Headlines
Loading...
Kenaikan Harga Minyakita, Menyakitkan Kita

Kenaikan Harga Minyakita, Menyakitkan Kita

Opini


Oleh. Hany Handayani Primantara, S.P (Aktivis Muslimah)

Para pecinta gorengan kembali meradang seiring dengan makin naiknya harga minyak. Di salah satu pasar tradisional Lenteng Agung Jakarta Selatan, saat ini rata-rata penjual sembako sudah menjual minyak merek Minyakita dengan harga Rp16.000 per liter padahal dalam kemasan tertera harga Rp14.000 per liter. Meski begitu, harga Minyakita relatif masih lebih murah dibandingkan dengan minyak merek lainnya (cnnindonesia.com, 20/07/24).

Kenaikan ini telah diresmikan oleh Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan dalam Surat Edaran Nomor 03 Tahun 2023 tentang Pedoman Penjualan Minyak Goreng Rakyat. Menurut kemendag harga eceran minyak goreng harus disesuaikan dengan biaya produksi yang terus naik dan fluktuasi nilai tukar rupiah (Liputan6.com, 20/07/24).

Berbeda pandangan dengan sang menteri, kenaikan harga eceran tertinggi (HET) minyak goreng Minyakita dari Rp14.000 menjadi Rp15.700 per liter dianggap tidak masuk akal oleh ekonom dan pakar kebijakan publik Achmad Nur Hidayat. Achmad menilai kebijakan ini tidak tepat waktu dan berpotensi memperburuk kondisi ekonomi masyarakat. Sebab kenaikan HET minyak goreng sebesar 12,14 ini diperkirakan akan meningkatkan inflasi sebesar 0,34 persen.
 
Kapitalisasi Pasar Membuat Kacau Harga 

Indonesia adalah negara penghasil sawit terbesar di muka bumi, lantas mengapa harga minyak goreng yang notabene bersumber dari pohon sawit justru merambah naik? Tidak masuk logika alasannya sebagaimana yang disampaikan oleh pakar ekonomi di atas. Sebagai negara penghasil sumber daya alam seharusnya Indonesia mampu mengendalikan sendiri harga kebutuhan pokok diantaranya minyak. Kemungkinan ada pihak yang bermain di ranah tersebut terbuka lebar hingga harga tidak mampu dikendalikan oleh negara penghasil minyak.

Kenyataan ini menunjukkan salah kelola dalam pengaturan memenuhi kebutuhan minyak bagi rakyat. Akibat penerapan sistem ekonomi kapitalisme, pemilik sumber daya alam yakni Indonesia mesti pasrah terhadap pemilik modal yang didominasi oleh pihak asing. Sehingga pengaturan kebutuhan rakyat justru tidak pro terhadap rakyat. Sebab, dalam konsep ekonomi kapitalisme, pemerintah dianggap hanya berhak sebagai pengatur regulasi semata, tidak memiliki wewenang penuh dalam hal lainnya termasuk pengendali distribusi dan harga. Harga minyak justru dikendalikan oleh perusahaan yang memperpanjang rantai distribusi dan mengakibatkan harga ke konsumen akhir jadi makin mahal. Kenaikan harga Minyakita walhasil menyakitkan kita sebagai rakyat kecil.

Pada dasarnya hal ini wajar terjadi sebab dalam konsep dasar ekonomi kapitalisme, negara tidak bertanggung jawab atas pemenuhan kebutuhan pokok rakyat. Rakyat dibiarkan dengan bebas memenuhi kebutuhan mereka sendiri sesuai dengan banyaknya penghasilan yang mereka peroleh termasuk barang pokok. Negara tidak bertanggung jawab atas ketersediaan barang dan jasa terutama yang berkaitan dengan kebutuhan pokok yakni salah satunya minyak. Ditambah lagi konsep antara negara dan rakyat dalam sistem tersebut adalah seperti analogi pedagang dan pembeli. Artinya ada keuntungan yang ingin didapat oleh pemerintah sebagai regulator sistem ekonomi.

Pengaturan Harga Minyak dalam Islam 

Islam memandang pemenuhan kebutuhan pokok rakyat menjadi tanggung jawab negara dengan berbagai mekanisme yang digunakan sesuai landasan syariat. Dengan dasar itu, maka pemerintah sebagai pengayom rakyat yang akan berusaha menjaga agar ketersediaan barang pokok selalu ada untuk memenuhi kebutuhan rakyat. Negara yang punya kendali penuh untuk bisa mengatur bagaimana pengawasan terhadap distribusi agar barang bisa sampai ke tangan rakyat dengan baik. Penerapan sistem ekonomi Islam dalam pengelolaan sawit akan menjadikan minyak mudah didapatkan dengan harga murah. 

Sebab negara yang berhak mengatur secara penuh mengenai pengelolaan sumber daya alam. Sebagaimana konsep dasar Islam. Rasul saw. pernah menyampaikan bahwa: "Kaum muslim berserikat dalam tiga perkara yaitu padang rumput, air, dan api.” (HR Abu Dawud dan Ahmad). Artinya, ketiga sektor ini haram hukumnya jika diserahkan pada pihak asing maupun rakyat yang dimiliki secara pribadi. Ketiga sektor ini adalah milik umat yang pengelolaannya diserahkan oleh Allah Swt. kepada negara. Pihak asing hanya diberi kesempatan bekerja sama secara ekonomi sebagai pegawai yang digaji negara. Mereka tidak memiliki wewenang dalam penentuan harga dan sejenisnya.

Maka, dengan konsep dasar yang demikian tidak ada peluang serta kesempatan bagi asing untuk bisa mengakses sumber daya alam yang menyangkut hajat hidup orang banyak. Negara bisa leluasa mengelola sesuai dengan kebutuhan rakyat dan mengendalikan harga sesuai dengan kapasitas daya beli rakyat secara umum. Harga tidak bisa dikendalikan oleh asing sebab mereka tidak ada di ranah tersebut. Penerapan Islam secara menyeluruh akan mewujudkan kesejahteraan rakyat, karena negara yang menjadi pengendali distribusi kebutuhan rakyat termasuk minyak sebagai kebutuhan pokok.

Wallahualam bissawab. [An]

Baca juga:

0 Comments: