
OPINI
Miris! Dana Desa Berlimpah, Tetapi Rawan Dikorupsi
Oleh. Ummu Faiha Hasna
Korupsi bukanlah warisan budaya suatu bangsa. Akan tetapi korupsi seakan sudah mengakar menjadi penyakit menahun yang bisa ditemukan di berbagai negara. Ia sejatinya merusak sistem hukum dan merupakan pelanggaran terhadap hak asasi manusia.
Melansir katadata, (8/4/2023), beberapa bulan yang lalu, Asosiasi Pemerintah Desa Seluruh Indonesia (Apdesi) menuntut kenaikan alokasi anggaran Dana Desa menjadi 10 persen dari belanja APBN. Dengan harapan dapat meningkatkan kualitas pembangunan di wilayah pedesaan. Mirisnya, di tengah tuntutan dana desa tersebut, korupsi dana desa justru banyak terjadi. Dana desa yang berlimpah tersebut, rawan dikorupsi. Sebab, tata kelola dana desa bisa dibilang belum sepenuhnya bebas dari korupsi. Akhirnya tren korupsi kian meningkat sepanjang tahun.
Terlepas dari itu, mengutip laporan Indonesia Corruption Watch (ICW), dari 155 kasus korupsi desa pada tahun 2022, secara rinci 133 kasus berkaitan dengan dana desa, sementara 22 kasus berkaitan dengan penerimaan desa. Kasus korupsi di sektor desa paling banyak ditangani oleh aparat penegak hukum pada 2022. Akibat korupsi terhadap dana desa tersebut menyebabkan kerugian negara sebesar Rp381 miliar.
Meski demikian, badan legislasi DPR telah menetapkan alokasi dana desa sebesar dua miliar rupiah masuk ke dalam Draf Revisi Undang-Undang No.6 Tahun 2014 tentang desa yang sebelumnya hanya satu miliar rupiah. Ia beralasan, banyak desa yang tentunya membutuhkan anggaran lebih dari dua miliar rupiah untuk pembangunannya. Dengan presentasi dana desa sebesar lima belas persen tentu akan membuat banyak desa mendapatkan anggaran yang lebih dari angka tersebut. (Republika, 27/6/2023)
Menanggapi hal tersebut, anggota DPR RI Ratna Juwita tidak ingin korupsi dana desa menjadi alasan untuk membatalkan kenaikan anggaran dana desa. Dia menyebut sektor lain juga memiliki potensi yang sama. Oleh karenanya, yang perlu ditingkatkan adalah pengawasan dan transparansi pada setiap level pengambil kebijakan. Tidak hanya tuntutan kenaikan anggaran desa, revisi Undang-Undang desa juga menetapkan masa jabatan kepala desa yang pada awalnya satu periode hanya enam tahun kemudian dinaikkan menjadi sembilan tahun. Aturan ini dipastikan berlaku bagi kepala desa yang sedang menjabat setelah revisi Undang-Undang desa tersebut disahkan.
Padahal, masa jabatan yang panjang tentu akan berisiko terhadap meningkatnya korupsi. Sebagaimana diketahui bahwa kebijakan otonomi daerah yang memberi kewenangan kepada daerah hingga tingkat desa untuk melakukan pembangunan ditujukan untuk pemerataan pembangunan infrastruktur dan pendidikan. Selain itu dana desa yang besar diharapkan mempercepat laju perputaran ekonomi di akar rumput karena sektor riil akan berputar di pedesaan sehingga kesejahteraan masyarakat desa diharapkan mengalami peningkatan.
Sangat disayangkan, korupsi dana desa masih banyak terjadi. Hal ini tidak lepas dari lahirnya pemimpin yang tidak amanah dan nilai-nilai rusak yang lahir dari sistem politik demokrasi sendiri. Apalagi, sistem politik demokrasi adalah sistem politik berbiaya mahal. Akhirnya, setiap individu yang berupaya meraih tampuk kekuasaan harus mengeluarkan dana yang tidak sedikit. Sementara, gaji yang akan mereka peroleh ketika berkuasa tidaklah sebanding dengan modal yang dikeluarkan saat pemilu. Maka wajar, upaya balik modal harus dilakukan saat menjabat. Dan satu-satunya jalan termudah dan tercepat adalah korupsi. Ditambah lagi, cara pandang hidup yang dibangun oleh sistem kapitalisme liberalisme saat ini hanya berputar pada urusan materi.
Sistem rusak ini telah mengarahkan manusia untuk mengejar materi berupa harta, kedudukan, dan kenikmatan jasadiyah sebesar-besarnya.
Tak heran, ditemukan kades yang melakukan korupsi hanya untuk bersenang-senang. Diperparah lagi dengan lemahnya sistem sanksi bagi pelaku korupsi membuat para koruptor dan calon koruptor tidak merasakan efek jera. Oleh karena itu, korupsi mustahil diberantas selama sistem rusak yang bercokol adalah sistem sekuler kapitalisme.
Sejatinya, hanya sistem Islam yang mengharamkan korupsi oleh siapa saja, sebab, Islam sudah memiliki mekanisme jitu untuk mencegah dan memberantas korupsi hingga akarnya. Ada beberapa aturan yang diterapkan negara Islam atau Kh1l4f4h untuk mencegah dan memberantas korupsi.
Pertama, ketakwaan individu. Dalam pengangkatan pejabat atau pegawai negara, negara menetapkan syarat takwa sebagai ketentuan selain syarat profesionalitas. Karenanya, mereka memiliki self control yang kuat. Seorang muslim akan menganggap bahwa jabatan adalah amanah yang harus ditunaikan dengan benar karena akan dimintai pertanggungjawaban di dunia dan di akhirat.
Dalam tafsir Mukhtashar, dijelaskan surat An-Nisa Ayat 87, bahwa Allah benar-benar akan mengumpulkan kalian (umat manusia) dari awal sampai akhir di hari kiamat yang tidak ada keraguan terhadapnya, untuk membalas amal perbuatan kalian. Dan tidak ada yang lebih benar ucapannya daripada Allah.
Kedua, negara Islam mempunyai aturan terkait Badan Pengawasan atau Pemeriksa Keuangan. Dalam kitab al-Amwal fi Daulah Kh!l4f4h disebutkan, untuk mengetahui apakah pejabat dalam instansi pemerintahan itu melakukan kecurangan atau tidak, maka ada pengawasan yang ketat dari pemeriksa keuangan.
Karena itu, calon pejabat atau pegawai negara akan dihitung harta kekayaannya sebelum menjabat. Selanjutnya saat menjabat selalu dihitung dan dicatat harta kekayaan dan penambahannya. Jika ada penambahan yang meragukan, maka akan dilakukan verifikasi apakah penambahan hartanya itu secara syar'i atau tidak. Jika terbukti dia melakukan kecurangan atau korupsi, maka harta akan disita, dimasukkan ke dalam kas negara, dan pejabat atau pegawai tersebut akan diproses hukum.
Ketiga, sistem Islam mempunyai aturan terkait gaji yang cukup untuk memenuhi kebutuhan pejabat atau pegawainya. Gaji mereka cukup untuk memenuhi kebutuhan asasiyah dan kamaliyahnya.
Disamping itu, dalam Islam biaya hidup murah. Karena politik ekonomi Islam menjamin terpenuhinya kebutuhan seluruh rakyat. Kebutuhan kolektif akan digratiskan oleh pemerintah seperti pendidikan, keamanan, kesehatan, dan transportasi. Sementara untuk kebutuhan pokok yaitu sandang, pangan, papan bisa diperoleh dengan harga yang murah.
Keempat, Islam memberlakukan seperangkat hukum pidana yang tegas. Hal ini bertujuan untuk menimbulkan efek jera bagi pelaku dan pencegah bagi calon pelaku.
Sistem sanksi bagi koruptor adalah takzir karena merugikan negara dan hudud karena mencuri harta negara. Inilah cara yang dilakukan oleh Kh!l4f4h Islam untuk memberantas korupsi. Semua ini tidak lepas dari penerapan aturan Islam kafah yang membawa perubahan. Wallahualam. [Ni]
Baca juga:

0 Comments: