Opini
Oleh. Siti Mariyam, S.Pd.
Tahun 2024 ini Indonesia memperingati hari kemerdekaan yang ke-79 tahun. Namun sayang, di tengah peringatan hari raya kemerdekaan tahun ini, rakyat Indonesia justru mendapatkan kado pahit dari penguasa. Bagaimana tidak, menjelang peringatan kemerdekaan tahun ini, pemerintah justru mengeluarkan kebijakan yaitu menaikkan harga Bahan Bakar Minyak (BBM). Sebagaimana yang sudah banyak diberitakan di media, bahwa sejak tanggal 10 Agustus 2024, PT Pertamina Patra Niaga menaikkan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) yaitu Pertamax dari Rp12.950 per liter menjadi Rp13.700 per liter. (liputan6.com, 11/8/2020).
Meskipun kenaikan harga BBM kali ini dikenakan pada jenis BBM non subsidi, namun tetap saja mendatangkan keluhan dari berbagai kalangan masyarakat. Seorang warga bernama Rohati mengatakan bahwa kenaikan harga BBM membuat beban hidupnya semakin berat. Menurut Rohati, kenaikan harga BBM akan mengakibatkan kenaikan harga pada barang-barang yang lain. Sehingga pengeluaran semakin bertambah, sedangkan tidak ada pendapatan atau pemasukan tidak bertambah. (megapolitan.kompas.com, 11/8/024).
Sungguh ironi, di saat Indonesia sudah 79 tahun merdeka, namun kondisi masyarakat di negeri ini justru semakin memprihatinkan. Dengan naiknya harga BBM non subsidi ini jelas akan mempengaruhi ekonomi masyarakat. Di saat lapangan pekerjaan semakin sulit didapat, pengangguran semakin bertambah, harga barang juga mahal, maka beban hidup yang berat jelas dialami masyarakat. Dan beban ini akan semakin bertambah berat dengan dinaikkannya harga BBM.
Dikeluarkannya kebijakan tentang kenaikan harga BBM ini memperlihatkan kepada kita bahwa pemerintah saat ini terkesan tidak peduli dengan kondisi rakyatnya yang kesusahan. Padahal, jika ditelaah kembali, Indonesia itu kaya dengan sumber daya alam termasuk minyak ini. Lalu kenapa harga BBM ini justru semakin mahal?
Kenaikan harga BBM ini merupakan konsekuensi dari penerapan sistem kapitalisme di negeri ini. Dalam sistem kapitalisme, negara hanya sebagai regulator saja, bukan sebagai pengayom dan pelayan rakyat. Akibatnya, penguasa justru menjadikan kekuasaannya sebagai ladang bisnis dengan membuka peluang kepada para pengusaha (kapital) untuk menjadi investor dalam pengelolaan sumber daya alam yang ada di dalam negeri.
Maka bisa kita saksikan, kekayaan alam di negeri ini justru dikuasai dan dikelola oleh swasta (investor). Karena yang mengelola SDA adalah swasta atau pengusaha, wajar jika mereka mengelola kekayaan tersebut demi meraup keuntungan, bukan demi melayani kebutuhan dan kepentingan rakyat. Maka yang terjadi adalah pengusaha yang untung, sedangkan rakyat yang buntung.
Inilah fungsi negara atau penguasa dalam kapitalis yaitu sebagai regulator, bukan pelayan rakyat. Hal ini sangat berbeda dengan fungsi penguasa dalam sistem Islam. Penguasa dalam negara Islam yaitu seorang khalifah adalah penanggungjawab seluruh urusan rakyatnya. Maka Khalifah akan memprioritaskan untuk melayani rakyat, bukan melayani pengusaha. Hal ini sebagaimana disampaikan dalam hadits Rasulullah:
“Imam (Khalifah) adalah raa'in (pengurus rakyat) dan ia bertanggung jawab atas pengurusan rakyatnya” (HR. Bukhari).
Dalam pengelolaan sumber daya alam pun sistem Islam berbeda jauh dengan kapitalisme. Karena dalam Islam, kekayaan alam (SDA) statusnya adalah harta milik umum (rakyat) yang tidak boleh dikuasai atau diberikan kepada individu atau swasta. Karena Rasulullah bersabda bahwa:
“Kaum muslim berserikat dalam tiga perkara yaitu padang rumput, air, dan api.” (HR Abu Dawud dan Ahmad)
Maka dalam Islam, negaralah yang diwajibkan untuk mengelola sumber daya alam seperti minyak bumi, laut, hutan dll dan hasilnya akan dikembalikan kepada rakyat dalam bentuk penyediaan pelayanan seperti BBM yang murah atau gratis, membiayai pendidikan, kesehatan dll.
Dengan jumlah kekayaan alam Indonesia termasuk minyak yang melimpah ruah, kemudian dikelola dengan benar oleh negara dan bukan diserahkan kepada swasta, maka sangat mungkin jika harga BBM di negeri ini adalah murah bahkan gratis, bukan mahal seperti saat ini.
Jikalau alasannya kenaikan harga BBM ini karena menyesuaikan harga dunia, sedangkan minyak di negara ini adalah produk atau hasil kekayaan alam di dalam negeri, maka hal ini justru menjadi bukti bahwa negara ini dikendalikan dan dijajah oleh dunia kapitalis. Sehingga penguasa justru memilih membuat kebijakan yang semakin mencekik kehidupan rakyat demi kepentingan para kapital global.
Inilah dampak dari penjajahan ala kapitalisme yang bercokol di negeri ini. Maka selama sistem ini diterapkan, kondisi negara ini akan terus berada dalam kemunduran dan kesulitan. Rakyat tidak akan pernah bisa hidup sejahtera jika kita tetap mempertahankan aturan yang ada saat ini.
Oleh karena itu, jika kita ingin keluar dari permasalahan ekonomi yang semakin pelik seperti saat ini dan menjadikan negeri ini menjadi sejahtera dan penuh dengan keberkahan, maka satu-satunya jalan adalah dengan kembali kepada sistem Islam yaitu Khilafah yang akan mendatangkan rahmat bagi seluruh alam.
Wallahualam bissawab. [My]
Baca juga:

0 Comments: