Opini
Oleh. Endang Mulyaningsih
Indonesia menempati posisi pertama dalam urusan pengangguran! Fakta ini sungguh miris dan memalukan. Dengan sumber daya alam dan sumber daya manusia yang besar, kok bisa negeri ini memiliki banyak pengangguran?
Dilansir dari cnnindonesia.com (19/7/2024), Dana Moneter Internasional (IMF) melalui World Economic Outlook pada April 2024 mencatat tingkat pengangguran di Indonesia sebesar 5,2 persen. Angka ini merupakan yang tertinggi di antara enam negara lain di Asia Tenggara. Meskipun turun satu persen dari tahun lalu, tetapi ternyata tak mengubah posisi Indonesia sebagai juara pengangguran.
Upaya Pemerintah Atasi Pengangguran
Pemerintah mencoba mengatasi pengangguran dengan mempersiapkan tenaga kerja yang kompeten dan berdaya saing global sejak dari pendidikan menengah atas. Dengan model Triple Helix yang memungkinkan terjadinya kolaborasi antara tiga jenis pemangku kepentingan, yaitu pemerintah, industri dan akademisi, pemerintah berharap mampu untuk mengatasi permasalahan pengangguran.
Untuk itu kemudian, SMK diperbanyak dalam rangka menyiapkan lulusan untuk masuk ke dunia industri. Demikian pula dimunculkan adanya vokasi yang bisa memberikan nilai tambah bagi mahasiswa untuk terjun dalam dunia kerja. Melalui kebijakan ini, diharapkan seluruh lulusan, baik tingkat sekolah menengah maupun perguruan tinggi, akan bisa terserap dalam bursa kerja sehingga dapat mengurangi jumlah pengangguran di negeri ini.
Namun, kondisi menjadi berbalik mana kala pemerintah mengeluarkan kebijakan baru yang justru berefek pada tertutupnya lapangan kerja di semua sektor. Kebijakan yang diambil oleh pemerintah tersebut adalah membuka keran selebar-lebarnya bagi tenaga kerja asing untuk memasuki dunia kerja di wilayah Indonesia. Tidak hanya tenaga ahli dari asing yang masuk, tetapi tenaga kasar pun dapat masuk dan mengisi lapangan kerja di negeri ini.
Nah, di sinilah akhirnya muncul persaingan antara tenaga kerja lokal dengan tenaga kerja dari luar negeri. Keberadaan tenaga kerja asing sangat membludak dan mendominasi di dalam negeri sehingga tenaga kerja lokal pun tersaingi, bahkan tersingkir.
Ditambah lagi dalam proyek-proyek strategis yang digalakkan oleh pemerintah membuka pintu bagi investor asing, khususnya dari China. Tentu saja, investor asing tersebut membuat persyaratan yang menguntungkan mereka ketika berinvestasi di Indonesia. Mereka mensyaratkan dalam semua proyek yang ditangani harus menggunakan bahan baku dan tenaga kerja dari negeri China. Lantas, apa gunanya investasi asing bila demikian?
Pada akhirnya, investor asing tersebut malah makin menutup peluang kerja bagi warga lokal. Calon tenaga kerja yang telah disiapkan melalui sekolah kejuruan maupun vokasi tidak dapat terserap oleh dunia kerja. Yang ada malah tenaga kerja asing ‘mengambil’ lapangan pekerjaan yang katanya disiapkan oleh anak-anak negeri ini.
Sulitnya lapangan pekerjaan di negeri ini juga tak terlepas dari tata kelola SDA yang tidak tepat. Alih-alih mengelola SDA sendiri, melalui tangan anak negeri ini sendiri, negara justru melepasnya kepada swasta asing. Secara kemampuan, kita mampu mengelola sendiri SDA yang ada sehingga hasilnya bisa dinikmati bersama. Namun, kenyataannya tidak demikian. Negara malah membiarkan asing menguasai SDA milik rakyat. Jangankan bisa menikmati hasilnya, untuk bisa bekerja dalam mengelolanya kita tak punya kesempatan yang layak. Peluang mendapat pekerjaan dari berbagai sektor sangat minim karena telah dikuasai orang asing. Rakyat kita banyak yang akhirnya menganggur.
Inilah buah dari penerapan sistem kapitalis di negeri kita ini. Memang, industri berkembang pesat, tetapi pekerjaan tetap sulit didapat. Ini bukti bahwa penguasa negeri ini tidak berpihak pada rakyatnya. Salah satunya dengan tidak menyediakan lapangan pekerjaaan luas bagi rakyat.
Solusi Tuntas dengan Islam
Dalam Islam, negara berfungsi sebagai pihak yang bertanggung jawab atas urusan rakyat, termasuk dalam menyediakan lapangan pekerjaan bagi semuanya. Pemimpin dalam Islam bertanggung jawab sebagai atas rakyat yang dipimpinnya, sebagaimana sabda Rasullullah saw.: "Imam adalah pengurus dan dia bertanggung jawab terhadap rakyat yang diurusnya." (HR Muslim dan Ahmad)
Dengan landasan itu, penguasa dalam Islam berkewajiban untuk menyediakan lapangan pekerjaan bagi rakyat yang membutuhkannya sehingga ia bisa memenuhi nafkah untuk keluarganya. Negara akan membuka lapangan pekerjaan seluas-luasnya. Melalui perusahaan-perusahaan milik negara yang mengelola SDA, rakyat bisa bekerja di dalamnya.
Negara juga memberikan kemudahan bagi warganya yang memiliki kemampuan di bidang pertanian untuk mengolah tanahnya. Bila tidak memiliki tanah, negara akan memberikan lahan untuk dikelola. Selain itu, negara juga akan memberi bantuan berupa pupuk dan bibit secara cuma-cuma.
Bagi warga yang tidak memiliki modal untuk berusaha, maka negara akan memberikan modal usaha. Berbagai pelatihan keterampilan juga diselenggarakan untuk memberikan bekal kepada rakyat untuk mengembangkan diri dan mendapatkan penghasilan.
Dalam bidang pendidikan, negara akan membuat kurikulum berbasis akidah Islam yang mampu menghasilkan output unggul.
Pendidikan terjangkau bagi semua karena negara menyediakannya dengan pembiayaan dari Baitulmal. Rakyat tidak perlu pusing memikirkan biaya sekolah sehingga bisa fokus menuntut ilmu dan menghasilkan karya untuk kemajuan negara.
Dengan penerapan Islam secara totalitas, negara tidak akan mengikuti aturan global yang memaksa. Negara tidak akan tunduk pada kepentingan kapitalis asing seperti membuka keran bursa kerja dalam negeri untuk warga asing. Negara akan menjamin kepentingan rakyatnya terselenggara dengan baik tanpa campur tangan asing yang menjerumuskan.
Inilah bila aturan Islam benar-benar diterapkan oleh negara. Segala permasalahan, termasuk pengangguran, akan dapat teratasi dengan tuntas. Kesejahteraan lahir dan batin bagi seluruh rakyat akan tercipta dalam naungan syariat Islam kafah. [My]
Baca juga:

0 Comments: