Headlines
Loading...
Surat Pembaca

Oleh. Hana Salsabila A.R

Tak lama ini, pemerintah melegalkan izin aborsi pada korban pemerkosaan/kekerasan seksual yang menyebabkan kehamilan. Hal itu diatur dalam aturan pelaksanaan Undang-Undang No 17 Tahun 2023 melalui Peraturan Pemerintah (PP) No. 28 Tahun 2024 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan. "Setiap orang dilarang melakukan aborsi, kecuali atas indikasi kedaruratan medis atau terhadap korban tindak pidana perkosaan atau tindak pidana kekerasan seksual lain yang menyebabkan kehamilan sesuai dengan ketentuan dalam kitab undang-undang hukum pidana," dikutip dari Pasal 116. (Tirto.id, 30/07/2024)

Pelegalan aborsi secara tidak langsung membuktikan betapa maraknya kasus kehamilan diluar nikah dan kasus kekerasan seksual. Adanya UU TPKS seolah hanya sebatas isu dan opini angin lalu. Tak berimbas sama sekali, angka pergaulan bebas tetap marak, pun kekerasan seksual tetap membludak. Buktinya Komnas Perempuan mencatat terdapat ada sekitar 4.179 Kasus Kekerasan Seksual pada 2022-2023 termasuk yang berbasis online. Ini baru yang dilaporkan dan dicatat, sementara tak sedikit pula kasus yang tak tercatat akibat korban yang tidak melapor. Lihat saja, pada 2022 angka pernikahan dini meningkat dengan 84 persennya akibat dari kehamilan di luar nikah. 

Kembali pada aborsi, meski katanya legal namun risikonya tetaplah rentan. Kerusakan rahim hingga terancamnya nyawa bahkan bisa menyebabkan tidak bisa hamil lagi setelahnya. Jadi, pelegalan aborsi justru bukan memberikan solusi, malahan menambah masalah lagi.

Pun aborsi kali ini tidak lain adalah imbas dari lemahnya hukum dan kelalaian negara dalam menjamin keamanan masyarakat, terutama perempuan. Sistem sekuler yang melandasi setiap peraturan dan undang-undang yang dibuat ibarat menutup lubang dengan membuat lubang lainnya, alias menutup masalah dengan masalah lainnya. Dan aborsi adalah contoh mudahnya. Hak kebebasan yang dianut sistem ini, bukannya memperketat keamanan, malah mengorbankan nyawa dan kesehatan korban. 

Dalam kacamata Islam sendiri, hukum aborsi akibat pemerkosaan adalah haram. Namun, sebagian ulama memperbolehkan aborsi sebelum usia janin berumur genap 40 hari terhitung sejak pembuahan, itupun jika dalam keadaan terpaksa yang mengancam nyawa si korban. Walau demikian apakah bisa menjamin setiap orang yang menjalani aborsi pasti sesuai dengan standar Islam? 

Belum lagi maraknya hamil diluar nikah ini lantaran pergaulan bebas dan lemahnya hukum negara. Jadi, sebenarnya siapa yang harus disalahkan? Apabila negara ini menerapkan Islam, tentu ini tidak akan terjadi. Islam yang notabene berasal langsung dari Sang Khalik menciptakan hukum yang adil dan tepat. Terbukti, syari'at Islam senantiasa menjaga pergaulan dan sangat mencela pergaulan bebas. Selain itu menindak tegas bagi pelaku kekerasan seksual seperti rajam dan cambuk. Sehingga dengan ini akan tercipta keamanan dan kesejahteraan yang nyata. [My]

Baca juga:

0 Comments: