OPINI
Urgensi Pendidikan Politik Islam bagi Gen Z
Oleh. Ernita S
(Pendidik)
Membahas politik memang sangat menarik bagi sebagian orang, tetapi belum tentu bagi sebagian yang lain. Ada yang tidak tertarik bahkan ada yang anti karena opininya bahwa politik itu alat kotor untuk memperoleh tujuan tertentu. Namun, saat ini justru Generasi Z lah menjadi pemilih pemula yang memiliki kelompok suara paling mendominasi.
Data dari KPU, total daftar pemilih tetap sebesar 204.807.222, sebanyak 46.800.161 di antaranya adalah pemilih dari generasi Z, atau sekitar 22,85 persen dari keseluruhan pemilih. Angka ini menunjukkan bahwa Gen Z adalah kekuatan besar yang berpotensi menentukan hasil pemilu dan masa depan politik Indonesia. Namun, dibalik angka-angka tersebut, muncul pertanyaan yang menarik: Apakah Gen Z yang akan mengubah dunia politik, ataukah politik yang akan membentuk Gen Z? (Kumparan.com, 24/9/2024).
Pada dasarnya pendidikan politik yang diberikan kepada Gen Z memiliki tujuan agar generasi muda memahami konsep politik. Karena para kaum muda harus didorong sebagai seseorang yang melek politik bukan justru menjadi subjek politik saja. Di mana pemuda harus memahami realitas yang terjadi dan bersikap kritis dengan pandangannya mengenai politik.
Pakar politik FISIP Universitas Andalas, Profesor Asrinaldi, menyoroti partisipasi dari Gen Z dalam menjaga iklim demokrasi yang ada di Indonesia. Hal itu disampaikan Profesor Asrinaldi saat menjadi salah satu pemateri dalam kegiatan Konferensi Nasional bertema Indonesia's Future Democracy: Opportunities and Challenges, yang di gelar Asosiasi Program Studi Ilmu Politik (APSIPOL) pada Rabu (18/9/2024). Menurutnya, adanya syarat partisipasi dalam sebuah sistem demokrasi membuat para generasi muda atau Gen Z seharusnya memperoleh bekal pengetahuan politik yang cukup mumpuni (bangka.tribunnews.com, 24/9/2024).
Saat ini terdapat pandangan bahwa di Indonesia terjadi fenomena kemunduran demokrasi (Democratic Backsliding). Dari sinilah hadirnya harapan agar generasi muda khususnya mahasiswa bisa menjadi agen perubahan demokrasi. Hal ini bisa terwujud dengan adanya reformasi di tubuh partai politik dengan adanya perubahan pola rekrutmen, kaderisasi, dan distribusi kader.
Pandangan tersebut menyesatkan dikarenakan realitanya dalam politik demokrasi tidak berkorelasi dengan perbaikan kehidupan masyarakat. Fakta inilah yang membentuk para pemuda malas berpolitik dalam bingkai demokrasi meskipun mereka tidak memahami kesalahan demokrasi secara konseptual. Selain itu, pragmatisme berpikir juga yang mencetak generasi muda agar menjauh dari politik demokrasi.
Ketika politik demokrasi itu telah memperlihatkan berbagai kerusakan yang diindera generasi muda yang pada hakikatnya bukanlah kemunduran demokrasi. Namun, lebih tepatnya disebut demokrasi sebagai sebuah sistem yang merusak, sehingga demokrasi memang layak ditinggalkan oleh kaum muda. Selain itu politik seperti ini tidak akan membuat kaum muda terutama Gen Z dapat melek politik dengan benar.
Sudah semestinya pemuda saat ini harus bergabung dengan parpol sahih agar dapat memperbaiki kehidupan masyarakat dan negara. Dalam mewujudkan tata dunia baru yang berbeda dengan model politik demokrasi yang jelas telah gagal sejak lama. Bahkan, justru memberikan dogma politik yang menipu dengan mengatasnamakan rakyat.
Disisi lain, para pemuda harus berpartisipasi dalam perubahan politik Indonesia. Dan untuk itu pemuda membutuhkan peran partai politik untuk membimbing mereka memahami politik yang benar dan melakukan perubahan politik. Itu semua diperoleh dengan memahami politik Islam dan perubahan politik menuju sistem Islam, bukan mempertahankan demokrasi yang terbukti mempunyai banyak permasalahan.
Adapun kriteria parpol sahih harus dipahami pemuda, yaitu: memiliki ideologi sahih (Islam) sekaligus menjadi ikatan yang menghimpun para anggotanya; memiliki konseptual politik yang dipilih untuk menjalankan perubahan (mengadopsi fikrah politik tertentu); memiliki metode langkah perubahan yang relevan dengan problem sistem (metode perubahan yang teruji); memiliki para anggota yang memiliki kesadaran yang benar (bukan sekadar karena ketokohan, kepakaran, jabatan).
Tanpa adanya partai yang sahih, segala potensi Gen Z akan mudah sekali untuk ditipu oleh kepentingan kaum penjajah. Di mana para pemudanya akan disibukkan oleh kecanduan K-pop ataupun budaya asing. Oleh sebab itu, pentingnya potensi generasi muda untuk diarahkan dan dimaksimalkan agar memperoleh bimbingan yang benar.
Dari sinilah diktahui bahwa urgensinya membangun narasi kepada pemuda untuk menghentikan kepercayaan kepada partai-partai sekuler apapun basis massa yang dimiliki. Adapun yang mempunyai tanggung jawab mengadakan pendidikan politik seperti yang sahih ini adalah negara. Hal ini dikarenakan politik dalam Islam adalah satu kebutuhan dan umat Islam termasuk Gen Z wajib berpolitik sesuai dengan tuntunan Islam.
Pada dasarnya negara berperan untuk melakukan pendidikan politik Islam kepada para pemuda atau Gen Z. Karena aktivitas politik sangat urgen agar dapat melakukan penyadaran kepada umat untuk mengambil Islam secara keseluruhan. Tidak mengambil hukum Islam secara pilih-pilih dan dapat mencetak generasi muda yang militansi.
Wallahualam bissawab. [An]
Baca juga:

0 Comments: