pensiun. Kala itu, beliau ditugaskan oleh pemerintah untuk berdedikasi di Lembaga Penelitian Pertanian dan juga memberikan penyuluhan bercocok tanam secara benar kepada warga.
Tugas inilah, yang menyebabkan bapakku selalu pergi ke daerah-daerah pelosok atau pedalaman, keluar masuk hutan, bahkan berjalan kaki berhari-hari untuk melaksanakan amanahnya.
Akhirnya, bapak jarang di rumah. Seingatku, paling lama bapak ada di rumah itu hanya 1 bulan. Setelah itu, bapak akan pergi bertugas lagi. Ritme kerja yang sama, dalam jangka waktu yang lama.
Setiap bapak berangkat, sebenarnya aku merasa sedih. Hanya saja, mungkin karena usia yang masih sangat kecil, belum mampu mengungkapkan. Akibatnya, setiap kali bapak berangkat, malamnya badanku akan langsung panas. Hal itu sering berulang, hingga suatu ketika ibuku berkata,"kamu kangen bapakmu ya, gini aja, pakai sarungnya bapak ini ya, untuk selimut. Supaya kamu merasa ditemani."
Lucu memang ya, tapi itulah yang dilakukan ibuku setiap kali badanku panas saat bapak pergi kerja. Walau sedih, ketika bapak pergi, ada satu hal yang selalu membuatku senang, yaitu ketika bapak pulang. Bapak pasti akan membelikan oleh-oleh untukku. Apalagi, bila bapak bertugasnya ke kota lain, yang lebih besar dan ramai, dibandingkan kota Manokwari. Maka, akan semakin banyak oleh-oleh yang dibawa.
Aku masih ingat, oleh-oleh yang paling sering dibawakan bapak adalah boneka. Hingga koleksi bonekaku sangat banyak. Kepulangan bapak selalu menjadi hal yang kunanti-nanti. Ketika sudah tahu jadwal bapak pulang, pasti aku akan mencari-cari beliau, bila belum tampak di rumah.
Terkadang bapak bercanda, iseng, dengan sengaja bersembunyi, agar tidak ketahuan aku. Lalu, ibu menyuruhku mencari di mana bapak bersembunyi. Ketika akhirnya ketahuan tempat persembunyian bapak, maka pasti kami akan tertawa bersama-sama dan berpelukan. Saat-saat yang sangat membahagiakan.
Ketika bapak ada di rumah, bapak sering mengajak kami sekeluarga untuk jalan-jalan. Tempat hiburan yang ada di sana, kala itu, hanya pantai dan sungai. Maka, tempat itulah yang selalu kami kunjungi. Namanya Pantai Pasir Putih. Dinamakan demikian, karena memang pasirnya putih bersih. Pantai tersebut selalu ramai di hari libur.
Sebenarnya, di dekat rumahku juga ada pantai. Tapi, karena langsung bersambung dengan laut lepas, jadi jarang digunakan untuk berenang, sangat berbahaya.
Selain ke pantai, bapak juga mengajak kami berlibur ke sungai, yang kami sebut dengan Kali Maruni. Sungai yang sangat jernih dengan banyak bebatuan hitam besar dan kecil, menghiasi pinggir sampai dasar sungai.
Sungai ini, juga sebagai tempat aktivitas warga untuk mengambil air, mencuci dan mandi. Namun, ada wilayah khusus. Pengunjung tidak boleh ke bagian itu. Kalau nekat, akan diteriaki warga yang sedang beraktivitas di sana. He-he. Sungainya tidak begitu dalam, airnya sangat segar, membuat betah untuk berlama-lama berendam di sana.
Bapak juga, sering mengajakku ke kantornya. Aku boleh masuk ke ruang kerjanya atau bermain-main di teras yang menghubungkan tiap ruang-ruang kerja. Aku sangat senang. Karena, suasananya sangat tenang dan nyaman. Banyak tanaman dan ada kebun di bagian belakang kantor.
Ada banyak pohon pala di sana. Saat mendekati lebaran, biasanya bapak akan membeli buahnya untuk dibuat sirup pala, sebagai sajian buat tamu yang datang saat bersilaturahmi.
Kadang di hari Minggu pagi, bapak mengajakku jalan pagi. Mengitari halaman kantor yang sangat luas. Udara terasa sangat segar, dan suasana yang sepi. Aku selalu merasa betah di sana.
Waktu terus berlalu, hingga aku duduk di bangku sekolah menengah. Bapak masih tetap jarang di rumah. Terakhir, beliau ditugaskan untuk sekolah lagi di IPB Bogor dan lanjut ke luar negeri. Semenjak sekolah diluar negeri. Bapak jarang pulang, karena menghemat biaya.
Otomatis, aku tak berjumpa dengan bapak untuk sekian tahun. Hanya berkomunikasi lewat telepon. Namun, aku sangat senang, karena bapak kerap mengirimkan kabar, melalui kiriman kartu pos dengan gambar pemandangan indah di tempat bapak sekolah.
Bapak juga sering mengirimkan aku perangko luar negeri. Bapak tahu hobiku adalah filateli. Aku sampai mempunyai beberapa album perangko saat itu. Senang rasanya menerima kiriman kartu pos. Aku jadi bisa sekalian mengoleksi perangko-perangkonya.
Ada hal lucu, yang terjadi. Dan masih teringat sampai saat ini, terkait ketiadaan bapak disampingku.Teman-temanku di SMP dan SMA, tidak mengenal bapakku. Karena memang tidak pernah jumpa, saat mereka main ke rumahku. Nama bapakku pun, mereka tidak tahu.
Suatu ketika, temanku main ke rumah. Ada salah seorang di antara temanku, yang bernama sama dengan bapak. Saat itu, datang pak Pos mengantarkan surat dan menyampaikan, "Pos ..., untuk Soenarto."
Temanku yang bernama sama, otomatis terkejut dan berkata, "kok pak Pos bisa tahu saya ada di sini?" tanyanya keheranan. Aku langsung tertawa dan berkata, maaf itu untuk Bapakku. Bapakku bernama Soenarto. Dari situ, mereka tahu nama bapakku.
Ada juga teman SMP yang bertanya, "Cit (nama panggilan kecilku), ko kan tra pernah jumpa ko pu bapak, memangnya ko kenal ko pu bapak?" (Kamu kan tidak pernah jumpa bapakmu, apa kau kenal siapa bapakmu?)
Aku tertawa dan berkata, "Tentu saja sa kenal lah, tong juga suka baku telpon" (tentu saja saya kenal, kita sering saling telpon).
Pernah suatu pagi, teman SMA ku berkata, "Eh Cit, kemarin sa lihat ko di Pelabuhan, sama paitua rambut putih, itu ko pu tete ka?" (Eh Cit, kemarin aku lihat kamu di Pelabuhan, bersama laki-laki tua berambut putih, apakah itu kakekmu?)
"Eh, bukan. Itu sa pu bapak" jawabku. (Eh, bukan. Itu Bapakku)
"Oh, soalnya rambut putih jadi." sahut temanku. Kami pun tertawa bersama.
Ya, bapakku memang sudah tua. Jarak usiaku dan kakakku terpaut jauh. Jadi, aku sering disangka cucu dari orangtuaku.
Kini, skenario Allah berganti. Saat ini aku selalu bersama bapak. Setiap hari, 24 jam. Menemani beliau di usia yang sudah sangat senja. Meresapi semua pelajaran kehidupan yang terjadi. Selama ini, bapak memang sering menasehatiku tentang pelajaran kehidupan.
Walaupun sudah tak lagi banyak berkata-kata, walaupun tubuhnya terbaring lemah, namun pelajaran kehidupan itu terus beliau berikan dalam peristiwa yang terjadi pada dirinya. Nasehat yang begitu nyata, yang menghujam langsung ke dada.
Allah berfirman dalam QS Yasin: 68,
"Dan barangsiapa yang Kami panjangkan umurnya niscaya Kami kembalikan dia kepada kejadian (nya). Maka apakah mereka tidak memikirkan?"
Dengan tafsirnya sebagai berikut:
Barangsiapa yang Kami panjangkan umurnya hingga menua, maka Kami akan kembalikan keadaannya seperti ketika dia masih kecil; lemah badan dan akalnya. Tidakkah manusia berfikir bahwa Dzat Yang mampu melakukan hal ini, juga mampu membangkitkan mereka?
(Tafsir Al-Madinah Al-Munawwarah / Markaz Ta'dzhim al-Qur'an di bawah pengawasan Syaikh Prof. Dr. Imad Zuhair Hafidz, professor fakultas al-Qur'an Univ Islam Madinah)
Saat ini, adalah waktunya gantian aku yang merawat belià u. Merawat dengan penuh kasih sayang dan kesabaran, layaknya beliau memperlakukan aku dulu. Siklus manusia terus berjalan sesuai ketetapan Allah.
Paitua, rambutnya putih semua. Sering dipangģil "mister" sama anak-anak kecil Papua. Karena disangka orang bule, padahal asli Jawa.
Itulah seorang bapak. Jarang bersama disebabkan amanah kerja. Di situlah letak pengorbanannya. Demi menafkahi keluarga tercinta. Semoga Allah selalu merahmati dan memberikan berkah-Nya.
I love you, Bapak.
Sidoarjo, 23 Desember 2024 [US]
Baca juga:

Berembun mataku membacanya...
BalasHapusSemoga selalu dalam keberkahan usia