Headlines
Loading...
Liberalisasi Perilaku Remaja dalam Penyediaan Alat Kontrasepsi

Liberalisasi Perilaku Remaja dalam Penyediaan Alat Kontrasepsi

Opini

Oleh. Annisa Ummu Adiba (Aktivis Muslimah Pontianak)

Nampaknya penyediaan alat kontrasepsi masih terus dipilih oleh pemerintah sebagai solusi. Setelah sebelumnya bagi-bagi kondom gratis yang menyasar kampus muncul di tahun 2007 dan mencuat lagi di tahun 2013 dan 2022 dalam rangka Pekan Kondom Nasional (PKN) (Kominfo.go.id, 5/12/2013). 

Walaupun Kementerian Kesehatan dan kementerian lainnya menyangkal bahwa hal itu bukan program pemerintah melainkan perusahaan swasta. Namun yang sangat disayangkan mengapa pembagian kondom gratis tersebut terus berulang dan tidak ada upaya tegas untuk menghentikannya. Dengan dikeluarkannya PP ini menjadi jelas bahwa semangat liberalisasi perilaku dengan pembiaran bagi-bagi kondom telah berwujud menjadi sebuah aturan.

Apabila dilihat dari maksud dikeluarkannya PP ini yakni menjaga kesehatan reproduksi remaja, perlu diskusi kritis apakah benar sesuai sasaran yang dituju atau malah sebaliknya? Untuk menjawab hal itu maka kita perlu mendudukkan fungsi dari alat kontrasepsi sebagai pencegah kehamilan. Jika kehamilan dianggap berisiko terhadap kesehatan reproduksi remaja, maka mengapa tidak diselesaikan dengan mencegah pergaulan bebas pada remaja? Dimulai dengan mengali akar masalah dari munculnya perilaku bebas ini.

Liberalisasi Perilaku Buah dari Penerapan Sistem Sekularisme

Pemberitaan di televisi atau media sosial tak henti-hentinya menampilkan perilaku bebas remaja bahkan ada yang masih duduk di bangku SD. Harusnya hal ini menjadi kegelisahan bersama, khususnya bagi pemangku kebijakan, untuk merumuskan solusi jitu demi menyelamatkan anak bangsa.

Namun nyatanya sekularisme masih saja menjadi sistem pengarah dari lahirnya berbagai kebijakan di negeri ini. Sehingga aturan yang dikeluarkan oleh negara akan senantiasa blunder bahkan menambah masalah yang sudah ada. Kemudian dengan dikeluarkannya PP di atas, semakin membenarkan pengadopsian sekularisme yang melahirkan liberalisasi dalam kehidupan kaum muslimin.

Negeri mayoritas muslim ini perlu segera disadarkan bahwa pemisahan agama dari kehidupan (sekularisme) bukan jalan yang boleh diambil oleh seorang muslim. Perilaku sekuler yang melahirkan kebijakan sekuler liberal akan senantiasa menelurkan keburukan bagi kehidupan manusia.

Bagaimana tidak, aturan yang dihasilkan dari buah pikir manusia yang sombong merasa tidak perlu aturan Tuhan pasti lemah dan terbatas. Tak heran jika aturan tersebut kerap kali melalui berkali-kali amandemen atau perubahan.

Hanya Islam yang Mampu Menjaga Remaja

Sudah selayaknya seorang yang beriman kepada Allah, meyakini bahwa tidak ada aturan yang lebih baik dari aturan Allah. Sedang manusia adalah makhluk ciptaan Allah yang memiliki keterbatasan daya pikir yang berbeda dengan Allah Sang Pencipta yang tidak memiliki keterbatasan atau kekurangan apa pun. Sebuah kesombongan besar jika manusia mencari solusi masalahnya sendiri dan enggan melibatkan aturan Allah. 

Masalah kesehatan reproduksi remaja tidak mungkin diselesaikan dengan penyediaan alat kontrasepsi. Sebab hal itu sama saja dengan memberikan jalan lebar bagi remaja untuk melakukan seks bebas tanpa takut hamil. 

Islam memandang perilaku seks bebas merupakan zina yang tergolong jarimah (tindak kriminal) yang akan dijatuhkan sanksi oleh negara. Oleh sebab itu negara Islam atau Khil4f4h Islamiah akan melakukan tindakan preventif dan kuratif yakni sanksi (uqubat) bagi pelaku zina. 

Tindakan pencegahan seks bebas/zina (preventif) yang akan dilakukan oleh negara Islam ialah dengan menutup segala akses kepada konten-konten yang akan membangkitkan naluri seksual baik dari televisi nasional maupun media sosial, menerapkan larangan khalwat (berduaan) dan ikhtilat (campur-baur) antara laki-laki dan perempuan, perintah menutup aurat dan berpakaian syar'i bagi perempuan maupun laki-laki dan tidak menyebarluaskan alat kontrasepsi ke semua kalangan termasuk anak/remaja.

Dalam Islam alat kontrasepsi hukumnya boleh untuk digunakan, karena memiliki definisi yang sama dengan azl atau sanggama terputus. Namun karena azl ini merupakan implikasi adanya pernikahan, maka yang boleh melakukan hanya pasangan suami istri. 

Sedangkan tindakan kuratif ialah dengan memperlakukan sanksi sesuatu syariat Islam bagi pezina yang apabila sudah menikah akan dirajam sampai mati, dan jika belum menikah, maka akan dicambuk. Sanksi yang diberlakukan ini akan menjadi penebus dosa bagi pelaku jika bertobat dan sebagai pencegah hadirnya pelaku baru (efek jera).

Wallahualam bissawab. [Ni]

Baca juga:

0 Comments: