Oleh. Annisa Yuliasih
SSCQMedia.Com- Semenjak kedua kakakku pergi kuliah ke pulau Jawa, khususnya di kota Pahlawan, Surabaya, praktis cuma ibu dan aku saja pengisi rumah peninggalan Belanda itu, karena bapak juga masih menjalankan amanah kerjanya. Rumah kami di Papua memang merupakan komplek perumahan peninggalan Belanda zaman masa penjajahan.
Usiaku dengan kakak-kakakku memang terpaut jauh. Aku duduk di kelas 6 SD, saat kakak-kakakku menimba ilmu, yakni kuliah. Kehadiran diriku di dunia ini memang di luar rencana ibuku. Tetiba ibuku hamil lagi di usia yang sudah tidak muda. Ibu sempat dianjurkan oleh dokter untuk menggugurkan kandungannya, karena dianggap berbahaya bagi kesehatan beliau. Tapi ibuku tak mau melakukan hal tersebut, dan memilih untuk pindah dokter kandungan. Ibuku berkata bahwa dokter itu bukan Tuhan, bukan dia penentu kejadian. Rejeki tak boleh ditolak.
Dan memang, skenario Allah adalah yang terbaik. Ibuku berucap padaku, "Cit, kamu tahu kenapa Allah kasih ibu hamil kamu?"
"Tidak tahu, Bu" jawabku.
"Karena Allah ingin memberi ibu teman di sini saat semuanya pergi, kakak-kakakmu kuliah, bapak juga bertugas. Kalau tidak ada kamu, ibu akan sendiri. Jadi Allah menghadirkan kamu untuk menemani ibu saat ini," kata ibu.
Masyaallah, semua memang ada hikmahnya kalau kita berpikir. Segala sesuatu yang terjadi pada diri kita memang sudah menjadi ketentuan Allah.
Allah berfirman dalam QS. Ar-Ra'd ayat 8 yang artinya: “Segala sesuatu itu di sisi Allah adalah dengan ketentuan takdir.”
Allah juga berfirman: “Mungkin kamu tidak menyukai sesuatu, padahal Allah menjadikan padanya kebaikan yang banyak.” (QS. An-Nisa’: 19)
Waktu terus berjalan, aku dan ibuku menjalani hari-hari di Papua berdua saja. Ibuku sering berbagi kisah denganku, memberikan berbagai nasehat juga.
Ibuku adalah seorang guru di sebuah sekolah menengah negeri di Manokwari. Sekolah yang sama dengan tempat aku menimba ilmu. Beliau mengajar di kelas bahasa, dan IPS, juga sebagai guru Tata Krama. Tugas beliau sebagai pengajar tata krama inilah yang sering membuatku tak bebas, karena aku selalu dalam pengawasan beliau. Terkadang sebagai anak muda, suka iseng meniru perilaku teman-teman dalam bergaul, berpakaian atau berpenampilan. Namun, begitu sampai di rumah pasti akan langsung mendapat teguran keras. Awalnya memang terasa tidak enak, tapi aku tahu itu memang untuk kebaikanku dan pada akhirnya hal itu juga yang membentuk karakterku saat ini.
Nasihat-nasihat ibuku yang sering disampaikan sambil ngobrol-ngobrol santai selalu bisa tertanam di benak dengan sangat baik. Walaupun kala itu aku tak merasa memerlukan nasihat-nasihat karena merasa tak ada masalah apa-apa dengan diriku. Aku sangat menikmati hidupku dan merasa enjoy saat itu.
Teman-temanku banyak dan baik, namun ibuku suka melarang bila aku bepergian jauh dengan teman-temanku. Ibu lebih menyuruh aku mengajak teman-teman main ke rumah kami, dan karena ibuku ramah, semua teman-temanku juga mengenal baik pada ibuku.
Kini saat aku dewasa, baru kusadari betapa berharganya nasihat-nasihat ibuku. Karenanya, nasihat itulah yang kupakai kini dalam menghadapi berbagai persoalan kehidupan yang kuhadapi. Tanpa kusadari, aku pun mengadopsi cara berpikir ibuku. Bahkan cara menasihati anakku kini pun meniru cara ibu menasihatiku.
Ketika aku kuliah ke Jawa, bapak sudah selesai bertugas, jadi bisa menemani ibuku. Masyaallah, begitu sempurna skenario Allah untuk tidak membiarkan ibuku sendirian.
Namun ada satu hal yang sedikit aku sesali, yaitu ketika ibu sakit hingga meninggal di Papua, aku tak bisa menunggui dan merawat beliau. Hanya sempat bercakap-cakap dan mendoakan lewat telepon. Namun ajal adalah ketetapan Allah yang memang menjadi rahasia Allah.
"Tiap-tiap umat mempunyai batas waktu maka apabila telah datang waktunya mereka tidak dapat mengundurkannya barang sesaat pun dan tidak dapat (pula) memajukannya."
(QS. Al A'raf: 34)
Bapak bercerita bahwa saat ibuku meninggal, begitu banyak orang yang datang ke rumah untuk menyampaikan belasungkawa, bahkan ketika jenazah ibu dibawa ke bandara, karena akan di makamkan di Sidoarjo, bandara penuh dengan murid-murid dan kenalan beliau yang menghantarkan kepergiannya.
Masyaallah ternyata ibuku banyak meninggalkan jejak kebaikan sehingga dicintai orang banyak. Beliau dalam akhir hayatnya pun, masih memberi banyak nasehat bagi diriku, untuk menjadi orang yang baik dan bermanfaat bagi orang lain.
Terima kasih ibu untuk segala pelajaran kehidupan yang telah engkau berikan. Semoga Allah selalu merahmati dan memberikan surga-Nya bagimu Ibuku.
I Love You Ibu. [Hz]
Sidoarjo, 22 Desember 2024
Baca juga:

0 Comments: