
OPINI
Judi Online dalam Pandangan Islam
Oleh. Ina Ariani (Aktivis Muslimah Pekanbaru)
Judi online kian hari kian marak di negeri ini. Pelakunya bukan hanya menyasar pada orang dewasa tetapi anak-anak di bawah umur pun ketagihan judi online. Komisioner KPAI Sub Klaster, Kawiyan mengatakan hari ini anak menjadi korban cybercrime. Ia juga mengatakan dampak dari judi online pada anak, yaitu anak semakin temperamen, kasar, boros, suka melawan, dll. (cnbcindonesia.com, 21/9/2023).
Dikabarkan, sejumlah anak usia sekolah dasar didiagnosis kecanduan judi online, mirisnya lagi masalah ini diunggah langsung secara live streaming oleh para streamer gim yang secara terang-terangan mempromosikan situs judi slot. (bbc.com, 28/11/2023).
Diperkirakan ada sebanyak 12.000 siswa ikut main game online yang disponsori oleh judi online. Sebanyak 2.000 siswa langsung mengakses judi online tersebut. (Kompas.com, 23/10/2023)
Data ini ibarat fenomena gunung es, tentunya ini hanya sebagian data, yang terjadi tentu lebih banyak lagi. Ini baru data sebagian daerah. Apabila kita mau googling dengan kata kunci “judi online pelajar”, pasti hasilnya membuat sesak dada akibat dari maraknya kasus judi online yang menimpa generasi muda kita di negeri ini.
Ada banyak faktor terjadinya judi online menyasar kepada anak, di antaranya akibat pendidikan sekuler. Yang memisahkan aturan agama dengan kehidupan. Kurangnya perhatian orang tua, masyarakat juga negara. Anak-anak dibiarkan bebas tanpa aturan, bebas menentukan jalan hidup sesuai keinginannya, sementara orang tua sibuk dengan urusannya karena tuntutan sistem yang merusak tatanan kehidupan dalam keluarga, masyarakat apalagi negara.
Komitmen negara untuk menyelesaikan permasalahan umat tidak kuat dan tidak memberikan dampak positif. Fenomena perjudian sudah terjadi sejak lama. Pada zaman sekarang, akibat dari ilmu pengetahuan perkembangan ilmu sains dan teknologi menjadi penyebab bermunculannya judi gaya baru, dipoles lebih indah sehingga membius masyarakat, apalagi dengan akses yang amat mudah, bisa offline atau online.
Di Indonesia sendiri perjudian telah dilarang sejak lama, tertuang dalam Pasal 27 ayat 2 juncto Pasal 45 ayat 2 Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE). Untuk pihak yang sengaja mendistribusikan atau yang memudahkan akses judi online pun, diancam kurungan penjara paling lama 6 tahun atau denda paling banyak Rp 1 miliar. Selain itu, dalam Pasal 303 KUHP memberikan hukuman pidana penjara paling lama 4 tahun dan denda pidana paling banyak Rp 10 juta bagi para pemain judi.
Negara sudah berupaya keras untuk menyelesaikan permasalahan umat termasuk judi online namun tidak memberikan dampak positif, apalagi memberi efek jera. Sebaliknya, malah terkesan memfasilitasi.
Umat Butuh Solusi
Dalil haramnya judi banyak dijelaskan dalam banyak ayat di Al-Qur'an. Haramnya judi bukan sekadar memberikan dampak buruk bagi para pelakunya. Bahkan Allah Swt. menyejajarkan judi dan miras sama dengan menyembah berhala, lalu Allah menggolongkannya sebagai perbuatan paling tercela. Allah Swt. berfirman,
"Wahai orang-orang yang beriman, sesungguhnya minuman keras, berjudi, (berkurban untuk) berhala, dan mengundi nasib dengan anak panah adalah perbuatan keji (dan) termasuk perbuatan setan. Maka, jauhilah (perbuatan-perbuatan) itu agar kamu beruntung." (QS. Al-Ma'idah [5]: 90)
Judi diumpamakan seperti mencelupkan tangannya ke dalam darah babi. Sebagaimana telah diriwayatkan dari Sahabat Abdullah bin Amr bin Ash r.a, ia berkata; Yang artinya, “Orang yang bermain dengan dua mata dadu ini dalam rangka berjudi seperti orang yang makan daging babi. Kemudian orang yang bermain dengan kedua mata dadu tapi tanpa taruhan, seperti orang yang mencelupkan tangannya di darah babi." (HR. Bukhari)
Untuk itu, Islamlah satu-satunya solusi komprehensif bagi masalah judi dan problematika umat lainnya. Jadi untuk mengatasi judi di kalangan anak dan dewasa tidak cukup hanya sekedar nasihat, ceramah, atau bahkan hukum kurungan penjara atau denda saja. Perlu solusi tuntas dari akarnya.
Pertama, pentingnya kontrol keluarga, karena peran orang tua sebagai pondasi awal untuk mewujudkan generasi yang berakidah dan berakhlak mulia, serta mendidik anak-anak nya menjadi anak saleh dan salihah sesuai Islam agar tidak mudah terjerumus ke lubang kemaksiatan. Kedua, peran masyarakat, karena masyarakat juga menentukan baik dan buruknya suatu generasi. Sebagai masyarakat Islami seharusnya tidak abai dengan kemaksiatan yang ada, masyarakat harus ikut mewujudkan generasi rabani cinta Islam, bukan sebaliknya abai terhadap kemaksiatan yang terjadi. Ketiga, negara. Sebagai pelayan umat, negara wajib mendukung terbentuknya masyarakat yang islami.
Negara punya kekuasaan untuk menutup akses judi online bagi masyarakat termasuk generasi pelajar. Juga konten-konten yang bisa menjerumuskan generasi. Kemudian peran negara wajib menjamin kesejahteraan untuk rakyat. Sebagaimana negara juga wajib memberikan fasilitas pendidikan berlandaskan akidah Islam, juga menjaga keamanan rakyat.
Semua ini tidak bisa terwujud apabila kita masih nyaman berada dalam aturan sistem kapitalis sekuler. Mau tidak mau umat harus beralih ke sistem Islam dan menerapkan aturan Islam secara totalitas kafah. Berada dalam naungan sistem Islam yaitu khilafah yang hanya dipimpin oleh kepemimpinan tunggal yaitu khalifah.
Wallahu alam bishshawab. [My]
Baca juga:

0 Comments: