Headlines
Loading...
Pentingnya Pendidikan Politik Islam untuk Mencetak Generasi Politis

Pentingnya Pendidikan Politik Islam untuk Mencetak Generasi Politis

Oleh. Istiana Ayu Sri Rikmaratri

Pakar politik Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Andalas Profesor Asrinaldi menyoroti partisipasi dari Gen Z dalam menjaga iklim demokrasi yang ada di Indonesia. Hal itu disampaikan Profesor Asrinaldi saat menjadi salah satu pemateri dalam kegiatan Konferensi Nasional bertema Indonesia's Future Democracy: Opportunities and Challenges, yang digelar Asosiasi Program Studi Ilmu Politik (APSIPOL). Menurut Profesor Asrinaldi, adanya syarat partisipasi dalam sebuah sistem demokrasi membuat para generasi muda atau Gen Z seharusnya memperoleh bekal pengetahuan politik yang cukup mumpuni (Bangkapos.com, 18/9/2024).

Di dunia politik, generasi ini semakin disorot khususnya di Indonesia karena banyaknya mereka yang masuk dalam daftar pemilih pada pemilu 2024, data Komisi Pemilihan Umum (KPU) Pusat, jumlah daftar pemilih tetap (DPT) berjumlah 204.807.222, 46.800.161 pemilih Generasi Z, sekitar 22,85% dari total pemilih (kumpuran.com, 16/09/2024).

Namun, di balik angka-angka tersebut, muncul pertanyaan yang menarik: apakah Gen Z yang akan mengubah dunia politik, ataukah politik yang akan membentuk Gen Z?

Gen Z memiliki akses tak terbatas terhadap berbagai media, termasuk isu politik, sosial, dan ekonomi. Hal ini membuat mereka sangat akrab dengan media dan berpeluang besar untuk menerima informasi berharga.
Namun permasalahannya bukan pada mengakses informasi itu sendiri, melainkan bagaimana menganalisis dan memahaminya. Di zaman di mana misinformasi (disinformasi) dan berita palsu (fake) mudah tersebar, peningkatan kemampuan Gen Z dalam memproses dan memverifikasi informasi menjadi hal yang sangat penting. Mereka perlu mengetahui lebih baik bagaimana membedakan mana yang benar, propaganda, atau manipulasi politik. 
Oleh karena itu, sebenarnya Gen Z memiliki peluang untuk mengubah politik dengan cara mereka yang unik dengan menggunakan platform seperti Instagram, Twitter, YouTube, dan TikTok untuk mengekspresikan pandangan politik mereka. Media sosial bukan hanya alat komunikasi, tapi juga platform politik penting bagi Gen Z.

Namun dalam sistem sekarang, kekuatan agen perubahan bangsa ini tidak dimanfaatkan dengan tepat, mereka hanya dijadikan objek politik untuk memenangkan paslon saat pemilu digelar. Sedangkan ketika mereka bersuara terhadap kebijakan politik di negeri ini dianggap suara anak kecil yang tidak penting.

Hanya Terlibat Teknis, Gen Z Memilih Apolitis

Negara ini menyelenggarakan pemilu setiap lima tahun sekali dengan mendorong optimalisasi suara generasi muda. Setiap tahunnya, generasi muda terus melakukan protes terhadap berbagai undang-undang dan pedoman kebijakan yang ditetapkan pemerintah. Tren menarik dan menggusur suara kaum muda terus berlanjut. 

Nah, apa kontribusi suara pemuda, pelajar, dan mahasiswa dalam perumusan politik demokrasi? Untuk siapa pemerintah dan anggota parlemen memperjuangkan generasi muda menolak kawat berduri dalam berbagai RUU pilihan wakil rakyat? apalagi sudah menjadi pandangan umum di masyarakat bahwa sistem yang ada saat ini hadir untuk melindungi kepentingan partai politik dan otoritas. Oleh karena itu, jika generasi muda saat ini tidak aktif berpolitik dan tidak peduli dengan kekuatan pemilu demokratis untuk menciptakan perubahan, para pemimpin publik harus melibatkan diri mereka sendiri, dan menunjukkan betapa buruknya hasil pemilu bagi mereka.

Turun temurun? artinya pandangan dan sikap generasi muda merupakan hasil perjalanan hidup yang dilalui generasi demi generasi dalam sistem demokrasi otoriter. Sistem terus mengulangi janji-janji kosong tentang perubahan. Namun tidak selalu mungkin untuk memperbaiki kehidupan masyarakat atau membangun perdamaian dan menciptakan budaya yang adil. Oleh karena itu, penting dan perlu generasi muda benar-benar membutuhkan pendidikan politik baru di luar politik demokrasi. Pendidikan politik dapat menyadarkan generasi muda dari pandangan yang apolitis dan apatis.

Perlu Pendidikan Politik Islam Bagi Gen Z

Proses pendidikan politik bagi generasi muslim diberikan sejak dini, ilmu politik bukan lagi sekedar kata-kata kosong. Proses pendidikan politik generasi muslim ditularkan dari dalam keluarga dan melalui kurikulum sekolah dan universitas, di masjid, dan aktivitas partai politik Islam di masyarakat. 

Penerapan syariah yang meluas di mana-mana memberikan pendidikan politik yang benar kepada generasi umat Islam. Semua itu kembali pada prinsip dasar politik, yaitu mengatur urusan masyarakat di dalam dan luar negeri dengan undang-undang yang berasal dari Penguasa (Allah). 

Dalam Islam, ada kewajiban untuk mereformasi kebijakan pemerintah yang melanggar syariah. Generasi muslim yang memahami karakteristik syariah secara sempurna dapat dengan mudah menuding kebijakan pemerintah yang salah dan mengabaikan penyadapan atau serangan fisik terhadap pihak berwenang. Pemerintah harus membuka jalan berbeda untuk reformasi kebijakan. Sehingga pemuda berperan aktif dalam proses perpolitikan.

Dalam melaksanakan reformasi, generasi Islam bisa mendatangi langsung Khalifah atau melalui muawin tanfidz, wakil eksekutif Khalifah (sebagai menteri luar negeri). Mereka juga dapat berkunjung melalui perwakilan mereka di Majelis Nasional. Pilihan ketiga bisa diambil dari pengadilan mazalim. 

Kajian hukum terhadap prinsip-prinsip syariah dapat memberikan jawaban atas berbagai persoalan yang belum mampu dijawab oleh politik demokrasi. Generasi muda masa kini harus melakukan pendekatan terhadap politik Islam, mempelajari dan mengimplementasikannya untuk mencapai pendidikan generasi muda sebagai agen perubahan.

Maka dengan pendidikan politik islam,  ungkapan generasi muda adalah agen perubahan bangsa bukan hanya akan menjadi slogan saja, namun dapat terealisasi dengan nyata. []

Baca juga:

0 Comments: