Headlines
Loading...
Oleh. Rita Mutiara 

Pak Aman, pria berusia 40 tahun itu  mengendarai mobilnya. Wajahnya tampak tegang. Matanya tertuju pada jalan di depannya. Dengan konsentrasi dia memegang stir mobil, sesekali dia melirik bayi  dalam gendongan Bi Narti yang duduk di sampingnya. Bayi perempuan yang masih berwarna merah itu tetap tertidur lelap. Hal itu membuat Pak Aman lega.

Mobil yang dikendarai Pak Aman sampai tujuan, berhenti di depan sebuah rumah. Pak Aman turun terlebih dahulu dari mobil, kemudian membukakan pintu untuk Bi Narti. Arum yang berada di dalam rumah segera keluar. Istri Pak Aman itu tidak sabar menunggu kedatangan Bi Narti dan bayi mungil yang akan  dibesarkannya, meski bukan berasal dari rahimnya.

Bi Narti keluar dari mobil sambil memeluk bayi dalam gendongannya. Arum  segera menyambut, kemudian menatap lekat bayi yang digendong Bi Narti. Bayi perempuan yang lucu.

“Sini, aku gendong,"  kata Arum sambil membuka kedua telapak tangannya.

Bi Narti segera membuka ikatan kain gendongan  dan membiarkan bayi itu digendong Arum. Bayi itu menggerakkan kepalanya, tetapi kemudian kembali tertidur lelap dalam dekapan Arum. Wajah Arum berseri sambil menatap bayi dalam dekapannya.

Lalu Arum membaringkan bayi itu di tempat tidurnya. Tempat tidur kecil sudah disiapkan di ruangan tersendiri, tapi Arum ingin puas memandangi bayi itu. Tidak lama kemudian bayi itu menggerak bibirnya yang mulai mengering. Dia terbangun karena merasa haus,  lalu badannya mulai bergerak. Arum menyodorkan botol susu di bibir mungil bayi itu, mulut bayi itu terbuka kemudian menyedot dengan lahap susu  dalam botol yang disodorkan Arum. Bayi itu bernama Rania, Pak Aman sebagai ayah kandung yang memberi nama bayi itu.

Arum, wanita berusia 35 tahun itu tersenyum senang, susu satu botol habis diminum Rania. Rania mengedipkan mata mulai merasakan situasi tempat yang berbeda dari biasanya. Usia Rania belum cukup satu bulan, belum bisa melihat jelas orang disekitarnya. Bayi seusia itu mengenali sosok orang hanya dari bau tubuhnya. Rania merasakan suasana nyaman dan membahagiakan di tempat barunya itu

Arum dibantu Bi Narti mengurus Rania dengan penuh kasih sayang. Rania mengenali bau tubuh Arum, karena begitu sering Arum menggendongnya. Rania merasakan ketulusan kasih sayang Arum, melupakan ibu kandungnya. 

Arum membesarkan Rania hingga berusia 10 tahun, selama itu pula Rania diperkenalkan pada siapa pun sebagai anak kandungnya.

Ketika Rania masih 10 tahun, datang Deta,seorang  wanita yang lebih muda dari Arum. Dia menjemput Rania di sekolah. Rania mengikuti diajak Deta, karena Deta pernah ke rumah dan diperkenalkan Pak Aman sebagai wanita yang ingin mengangkat Rania sebagai anak.

Deta mengajak Rania ke rumah makan dan  mengatakan bahwa dia ibu kandungnya.  Rania hanya diam dengan mulut menganga, dia sama sekali tidak paham apa yang diceritakan Deta, meskipun Deta sudah banyak berkata-kata.

Pak Aman terkejut ketika Deta bersama Rania pulang ke rumah. Tanpa bicara, Rania  berlari ke kamar sambil menangis. 

"Apa yang kamu katakan kepadanya? " Pak Aman cemas dan menduga Detalah yang menyebabkan Rania menangis.

"Aku mengatakan, bahwa  aku ibu kandungnya. Apa aku salah bicara yang sebenarnya?" Deta matanya terbelalak dan jantungnya mulai berdetak  keras.

"Iya, tapi belum waktunya. Aku akan terus terang pada Rania jika usianya sudah 17 tahun. Dia belum bisa memahami cerita ini."

"Hah! Dia harus segara tahu aku ibunya." Deta bersikukuh menentang Pak Aman.

Kemarahan  Deta reda, ketika dia melihat  Arum datang. Kemudian mereka  berbincang dengan tenang. Tidak lama kemudian  Deta pun pamit pulang. Deta berkesempatan memeluk erat anak kandungnya, Rania,  sebelum pulang.

“Cari Mama, kalau kamu sudah besar ya, Nak!” Deta berbisik lirih mengucapkan kata perpisahan.

Delapan tahun sudah berlalu, Rania kini berusia 18 tahun. Rania tak pernah bertemu ibu kandungnya karena Deta bertempat tinggal di wilayah yang jauh. Rania tidak pernah melupakan  pertemuan delapan tahun yang lalu dengan ibu kandungnya. Terlebih setelah dia mengikuti kajian agama tentang  berbakti kepada orang tua.

Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman:

وَوَصَّيْنَا الْاِ نْسٰنَ بِوَا لِدَيْهِ ۚ حَمَلَتْهُ اُمُّهٗ وَهْنًا عَلٰى وَهْنٍ وَّفِصٰلُهٗ فِيْ عَا مَيْنِ اَنِ اشْكُرْ لِيْ وَلِـوَا لِدَيْكَ ۗ اِلَيَّ الْمَصِيْرُ

"Dan Kami perintahkan kepada manusia (agar berbuat baik) kepada kedua orang tuanya. Ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam usia dua tahun. bersyukurlah kepada-Ku dan kepada kedua orang tuamu. Hanya kepada Aku kembalimu."
(QS. Luqman 31: Ayat 14)

Meski Deta tidak membesarkannya, tetapi ustazah menjelaskan bahwa ibu telah  mengandung dalam keadaan lemah. Bertambah beban ibu karena sudah mengandung selama  sembilan bulan. Kemudian berjuang merasakan sakit ketika melahirkan dalam perjuangan antara hidup dan mati. Maka muncul keinginan Rania untuk bertemu ibunya, walau pun tempat tinggalnya jauh. Akhirnya, Rania bisa bertemu kembali ibu kandungnya.

“Baguslah kamu punya ibu dua,” ujar suamiku setelah mendengar kisahku. 

Ya, akulah Rania yang baru saja menceritakan kisahku pada suamiku. Namun Emak, sebutan untuk wanita mulia bernama Arum sudah meninggal, begitu jua Pak Aman, bapakku. Mereka orang tua yang mencintaiku dan sangat menyayangiku. Memenuhi segala kebutuhanku dengan cukup, hingga aku bisa seperti sekarang ini. Tidak selamanya ibu tiri kejam, buktinya emakku. Meskipun ibu tiri, tapi dia wanita sholehah yang penuh kasih sayang membesarkanku seperti anak kandung. 

Tidak semua wanita sanggup seperti emak, membesarkan anak yang bukan anak kandung dengan ketulusan hati. Semoga Allah menyayangi emak sebagaimana emak menyayangiku di waktu kecil. Itulah doaku. [My]

Baca juga:

0 Comments: