Opini
Oleh. Aqila Fahru
Menurut laporan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), praktik judi di Indonesia masih berkembang dengan pesat di beberapa daerah. Koordinator Kelompok Humas PPATK, Natsir Kongah menyatakan terdapat transaksi yang mencurigakan sebanyak 11.222 transaksi pada tahun 2022 dan sebanyak 24.850 pada tahun 2023. Pada tahun 2023 ditemukan transaksi mencurigakan sebanyak Rp327 triliun, bahkan pada kuarta satu di tahun 2024 menembus angka Rp600 triliun lebih. Menurut Natsir transaksi keuangan dari pejudi online tidak hanya tersebar di bank saja, tetapi juga ke e-wallet ( Kumparan.com,15 Juni 2024)
Selain itu, Satgas Tugas Pemberantasan judi online Polri menyampaikan bahwa pada kasus judi online (judol) terdapat perputaran uang sebanyak Rp1 triliun. Polri juga menyebutkan bahwa terdapat tiga situs yang servernya berada di luar negeri, di antaranya yaitu 1XBET, W88 dan Liga Ciputra. Menurut Komjen Wahyu Widada, modus operasi para pelaku judol ini yaitu mereka bekerja sama melakukan kegiatan melawan hukum dengan menyediakan sarana pembayaran deposit dan withdraw pada ketiga website judol. Pelaku menyamarkan pembayaran dengan mengirim rekening bank menggunakan jalur ekspedisi. Pelaku judol juga menggunakan kripto dalam perputaran uang judol tersebut. (news.detik.com, 22 Juni 2024)
Upaya Pemerintah Mencegah Dampak Kerusakan Judol
Presiden Jokowi telah meneken Keppres No.21/2024 tentang satuan tugas (Satgas) pemberantasan judol. Dalam Keppres tersebut pemerintah mengandalkan dua cara untuk memberantas judol.
Pertama, upaya pencegahan yang dilakukan menggunakan jalur edukasi dan literasi. Dalam hal ini, menkominfo Budi Ari Setiadi, selaku Ketua Harian Pencegahan, diberi mandat oleh presiden untuk mencerdaskan masyarakat sehingga mampu untuk mengurangi permintaan judol.
Kedua, upaya penindakan yang dikomandoi Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo. Sehubungan dengan hal ini, Usman menyebut Direktoral Jenderal Aplikasi Informatika Kominfo juga dilibatkan untuk menurunkan (takedown) situs judol maupun situs yang menampilkan judol (cnbcindonesia.com, 15 Juni 2024).
Persoalan judol sebenarnya bukan merupakan hal yang baru di negeri ini. Hanya saja memang kasusnya dalam dekade terakhir semakin meluas dan merebak dalam segala kalangan. Bahkan, hingga kalangan anak-anak pun tidak luput dari kegiatan judol. Hal ini memunculkan berbagai persoalan di tengah masyarakat.
Maraknya judol memang tidak bisa dilepaskan dari karut marutnya sistem kehidupan yang terapkan saat ini. Sistem yang dimaksud adalah kapitalisme yang tegak di atas asas sekulerisme yang menafikan peran agama dalam pengaturan kehidupan. Sekulerisme dengan paham-paham batil turunannya, seperti liberalisme dan materialisme yang diemban negeri ini memang meniscayakan kehidupan yang serba sempit.
Selain itu, lemahnya pemahaman masyarakat terhadap ajaran islam kaffah menjadikan islam hanya dipahami sebatas ritual semata. Wajar apabila tidak sedikit individu muslim yang mengalami disorientasi hidup hingga mudah menyerah pada keadaan, bahkan terjerumus dalam kemaksiatan.
Berbagai permasalahan yang berakar pada rusaknya sistem kehidupan yang dianut menjadikan rakyat mengambil jalan pintas. Di satu sisi mudah terbujuk oleh iming-iming judol yang sebenarnya juga penuh dengan spekulasi. Di sisi lain, para pemilik akun judol pun mengambil cara mudah untuk mendapatkan uang atau materi, tanpa berpikir apakah yang mereka lakukan itu merugikan orang lain atau tidak, sesuai dengan syariah atau tidak. Semua dilakukan semata agar bisa mendapatkan materi sebanyak-banyaknya tanpa melihat konsekuensi di baliknya.
Oleh karenanya pembentukan satgas judol tidak mampu menjadi solusi masalah judol ini karena tidak menyentuh pada akar permasalahannya. Satu-satunya solusi untuk keluar dari permasalahan ini hanyalah dengan mencampakkan sistem sekuler kapitalisme dari pengaturan kehidupan dan menggantinya dengan sistem kehidupan yang sahih dan sempurna yaitu dengan sistem Islam. Islam akan mengatasi permasalahan judol berawal dengan mengatasi akar permasalahannya. Wallahualam bissawab. [My]
Baca juga:

0 Comments: