
OPINI
Kampanye Mulai, Masalah Mengintai
Oleh. Siti Aminah
Masa kampanye pemilu dimulai pada 28 November 2023 sampai 10 Januari 2024. Adapun kampanye di media elektronik, media cetak dan media siber berlangsung pada 21 Januari sampai 10 Februari 2024 ( Bawaslu Jambi, 27-11-2023).
Sekarang ini para kontestan pemilu sudah turun ke masyarakat untuk berkampanye. Selain itu, pada masa kampanye ini Komisi Pemilihan Umum (KPU) akan menggelar debat capres dan cawapres sebanyak 5 kali.
Bisa kita prediksi masa kampanye akan terjadi persaingan para kontestan pemilu untuk mendapatkan dukungan masyarakat, mereka akan mempromosikan visi, misi dan program kerja jika terpilih nanti. Aneka janji manis politik akan ditebar dan disebar seperti kesejahteraan, lapangan kerja, penurunan harga pangan, subsidi, pembangunan, infrastruktur, kesehatan dan lain-lain.
Bukan hanya pencitraan diri sendiri, kampanye juga sering kali berisi "serangan" kekurangan paslon lainnya. Bahkan bisa terjadi kampanye hitam seperti fitnah terhadap pesaing nya.
Maka dari itu, masa kampanye ini sangat rawan terjadi perselisihan dan konflik antar masing-masing pendukung Paslon. Bisa terjadi adu mulut dan pertikaian antara warga yang berbeda partai. Hal ini sering kali terjadi dimasyarakat terlebih masa kampanye.
Bahkan sebelum masa kampanye dimulai, sudah muncul dugaan kecurangan dalam pemilu, misalnya ketua umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri yang mewanti - wanti adanya potensi kecurangan dalam rangkaian pemilu 2024. Selain itu juga muncul pakta integritas PJ bupati Sorong, Yan Piet Mosso yang berkomitmen mencarikan dukungan untuk capres dan cawapres Ganjar - Mahfudz. ( BBC, 15-11-2023).
Bahkan Ketua KPU Hasyim Asy’ari menyebut kampanye sebagai arena konflik (KPU Kab-Gowa, 10-11-2023). Kepolisian telah memetakan 12 daerah rawan konflik Pemilu 2024, yaitu Jawa Timur, Aceh, Sulawesi Tenggara, Maluku, Kalimantan Barat, Bali, Jawa Tengah, Jakarta, Sumatra Utara, Jawa Barat, Sulawesi Utara, dan Papua (Metro TV News, 11-10-2023). Dengan demikian, pemilu yang aman, nyaman dan damai masih menjadi angan semata.
Penuh Kebohongan
Tingginya potensi konflik dalam pemilu menguatkan kesimpulan bahwa sistem pemilu demokrasi penuh dengan penipuan, intrik, dan kebohongan. Para kontestan akan menebar janji manis namun palsu, yang membius rakyat sehingga mereka percaya pada janjinya. Sedangkan realisasinya ketika mereka terpilih sungguh jauh dari janjinya yang menggebu dilontarkan saat kampanye.
Sementara itu, para paslon akan menghalalkan segala cara untuk mendapatksn kemenangan. Mereka tidak segan-segan menyampaikan kebohongan (hoaks), fitnah, dan menyerang aspek SARA. Dalam demokrasi berbohong dan memfitnah seolah dinormalisasi dalam rangka kampanye.
Sayangnya, masyarakat yang melihat tingkah polah para politisi yang demikian, mereka masih saja tertipu oleh janji-janji palsu politisi. Tidakkah masyarakat mengambil pelajaran dari pengalaman?
Siklus kebohongan dalam kampanye ini selalu terjadi setiap pemilu, karena pemilu yang terjadi di sistem demokrasi sekuler ini akan menghalalkan segala cara yang haram, berupa kebohongan, fitnah, dan segala cara yang haram lainnya demi meraih kekuasaan.
Selain itu, hoaks dan pencitraan merupakan sesuatu yang penting di dalam sistem demokrasi kapitalis. Hal ini karena didalam demokrasi paradigma kekuasaan adalah sebagai alat untuk merealisasikan kepentingan penguasa demi meraih sebesar-besarnya keuntungan materi. Dengan demikian, orang-orang akan berlomba-lomba menjadi penguasa sehingga persaingan menjadi sangat alot. Apalagi dengan banyaknya partai peserta pemilu dan juga sistem pemilihan langsung, persaingan makin sengit.
Untuk memenangkan persaingan politik yang asas politiknya sekuler seperti sekarang ini, menjadikan berbagai cara ditempuh demi memenangkan persaingan. Tidak lagi memperhatikan halal haram. Tidak segan-segan para kontestan menjatuhkan lawannya dan melakukan pencitraan diri dengan memoles dirinya sehingga tampak baik meski sebenarnya mengandung kebohongan. Inilah realitas di dalam sistem demokrasi kapitalis seperti sekarang ini.
Kekuasaan Merupakan Amanah
Hal ini sangat berbeda dengan Islam. Di dalam Islam, jabatan merupakan amanah yang akan dipertanggungjawabkan di akhirat kelak. Islam melarang seorang pemimpin mengkhianati amanah atas kepemimpinannya.
Allah Swt. berfirman yang artinya
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengkhianati Allah dan Rasul (Muhammad) dan janganlah kamu mengkhianati amanat-amanat yang dipercayakan kepadamu, sedangkan kamu mengetahui.” (QS Al-Anfal: 27).
Sistem Islam akan membentuk para pemimpin yang amanah, karena Islam memiliki mekanisme pemilihan pemimpin yang terbaik. Asas pemilihan pemimpin dalam Islam berdasarkan akidah Islam. Mereka akan dituntun oleh akidah Islam sehingga perilaku politik para politisi sesuai syariat Islam dan tidak menghalalkan segala cara.
Para politisi dalam Islam sadar bahwa setiap apapun tingkah lakunya dalam politik akan ia pertanggungjawabkan, bukan semata pada manusia saja, tetapi pada Allah Swt.. Itulah sebabnya, politisi dalam sistem Islam akan memiliki profil jujur, bertakwa, dan hati-hati dalam setiap melakukan segala sesuatu. Mereka tidak akan melakukan kecurangan, kebohongan ataupun fitnah terhadap lawan politiknya.
Pemilihan pemimpin dalam sistem Islam
Dengan berlandaskan asas akidah Islam, proses pemilihan pemimpin akan berjalan tertib, lancar, dan penuh kebaikan, termasuk dalam interaksi warganya. Tidak ada konflik ataupun perpecahan antar pendukung calon penguasa. Sehingga akan mewujudkan keberkahan, yaitu bertambahnya kebaikan yang juga dirasakan umat.
Hal ini tercatat dalam sejarah pemilihan khalifah setelah wafatnya Umar bin Khaththab ra.. Ada dua calon kuat, yaitu; Usman bin Affan dan Ali bin Abi Thalib ra. Yang menarik adalah setelah Utsman bin Affan ra. terpilih, Ali bin Abi Thalib ra. segera membaiat Usman bin Affan dengan penuh keridaan.
Disampaikan dalam Shahih Al-Bukhari, Abdurrahman bin Auf membaiat Utsman bin Affan ra. dengan berseru, “Angkatlah tangan engkau, wahai Utsman.” Lantas ia membaiat Utsman ra., disusul oleh Ali ra. yang juga membaiat Utsman ra.. Walhasil, segera setelah itu, penduduk Madinah membaiat khalifah yang terpilih ini. Masyaallah, melalui Sistem Khilafah inilah proses pemilihan pemimpin sangat mudah, murah dan damai. Dan inilah yang kita dambakan untuk memperoleh pemimpin yang adil. Tidakkah juga engkau rindukan? Wallahualam bissawab.
[Ys]
Baca juga:

0 Comments: