Kisah Inspiratif
Mah, Masakanmu Selalu Kurindukan
Oleh. Rina Herlina
SSCQMedia.Com- Membicarakan sosok ibu, tak akan ada habisnya. Karena ibu adalah orang yang paling berjasa melahirkan kita ke dunia. Ibu rela bahkan senang saat mengetahui kehadiran kita dalam rahimnya. Tidak cukup sampai di situ, bahkan ibu rela mempertaruhkan nyawanya saat melahirkan kita. Sungguh luar biasa pengorbanan seorang ibu untuk menghadirkan kita ke dunia.
Mamahkupun demikian pastinya. Empat tahun mamah menunggu kehadiranku dalam rahimnya. Sampai akhirnya Allah izinkan aku berada dalam perut mamah selama sembilan bulan. Pasti banyak suka duka yang dilalui mamah saat mengandungku. Apalagi saat itu mamah berada di rantau, jauh dari keluarga besarnya. Ya, setelah menikah mamah memang mau ikut dan tinggal di kampung halaman bapak. Bahkan sampai kini usiaku sudah tiga puluh enam tahun, hanya sesekali saja mamah pulang ke Ciamis. Kadang aku suka berpikir, apakah mamah tidak pernah rindu kepada kedua orang tuanya dan adik-adiknya di sana. Mengapa mamah bisa setabah itu di perantauan?
Mamah memang tipikal yang tidak banyak bercerita. Untuk hal-hal pribadi, mamah sangat tertutup. Kepada kami anak-anaknyapun mamah jarang bercerita. Cara mamah menunjukkan kasih sayang memang tidak seperti ibu-ibu kebanyakan. Tapi sebagai anak tentu saja aku bisa merasakannya. Mamah menyayangi dalam diam. Tidak banyak berekspresi, namun kami anak-anaknya sangat bisa merasakannya.
Masakan mamah itu selalu ngangenin. Menu masakan mamah memang tidak selezat masakan para chef. Bahkan sangat sederhana, namun selalu membuat kami terutama aku, rindu pada masakannya. Apalagi bakwan buat mamah, hmm enak, gurih, kriuk, ah pokoknya terenak. Banyak banget masakan mamah yang selalu membuatku rindu. Ada sayur sop, lodeh, orek tempe, serundeng ciput, nasi kuning, dan masih banyak lagi. Rasanya, semua makanan yang dibuat mamah selalu enak di lidahku.
Namun, sejak aku pergi merantau ke Sumbar di tahun 2014, sejak saat itu aku tidak lagi pernah merasakan masakan mamah. Kangen pastinya, namun apa boleh buat, takdir Allah membawaku sampai di kota Payakumbuh ini. Jika aku rindu masakan mamah, aku coba buat dan aku coba mengingat-ingat rasanya agar aku bisa membuat persis seperti buatan mamah.
Ah, mah, waktu terasa begitu cepat berlalu. Dulu aku masih sering membuatmu menangis. Aku sering menyakitimu, membantahmu, dan menyepelekan nasihatmu. Kini aku menyesal mah, aku mohon maaf atas dosa-dosaku di masalalu ya mah.
Apalagi sekarang akupun sudah menjadi seorang ibu. Sungguh betapa beratnya tugas seorang ibu di zaman ini mah. Tantangannya banyak dan berat. Saat anak-anakku membantah dan tidak menghiraukan nasihatku, sungguh hatiku sakit mah. Aku benar-benar tidak terima jika anak-anakku sulit diarahkan. Aku seringkali merutuki diriku, terbayang bagaimana perlakuanku dulu kepadamu. Akhirnya aku hanya bisa menangis dan memohon ampun atas dosa-dosaku kepadamu di masalalu.
Padahal aku anak tertua ya mah, seharusnya aku bisa memberikan contoh yang baik kepada adik-adikku kala itu. Tapi apa yang kulakukan, justru memberi contoh yang buruk. Aku malu mah, aku malu jika mengingat perilakuku dulu. Sering bikin masalah apalagi dengan bapak. Mamah pasti selalu khawatir jika aku sudah bertengkar dengan bapak. Karena mamah tahu bapak temperamen, mamah takut jika bapak sampai menyakiti dan memukulku. Jika sudah begitu, mamah akan selalu pasang badan untukku. Beginilah kasih sayang seorang ibu. Dia tidak akan pernah rela jika anaknya disakiti, sekalipun oleh suaminya sendiri.
Tapi mah, sekarang mamah tidak perlu khawatir lagi ya. Insyaallah aku di sini sudah berubah menjadi pribadi yang lebih baik dari yang dulu. Aku jemput hidayah yang Allah hadirkan mah. Aku bertemu sahabat-sahabat salihah di sini yang memiliki orientasi hidup hanya untuk akhirat. Aku bahagia menemukan jemaah ini mah. Karena aku jadi tahu tentang konsep birrul walidain. Tentang bagaimana aku harus rida atas setiap ketetapan dari Rabbku sekalipun itu menyakitkan, seperti kisah masalaluku yang seringkali bertengkar dengan bapak. Ya, aku sekarang sudah berdamai dengan masalalu. Aku tidak lagi marah atas sikap bapak yang selalu kasar. Aku mencoba ikhlas atas semuanya Mah.
Aku ingin seperti dirimu Mah, yang selalu sabar dalam setiap keadaan. Yang selalu memilih diam ketimbang berteriak. Meski bertubi-tubi kesakitan yang kau dapatkan atas sikap kasar bapak, namun engkau selalu bungkam dan memilih memaafkan. Mah, kenapa bisa sekuat itu?
Ajarkan aku tentang sebuah kesabaran Mah, ajarkan aku tentang memaafkan. Bagaimanapun memaafkan itu adalah termasuk perkara sulit. Baik-baik di sana ya Mah, semoga Allah selalu menjagamu dengan penjagaan terbaik.
Aku masih butuh doa-doamu untuk menjalani kehidupanku Mah. Semoga Allah berkenan mempertemukan kita kembali, berkumpul seperti dulu. Jika dulu mamah yang merawatku sampai dewasa, maka semoga kelak Allah izinkan aku merawat dan menjagamu di masa tuamu. Aamiin
Meski sebenarnya, saat ini aku ingin menemanimu dalam menjalani hari-harimu yang berat, apalah daya, Allah belum mengizinkan aku pulang dari tanah rantau ini. Mamahkan tahu ongkos untuk pulang dari sini bukan nominal yang sedikit. Mohon bersabar ya Mah, insyaallah aku ingin pulang. Doakan aku selalu agar bisa kembali menemui dan menemanimu di usia senjamu.
Doa terbaikku selalu untuk kalian di sana. Aku tahu hari-harimu masih sama beratnya seperti dulu. Bedanya, dulu aku ikut menyumbang berbagai kesulitan yang kamu rasakan. Kini, aku memang tidak lagi ikut andil dalam beratnya perjuanganmu dalam menjalani kehidupan. Saat ini, memang kehidupan itu sendiri yang memang begitu sulit untuk dijalani. Karena kita berada dalam sistem kufur yang sudah sangat merusak tatanan kehidupan kita dan umat seluruhnya.
Semoga sistem kufur ini segera berakhir ya Mah. Berganti sistem Islam yang diterapkan secara menyeluruh. Agar kita dipaksa untuk masuk surga bukan dipaksa masuk neraka seperti yang terjadi sekarang. Semoga saat sistem Islam itu tegak, kita masih hidup dan menyaksikan bagaimana Islam menjadi agama yang rahmatan lil a'lamiin. Wallahua'lam. []
Payakumbuh, 19 Desember 2024
Baca juga:

0 Comments: