Opini
Oleh. Yulweri Vovi Safitria
(Freelance Writer)
Apakah kita sudah merdeka? Jika merdeka yang dimaksud adalah bebas dari penjajahan bersenjata, mungkin iya. Akan tetapi, secara pemikiran, sejatinya kita belum merdeka dan masih terjajah.
Baru-baru ini, beredar kabar bahwa lebih kurang 18 anggota Paskibraka putri diminta untuk melepas hijab (kerudung) saat acara pengukuhan pada Selasa lalu. Kepala Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) Yudian Wahyudi, menjelaskan bahwa tujuan anggota Paskibraka putri melepas hijab adalah untuk mengangkat nilai-nilai keseragaman dalam pengibaran bendera pada HUT RI (tempo.co, 14-8-2024).
Melanggar UUD 1945
Marah dan kesal, mungkin itu yang dirasakan sebagian kaum muslimin. Bagaimana tidak, di tengah keputusan pemerintah mengeluarkan PP No. 28/2024 terkait pengadaan alat kontrasepsi bagi remaja dan anak usia sekolah, pemerintah meminta anggota Paskibraka putri untuk membuka hijab yang merupakan pakaian takwa dan manifestasi keimanan seorang muslim.
Melihat kedua fakta ini, wajar jika masyarakat menduga bahwa pemerintah lebih menyukai maksiat ketimbang umatnya yang taat. Patut diduga pula bahwa pemerintah mengekang kebebasan rakyat yang ingin menggunakan kerudung karena selama ini, penggunaan kerudung oleh anggota Paskibraka bukanlah sebuah masalah.
Pemerintah seolah tidak kehabisan cara untuk melanggengkan ide liberal dengan alasan keseragaman. Sementara momen tersebut adalah hari peringatan kemerdekaan, tetapi nyatanya hak merdeka itu tidak seutuhnya didapatkan.
Bukan hanya itu, merujuk kepada UUD 1945, larangan menggunakan hijab bertentangan dengan Pasal 29 Ayat 1 dan 2. Ayat 1 menegaskan bahwa setiap orang bebas memeluk agamanya masing-masing dan beribadat menurut agama dan kepercayaannya. Sementara dalam ayat 2 berbunyi, negara menjamin kemerdekaan setiap orang memeluk agamanya masing-masing dan beribadat menurut agama dan kepercayaannya itu.
Oleh karena itu, wajarlah kiranya jika Legislator Partai Amanat Nasional Guspardi menyatakan bahwa pelepasan hijab anggota Paskibraka yang akan bertugas dalam upacara HUT RI adalah diskriminatif, melanggar ketentuan agama dan konstitusi. Bahkan, pelepasan hijab tidak sesuai dengan Sila Ketuhanan yang Maha Esa yang menjamin hak melaksanakan ajaran agama (tempo.co, 15-8-2024).
Islamofobia Berbalut Keseragaman
Meskipun alasan melepas hijab, dalam hal ini kerudung adalah untuk keseragaman, patut diduga bahwa islamofobia masih meracuni benak masyarakat, termasuk pejabat publik. Pemerintah seolah frontal menolak hal-hal yang beraroma Islam, sebaliknya lebih open minded terhadap kebebasan.
Tentunya hal yang wajar. Sejak sistem kapitalisme sekuler menguasai dunia, Islam tidak mendapat ruang untuk mengatur kehidupan. Hal-hal yang berbau Islam selalu dimusuhi dan berusaha dikebiri. Umat ditakut-takuti dengan berbagai propaganda yang dihembuskan barat.
Pemikiran umat diracuni sehingga mengganggap bahwa Islam cukup sebatas ibadah wajib saja. Selebihnya biar menjadi urusan pemerintah yang berkuasa. Bahkan, tidak sedikit pula yang memilih jalan tengah, asalkan masih bisa salat, turuti saja apa kemauan yang menjabat.
Umat terus dicekoki dengan paham kebebasan berbalut hak asasi. Manusia bebas berbuat sesuka hati, termasuk membuat aturan yang sejatinya melawan naluri.
Namun, di sisi yang lain, kebebasan itu tidak seutuhnya didapatkan rakyat, contohnya terkait menggunakan hijab bagi anggota Paskibraka, mendapatkan pendidikan yang layak, berpendapat, dan lain sebagainya. Lantas, kebebasan tersebut untuk siapa?
Perang Pemikiran
Jika menengok lebih dalam, sejatinya, masyarakat belum merdeka. Ya, coba saja lihat berbagai fakta yang terjadi hari ini. Masyarakat masih kesulitan mendapatkan haknya, harga-harga terus merangkak naik, belum lagi tarif pajak, akses pendidikan dan kesehatan terbilang rumit dan memberatkan.
Rakyat juga tidak bebas menyuarakan isi hatinya. Bahkan, dakwah Islam pun dianggap sebagai ancaman jika tidak sesuai dengan kemauan pemilik kekuasaan. Sementara dakwah adalah kewajiban umat Islam. Hadirnya para pengemban dakwah adalah untuk mengingatkan para pemangku kebijakan agar tidak salah jalan.
Inilah fase perang sesungguhnya. Ya, umat sedang berperang melawan pemikiran kufur dan menyesatkan. Perang pemikiran ini memiliki daya rusak yang tidak kalah dahsyat dibandingkan perang dengan senjata.
Sebagian masyarakat tidak lagi memandang bahwa segala perbuatannya harus berlandaskan aturan Sang Pencipta. Berbagai aturan yang dikeluarkan, boro-boro memberikan kesejahteraan, yang ada justru menimbulkan pertentangan. Asalkan tuan senang dan dapat cuan, semua akan dilakukan.
Begitulah mindset kapitalisme sekuler yang melahirkan kebebasan. Ketika aturan Tuhan tidak dijadikan pedoman dalam mengarungi kehidupan, maka kerusakan, kesengsaraan, ketidakadilan, dan ketidakbebasan akan terus dirasakan. Merdeka hanya milik segelintir orang.
Merdeka dengan Islam
Islam adalah agama rahmatan lil alamin. Kehadiran Islam mampu mewujudkan kemerdekaan dan membebaskan individu dari penghambaan kepada selain Rabb-nya.
Oleh karena itu, Islam tidak hanya mengatur ibadah wajib, seperti salat, zakat, haji, puasa. Lebih dari itu, Islam juga mengatur cara berpakaian, pergaulan, pendidikan, ekonomi, bahkan politik dan bernegara diatur secara detail.
Dalam hal berpakaian, Islam telah menetapkan batasan aurat bagi perempuan yang sudah balig. Seorang perempuan muslim diwajibkan menutup seluruh tubuhnya, kecuali muka dan telapak tangan. Hal ini berdasarkan firman Allah Swt.,
“…Dan hendaklah mereka menutupkan jilbab atau kain kerudung ke kepala, leher, dan dadanya, dan janganlah menampakkan perhiasannya atau auratnya…” (QS An-Nur: 31).
Aturan tersebut bukan bermaksud mengekang kebebasan kaum perempuan sebagaimana yang dihembuskan pemuja kebebasan. Sebaliknya, aturan Islam justru memuliakan para perempuan dan menempatkannya pada posisi terhormat.
Sementara dalam hal bernegara, penguasa wajib menerapkan seluruh aturan Islam yang tertuang di dalam Al-Qur’an dan Sunah. Negara memiliki tanggung jawab penuh menjaga akidah rakyat dari pemikiran kufur dan menyesatkan.
Negara juga mendorong rakyatnya untuk selalu terikat dengan hukum syarak. Oleh karenanya, tidak ada lagi pihak-pihak yang melarang umat untuk taat dengan alasan apa pun. Sebab, seluruh aturan yang bersumber dari Islam diterapkan oleh negara.
Oleh karena itu, penting untuk menerapkan aturan Islam dalam seluruh aspek kehidupan agar akidah umat bisa terjaga, terutama generasi muda. Hanya dengan Islam, kebebasan menjalankan syariat bisa didapatkan. Wallahualam. [My]
Baca juga:

0 Comments: