Opini
Oleh. Maya Firdaus (Pembelajar dan Pengajar)
Menurut American Psychological Association, yang dikutip dari laman Siloam Hospital, perundungan (bullying) adalah suatu bentuk tindakan agresif yang dilakukan seseorang dengan sengaja dan berulang kali dengan tujuan untuk melukai atau mengakibatkan ketidaknyamanan pada orang lain. Kasus perundungan semakin marak terjadi, baik di sekolah, pondok pesantren, maupun di sekolah tinggi. Perundungan seakan telah menjadi budaya yang harus ada di dunia pendidikan. Seperti yang baru-baru ini terjadi di KBB (Kabupaten Bandung Barat).
Dilansir dari detik.com, 11/06/2024, korban yang berinisial NFN (18), seorang siswi SMK menerima perundungan dari temannya sendiri selama 3 tahun. Hal tersebut menyebabkan korban mengalami depresi yang berpengaruh terhadap kesehatan fisik dan mentalnya. Puncaknya, korban akhirnya meninggal pada 30 Mei 2024 lalu.
Hal serupa juga sering dilakukan oleh senior kepada juniornya, dengan alasan melatih ketahanan mental. Tapi apakah benar perundungan dapat melatih mental? Jawabannya sudah pasti “tidak”. Banyak cara yang dapat dilakukan untuk melatih ketahanan mental. Melatih ketahanan mental harus tegas dalam menindak kesalahan dan ada konsekuensi yang perlu didapatkan. Berbeda dengan perundungan yang bertujuan melukai si korban, yang menjadikan korbannya mengalami depresi bahkan meninggal dunia.
Budaya perundungan yang kerap terjadi disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain keluarga, sekolah, teman sebaya, lingkungan sosial, dan media sosial/cetak. Pelaku perundungan sering kali berasal dari keluarga yang bermasalah, orang tua yang menindak terlalu keras sehingga anak memiliki sikap agresif dan ingin menguasai.
Faktor-faktor lain juga memperkuat adanya budaya perundungan, seperti lingkungan sekolah yang abai, kelompok teman sebaya yang terkadang menjadi pendorong agar diterima oleh kelompok, lingkungan sosial (kemiskinan) yang menjadikan pelaku melakukan perundungan, serta tampilan media cetak dan sosial yang ditiru anak.
Walaupun budaya perundungan telah banyak memakan korban, akan tetapi perilaku itu masih marak dilakukan. Hal tersebut dapat disebabkan karena adanya sikap senioritas yang dimiliki oleh individu. Selain itu, pihak sekolah yang sering mengabaikan keberadaan tindakan ini, sehingga pelaku merasa menerima kekuatan atas tindakan yang dilakukannya.
Sekolah yang seharusnya menjadi tempat pencetak generasi yang berkualitas, justru melahirkan pelaku-pelaku perundungan. Ini terjadi karena kurikulum sekuler kapitalis yang diterapkan menjauhkan dari aspek spiritual dan agama yang menjadi sebab terbesar dalam maraknya kasus perundungan. Hukuman kepada pelaku yang sudah tercantum dalam KUHP dan UU tentang Perundungan Anak, tidak menjadikan pelaku jera, bahkan peristiwa perundungan semakin tinggi.
Oleh sebab itu, upaya pencegahan dan solusi perundungan hanya akan terwujud dengan tiga pilar. Dikutip dari Muslimah News, 18/10/2023, berikut adalah beberapa upaya untuk mencegah terjadinya perundungan:
Pertama, ketakwaan individu dan keluarga. Hal ini akan mendorong setiap individu untuk senantiasa terikat dengan aturan Islam secara keseluruhan. Selain itu, keluarga diwajibkan untuk menerapkan aturan Islam di dalamnya, yang akan membentengi setiap anggota keluarga yang akan melakukan kemaksiatan sebagai konsekuensi dari ketakwaannya.
Kedua, kontrol masyarakat. Inii akan menguatkan hal yang telah dilakukan oleh individu dan keluarga. Kontrol ini sangat penting untuk mencegah meningkatnya kejahatan dan tindakan brutal yang dilakukan anak-anak. Jika masyarakat memiliki budaya beramar makruf nahi mungkar dan tidak memberikan fasilitas apa pun dan tidak mengizinkan segala bentuk kemungkaran, itu akan menentukan seberapa sehat masyarakat itu sehingga tingkat kriminalitas dapat diminimalisir.
Ketiga, peran negara. Negara Islam bertanggung jawab untuk menjaga kehidupan rakyatnya bebas dari berbagai kemungkinan dosa, termasuk perundungan. Caranya adalah dengan menerapkan aturan Islam di setiap aspek kehidupan manusia. Selain itu, negara harus membangun sistem pendidikan Islam yang memiliki kurikulum yang memungkinkan siswa mengembangkan kepribadian Islam yang teguh sehingga mereka dapat mencegah berbagai tindakan kejam, zalim, dan kejahatan lainnya. Selain itu, negara harus memastikan bahwa semua warganya menerima pendidikan berkualitas tinggi dan gratis.
Sudah jelas bahwa persoalan ini adalah persoalan yang bersifat sistematis, yang hanya dapat ditangani oleh negara. Satu-satunya solusi yang harus dilakukan yaitu dengan menerapkan Islam secara kafah dalam naungan sistem Islam yang memiliki aturan yang terperinci dan sempurna. Khilafah mengharuskan aspek-aspek yang berpengaruh (keluarga, masyarakat, dan negara) menjaga dan bertanggung jawab atas anak. Sehingga kasus seperti perundungan tidak terulang kembali. [An]
Baca juga:

0 Comments: