Headlines
Loading...
Oleh. Rina Herlina 

Baru-baru ini, ada dua kasus eksploitasi anak dan penyebaran konten pornografi melalui aplikasi telegram yang berhasil dibongkar oleh Direktorat Tindak Pidana Siber (Dittipidsiber) Bareskrim Polri. Pertama, terkait kasus dengan grup telegram yang diberi nama "meguru sensei". Pelakunya adalah MS (26) yang saat ini sudah ditetapkan sebagai tersangka. Sementara kasus kedua adalah adanya eksploitasi dan penyebaran video asusila anak, juga melalui grup telegram dengan nama "Acilsunda". Grup tersebut dikelola oleh tersangka berinisial S (24), dan SHP (16) (nasional.indonews.com, 13-11-2024).

Maraknya pornografi yang melibatkan anak-anak adalah dampak dari lemahnya keimanan dan kebebasan berperilaku serta orientasi materi yang ada di tengah masyarakat hari ini. Demi mendapatkan cuan, sebagian orang rela melakukan apa saja sekalipun harus melanggar hukum dan norma agama (Islam). Bahkan, dalam kasus pornografi kali ini, para tersangka tega melibatkan anak-anak sebagai model dan korbannya, kemudian video para korban tersebut diperjualbelikan. Padahal, anak-anak adalah aset negara dan penerus peradaban. Kelak, di tangan merekalah nasib sebuah negeri ditentukan. Jika generasi mudanya sudah dirusak sejak dini, maka bisa dibayangkan apa yang akan terjadi di masa depan?

Sejatinya, semua persoalan yang terjadi hari ini berpangkal dari adanya paham sekularisme yang memisahkan agama dari kehidupan. Paham ini merupakan turunan dari paham kapitalisme yang notabene aturan dan hukumnya lemah serta tidak membuat efek jera. Akibat hukum yang tidak menimbulkan efek jera inilah, akhirnya memicu maraknya pornografi bahkan yang membuat miris adalah melibatkan anak-anak.

Sistem kapitalisme sekuler ini juga memberi kebebasan penuh terhadap media-media untuk menayangkan tontonan apapun, entah bermanfaat atau tidak yang penting ada nilai materi di dalamnya. Makanya, penayangan konten porno dibiarkan bebas begitu saja karena konten-konten seperti itu sangat diminati. Sebab tontonan seperti itu, dapat meraup keuntungan besar, meski harus mengorbankan masa depan dan kualitas generasi. 

Sebagian orang tidak peduli bagaimana caranya mendapatkan uang dan kebahagiaan. Yang terpenting adalah memiliki materi, meski harus mengorbankan kepentingan orang banyak. Inilah potret individu yang hidup dalam sistem kapitalisme sekuler, tidak peduli dengan nasib orang lain karena baginya yang terpenting adalah keadaannya, keluarganya, juga kelompoknya.
Potret individu yang demikian merupakan buah dari sistem pendidikan yang ada dalam sistem hari ini, yaitu mengabaikan pembentukan ketakwaan pada generasi.

Sementara, Islam adalah sistem yang paripurna, karena memiliki mekanisme pencegahan konten porno yang dilakukan oleh negara. Tujuannya tentu saja untuk menjaga akal dan keberlangsungan generasi. Bahkan Islam mengatur terkait aurat laki-laki dan perempuan yang harus ditutup. Umat Islam juga diatur dalam interaksinya dengan lawan jenis atau yang bukan mahram, diperintahkan menjaga pandangan dan harus menundukkan pandangan. 

Sistem Islam jika diterapkan secara menyeluruh akan berdampak positif terhadap kehidupan masyarakatnya. Misalnya, jika diterapkan dalam dunia pendidikan, karena berbasis akidah Islam, tentu hal tersebut akan menguatkan keimanan setiap individu. Situs dan konten pornografi juga tidak akan dibiarkan bebas, negara akan memberikan sanksi tegas kepada para pelaku sampai mereka jera.

Negara dalam sistem Islam atau biasa disebut Khilafah, memiliki sistem keamanan digital yang mampu melindungi generasi dari pemikiran (konten) rusak dan merusak. Sistem pendidikan Islam, jika diterapkan sejatinya dapat membentuk generasi yang berkepribadian dan berpola pikir Islam, serta akan mewujudkan rahmatan lil alamin.

Wallahualam bissawab.

Payakumbuh, 25 November 2024 
[An]

Baca juga:

0 Comments: