Headlines
Loading...
Oleh. Naila

SSCQMedia.Com- Dengan berkembangnya zaman, berkembang pula pemikiran manusia. Orang tua zaman dahulu berpikir dengan banyak anak maka akan banyak rezeki, sehingga banyak kita jumpai di zaman nenek-nenek kita dulu memiliki banyak anak hingga ada yang sampai punya anak 16. Namun, kini pemikiran itu telah terkikis dengan berkembangnya zaman.

Saat ini, di Indonesia telah berkembang pemikiran baru tentang keturunan (anak). Yaitu, fenomena ide childfree. Untuk diketahui, childfree ini adalah pilihan bagi pasangan yang telah menikah untuk tidak memiliki anak, baik secara biologis maupun melalui adopsi. Persentase perempuan di Indonesia yang memilih childfree cenderung meningkat dalam empat tahun terakhir. Menurut hasil Susenas 2022, persentase perempuan yang memilih childfree di Indonesia saat ini sekitar 8 persen, hampir setara dengan 71 orang. Itu berarti sekitar 8 orang diketahui memilih childfree dari 100 perempuan usia produktif. (Kompas.com, 8/3/2024).

Walaupun di Indonesia yang memilih untuk childfree terbilang kecil dibanding negara-negara barat, seperti Cina dan Jepang, namun, BPS mencatat angka kelahiran bayi tiap tahunnya menunjukkan penurunan yang cukup drastis. Yakni dari 2,6 pada 2010 menjadi 2,18 pada 2020. Jika dibiarkan terus berkembang, maka Indonesia akan mengalami depopulasi yang akan berakibat kurangnya tenaga kerja sehingga beban ekonomi negara bertambah. Lebih jauh, depopulasi akan berdampak pada kejatuhan negara. Pernyataan ini bisa dikonfirmasi pada hasil penelitian seorang antropolog dan sejarawan Prancis, Emmanuel Todd dalam bukunya "La Chute Finale" yang terbit tahun 1976. Kala itu ia memprediksi negara adidaya Uni Soviet akan runtuh dilihat dari angka kematian bayi terus meningkat.

Dampak buruk childfree telah nampak jelas. Namun, sayang pemerintah terkesan abai terhadap fenomena ini. Tidak ada upaya serius untuk membendung pemikiran childfree ini. BKKBN hanya berupaya untuk semakin menggencarkan program KB (keluarga berencana dengan dua anak) yang itu pun terkesan membatasi anak. Bahkan pemerintah terlihat mendukung dengan membenarkan kampanye Komnas perempuan bahwa childfree merupakan bagian dari HAM yang harus dihormati.

Memang, ada faktor yang mendorong berkembangnya childfree di negeri ini. Di antaranya: Ketakutan akan masa depan. Mereka berpandangan bahwa hidup tanpa anak saja sudah sulit apalagi kalau punya anak, beban hidup akan bertambah. Logika ini makin masuk pada pemikiran umat, terutama perempuan muda. Mereka takut jika punya anak nanti tidak bisa memberikan kebahagiaan dan juga memberikan pendidikan yang tinggi karena mahalnya biaya.

Pola pikir liberal yang diaruskan di kalangan muda oleh para feminis tentang hak reproduksi, yakni mereka bebas memilih apakah mau melahirkan atau tidak. Karena, menurut mereka hak tubuh adalah hak otoritas perempuan.

Berkembangnya era produksi, di mana banyak perempuan memilih untuk bekerja diluar rumah sehingga mereka merasa akan repot dan memiliki beban ganda yang berat jika harus mengurus anak setelah capek bekerja.

Faktor-faktor di atas adalah dampak dari penerapan sistem kehidupan sekuler kapitalis di negeri ini. Sekularisme adalah suatu pemahaman yang memisahkan agama dari kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Inilah yang menyebabkan umat tidak menjadikan agama sebagai pedoman hidupnya. Mereka terjebak dengan kehidupan materialis yang menjadikan kepuasan jasadnya (fisik dan materi) sebagai tujuan yang tidak selaras dengan syariat.

Merebaknya fenomena childfree di tengah- tengah umat sebenarnya dikarenakan sistem kehidupan saat ini tidak berlandaskan Islam. Sebab fenomena ini ada saat akidah Islam tidak bersemayam utuh pada diri kaum muslim. Dalam sistem kehidupan Islam umat akan dituntun untuk memiliki akidah yang kuat sehingga muncul ketakwaan yang tinggi. Misalnya, konsep rezeki, kaum muslim yang memiliki akidah yang kukuh akan meyakini bahwa rezeki itu datangnya dari Allah Swt. Maka, kaum muslim yang memilih childfree karena alasan ekonomi jelas bertentangan dengan akidah Islam apalagi menganggap anak adalah beban ekonomi. Allah ta'ala berfirman, "Allah Maha Lembut terhadap hamba-hamba-Nya. Dia memberi rezeki kepada siapa yang Dia kehendaki (QS. Asy-Syura(42):19).

Juga ayat "Janganlah kamu membunuh anak-anakmu karena takut miskin. Kamilah yang memberi rezeki kepada mereka (juga) kepadamu. Sesungguhnya membunuh mereka itu adalah dosa yang besar." (QS Al-Isra(17): 31)

Akidah yang kukuh akan memunculkan ketakwaan yang tinggi sehingga perilaku kaum muslim akan senantiasa sesuai dengan perintah dan larangan Allah Swt. Kaum muslim akan menyadari hakikat dari sebuah pernikahan. Yaitu salah satunya adalah untuk melestarikan keturunan. Allah ta'ala berfirman, "Allah menjadikan bagimu pasangan (suami atau istri) dari jenis kamu sendiri, menjadikan dari pasanganmu anak-anak dan cucu-cucu serta menganugerahi kamu rezeki yang baik-baik." (QS An-Nahl (16): 72).

Dari pemahaman ayat di atas, maka seorang perempuan yang memiliki akidah yang kukuh akan merasa senang hati mengandung, melahirkan, dan mengasuh anaknya. Karena mereka memahami anak adalah amanah besar yang akan memberikan pahala berlimpah. Inilah yang tidak dipahami pengikut childfree. Para muslimah taat syariat akan menganggap peran seorang ibu adalah yang utama, karena memiliki anak adalah anugerah yang sangat besar. Karena anak adalah investasi masa depan saat di akhirat nanti. Sebagaimana dijelaskan dalam hadis tentang perlindungan Allah Swt. bagi orang tua yang memiliki anak, kelak baginya akan menjadi pelindung dari api neraka dan dapat mengangkat derajat orang tuanya di surga kelak. Rasulullah saw. bersabda, "Sungguh Allah benar-benar akan mengangkat derajat seorang hamba-Nya yang saleh di surga, maka ia pun bertanya, 'Wahai Tuhanku bagaimana ini bisa terjadi? Allah menjawab, berkat istighfar anakmu bagi dirimu" ( HR Ahmad).

Jika pengikut childfree ini, memilih tidak memiliki anak karena faktor ekonomi, sistem Islam akan mengubah pemikiran kaum perempuan untuk senang menjadi seorang ibu. Karena seluruh kebutuhannya telah tercukupi. Para perempuan tidak dibebani peran ganda mengasuh sekaligus membantu ekonomi keluarga. Para suami akan menafkahinya dengan sebaik-baik nafkah suami pada istrinya. Jika ada seorang suami yang tidak memiliki pekerjaan, negara akan memberikan lapangan pekerjaan yang layak untuk bisa mencukupi kebutuhan keluarganya. Negara dalam sistem Islam juga akan menjamin kebutuhan pokok rakyatnya, baik sandang, pangan, papan juga jaminan kesehatan, keamanan, dan pendidikan. Sehingga tidak perlu lagi risau dengan masalah ekonomi. Negara tidak akan lepas tangan terhadap apa yang menjadi kebutuhan umatnya. Negara akan membantu rakyatnya memenuhi kehidupannya dan melindunginya dari segala pemikiran-pemikiran yang tidak berasal dari Islam.

Wallahualam bissawab. [An]

Baca juga:

0 Comments: