#opini
Hari Anak Nasional, Mampukah Menjadi Problem Solving?
Opini
Oleh. Tamifaid
(Momspreneur)
Setiap tanggal 23 Juli diperingati Hari Anak Nasional (HAN). Setiap tahun pemerintah menyelenggarakan peringatan Hari Anak Nasional sebagai ceremonial untuk mendorong masyarakat agar lebih meningkatkan perlindungan dan pemenuhan hak-hak anak seperti hak hidup, hak tumbuh kembang, dan hak partisipasi. Dilansir dari kompas.com, 18/7/2024, bahwa Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Republik Indonesia menyelenggarakan Hari Anak Nasional ke-40 tahun 2024 dengan tema, "Anak Terlindungi, Indonesia Maju". Tema ini memiliki 6 subtema antara lain, Anak Cerdas, Berinteraksi Sehat, Suara Anak Membangun Bangsa, Pancasila di Hati Anak Indonesia, Dare to Lead and Speak Up, Anak Pelopor dan Pelapor, Pengasuhan Layak untuk Anak, Digital Parenting, Anak Merdeka dari Kekerasan, Perkawinan Anak, dan Pekerja.
Peringatan Hari Anak Nasional 2024 puncaknya diadakan di Jayapura, Papua pada Selasa 23 Juli bertujuan agar kemeriahan HAN 2024 bisa dirasakan oleh anak-anak di daerah tertinggal.
Apakah dengan kampanye peringatan Hari Anak Nasional bisa melindungi anak-anak dari kekerasan dan bisa memenuhi hak-hak anak?
Peringatan Hari Anak Nasional dari tahun ke tahun belum ada perubahan yang bermakna dan belum ada dampak yang signifikan malah justru semakin terlihat peningkatan kasus kekerasan terhadap anak. Seperti kasus cybercrime meningkat, mulai dari anak korban kekerasan seksual, anak korban pornografi, anak korban eksploitasi, anak korban bullying hingga anak korban judi online yang meresahkan orang tua.
Anak-anak di bawah umur 10 tahun terlibat judi online dan jumlahnya 80.000 anak. Sungguh fakta yang miris sekali. Banyak permasalahan yang kompleksitas yang dialami anak-anak namun belum ada solusi untuk melindungi mereka, ditambah lagi kasus stunting yang genting akibat mahalnya bahan pangan sehingga banyak keluarga tidak bisa memenuhi kebutuhan gizi, serta kasus anak-anak yang tidak mendapatkan pendidikan yang layak di mana anak-anak dalam kondisi memprihatinkan. Anak-anak terpaksa bekerja untuk memenuhi kebutuhan hidup dan banyak anak yang berhenti sekolah. Inilah fakta kegagalan sistem kapitalisme dalam melindungi anak dari kekerasan.
Kegagalan Sistem Kapitalisme
Tindakan pemerintah dalam menyikapi persoalan kekerasan anak dengan kampanye pada peringatan HAN belum menyentuh akar permasalahan. Pemerintah membuat beberapa kebijakan dalam melindungi anak dari kekerasan yaitu, pertama, membangun satgas pencegahan dan penanganan judi online, kedua, pemerintah menyiapkan Rancangan Peraturan Presiden tentang Peta Jalan Perlindungan Anak dalam Ranah Daring untuk melindungi anak di dunia maya (Antara, 23 Juli 2024).
Kebijakan tersebut belum menyelesaikan persoalan. Inilah sistem kapitalisme sekuler yang mana pendidikan anak di rumah maupun di sekolah berorientasi pada materi, sehingga pandangan anak- anak tentang materi sungguh penting dibandingkan dengan pandangan hidup yang bertujuan ibadah.
Pendidikan anak pada era kapitalisme hari ini membuat peran orang tua makin lemah akibat disibukkan mencari uang untuk memenuhi kebutuhan hidup sehingga melupakan peran utama dalam mendidik anak dengan akhlak yang mulia dan memahami agama. Kondisi ini menyebabkan anak berperilaku liberal karena tidak ada pengawasan orang tua seperti menggunakan gadget sepuasnya, pergaulan bebas anak laki-laki dan perempuan, serta pengaruh media pornografi.
Selain itu, pendidikan di sekolah juga tidak berlandaskan akidah Islam melainkan sekuler. Fasilitas yang didapat juga berbeda. Pendidikan mahal mendapat fasilitas pelayanan pendidikan yang bagus sedangkan pendidikan murah dapat pelayanan pendidikan biasa. Semua serba diukur dengan materi menyebabkan asal mula kasus kekerasan anak yang dilakukan orang tua, guru, dan teman sebaya.
Islam Melindungi Anak
Dalam sistem Islam, negara melindungi anak dari kekerasan. Negara secara langsung menjamin penuh kesejahteraan rakyatnya, termasuk anak, supaya anak dapat hidup aman, tumbuh dan berkembang sempurna. Islam mewajibkan orang tua mengasuh anak yang belum baligh dengan penuh tanggung jawab dan mengajarkan pendidikan di rumah sesuai dengan tuntunan Rasulullah saw. Rasulullah saw. bersabda, "Hendaknya kamu bersikap lembut, kasih sayang, dan hindari sikap keras dan keji." (Hadis Riwayat Bukhari)
Islam melarang orang tua melakukan kekerasan fisik/badan seperti memukul badannya ketika menasehati anak yang belum baligh. Anak boleh dipukul ketika berusia 10 tahun saat tidak melakukan salat.
Islam memberikan hak-hak pada anak seperti yang terdapat dalam Al-qur'an, yaitu di antaranya hak untuk mendapatkan pendidikan, nafkah, perlindungan, dan pemeliharaan. Allah Swt. berfirman dalam surat At-Tahrim ayat 6 bahwa Allah menyeru pada orang-orang yang beriman untuk menjaga diri dan keluarganya dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu, penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.
Islam memandang penting keberadaan anak sebagai generasi penerus peradaban, maka negara menjamin pemenuhan kebutuhan anak dalam berbagai aspek. Negara akan mewujudkan fungsi dan peran keluarga yang optimal dalam mendidik anak. Negara juga akan menerapkan sistem pendidikan islami untuk membentuk generasi berkepribadian Islam.
Dari sisi sistem ekonomi Islam, negara memiliki Baitulmal yang sumber pendapatannya dari sumber daya alam milik umat. Sumber daya alam tidak bisa dimiliki oleh pribadi. Karena itu, sumber daya alam dikelola langsung oleh negara dan hasilnya didistribusikan untuk kesejahteraan rakyat termasuk kesejahteraan anak, seperti pembangunan sekolah, sarana dan prasarana, memberikan gaji guru, memberikan lapangan pekerjaan (dengan membangun pabrik) sehingga kepala keluarga bisa mencukupi kebutuhan hidup, negara menjamin pendidikan gratis, dan masih banyak lagi. Negara mencukupi kebutuhan pokok (sandang, pangan, papan) tiap individu.
Dari sisi hukum, negara menjalankan syariat Islam untuk memastikan keamanan anak dalam segala bidang. Negara akan memberikan sanksi bagi pelaku kekerasan anak seperti,
Pertama, pemerkosa dicambuk 100 kali apabila belum menikah dan dirajam apabila sudah menikah.
Kedua, penyodomi anak akan dihukum bunuh.
Ketiga, pembunuh akan dihukum kisas yaitu balas bunuh, atau membayar diat sebanyak 100 ekor unta senilai dengan 1.2 miliar rupiah dan tindak kejahatan lainnya, akan ditetapkan hukuman tegas yang membuat orang-orang melakukan kekerasan anak berpikir dulu sebelum melakukan tindakan tersebut.
Menerapkan sistem Islam secara kafah dapat menyelesaikan masalah-masalah anak secara tuntas sehingga terwujud kesejahteraan anak. Anak-anak dapat tumbuh berkembang dengan aman sehingga anak-anak menjadi calon-calon generasi yang berakhlakul karimah dan menjadi calon-calon pemimpin yang amanah.
Wallahualam bissawab. [An]
Baca juga:

0 Comments: