
OPINI
Kebocoran Data, Bukan Masalah Biasa, tetapi Sudah menjadi Hal Biasa
Oleh. Yuki Zaliah
Data merupakan aset negara yang sangat penting di era digitalisasi ini. Mau melakukan transaksi apa pun dan ingin mendapatkan pelayanan apa pun membutuhkan data. Namun sayang, bukan sekali dua kali ini saja, kasus kebocoran data terjadi, negara tidak mampu melindungi.
Sebut saja dugaan kebocoran data penduduk yang dilakukan oleh seorang hacker yang menyebut dirinya "Bjorka". Dia mengaku telah meretas 150 juta data penduduk Indonesia yang mencakup kategori NIK, KK, nama lengkap, tempat dan tanggal lahir, jenis kelamin, usia, hingga status disabilitas. Data 150 juta tersebut ditawarkan dengan harga 5000 dollar AS atau setara dengan 74,6 juta rupiah. (Suara.com, 7/09/2022)
Tidak hanya itu, dia juga menyebarkan berbagai data milik beberapa pejabat. Anehnya, banyak warga Indonesia yang justru mendukung dan memuji hacker tersebut karena telah menyebarkan rahasia-rahasia pejabat. Padahal pencurian data adalah hal yang berbahaya bagi pemiliknya karena bisa digunakan untuk mengancam, menipu, memeras, hingga mengambil uang di rekening pemilik data.
Setelah itu, muncul kasus dugaan pencurian data yang kembali heboh di beberapa bulan lalu. Diduga 15 juta data nasabah BSI bocor. Tidak hanya kebocoran data, para nasabah bahkan tidak dapat mengakses rekeningnya, tidak dapat mengambil uang atau bertransaksi selama beberapa hari. Jaringan bank diretas oleh kelompok hacker yang menyebut dirinya LockBit. Sontak membuat beberapa nasabah was-was hingga memindahkan uangnya demi keamanan. Keputusan ini dinilai lebih baik daripada kehilangan uang.
Lalu kasus baru yang masih hangat. Diduga 34 juta data paspor penduduk Indonesia diretas. Kasus demi kasus yang terus terjadi, membuktikan bahwa pemerintah Indonesia masih belum mampu memberikan keamanan siber terhadap warga negaranya. Seperti tidak ada progress yang signifikan. Entah sampai kapan kasus seperti ini akan terjadi.
Sebenarnya Indonesia memiliki SDM yang berkualitas untuk bisa menyelesaikan masalah ini. Namun sayangnya, tidak ada dukungan penuh dari negara karena membutuhkan anggaran yang sangat besar. Mungkin karena pemerintah menganggap bahwa kebocoran data bukanlah masalah besar sehingga membuat politik anggaran tidak mendukung keamanan siber secara penuh. Negara juga tidak memiliki visi untuk menjadi negara pertama dan mencukupkan diri sebagai negara pengekor. Sehingga kebocoran data seperti ini dianggap hanya masalah remahan saja.
Tidak hanya itu, pemerintah justru menyerahkan keamanan data kepada pemilik modal. Ya, pemerintah cenderung memilih jalan praktis.
Di sistem kapitalisme sekuler yang mengutamakan materi ini, banyak manusia yang tidak saling mempedulikan, yang penting mendapat cuan. Kelemahan Indonesia dalam melindungi data dimanfaatkan oleh mereka yang tidak bertanggungjawab. Data menjadi salah satu barang yang bisa diperjualbelikan dengan harga yang sangat menggiurkan.
Berbeda dengan negara Islam yang tidak akan pernah membiarkan kasus seperti ini terjadi. Islam menggariskan negaranya harus menjadi negara adidaya. Oleh karena itu, segala hal yang diupayakan harus mencapai kualitas terbaik. Termasuk dalam mengupayakan keamanan siber, tentu akan dilakukan secara maksimal.
Apakah mungkin negara Islam bisa melakukan ini, padahal anggaran yang dibutuhkan tidak sedikit? Tentu bisa. Karena negara Islam menjadikan kekuasaan sebagai amanah yang harus dijalankan dengan sebaik mungkin dan semaksimal mungkin. Mengelola sumber daya alam sebagaimana yang diperintahkan oleh syariat dalam hadits Nabi Muhammad saw.
"Kaum Muslim berserikat dalam tiga perkara yaitu padang rumput, air, dan api." (HR. Abu Dawud dan Ahmad)
Sumber daya alam tidak akan pernah diprivatisasi atau diserahkan kepada swasta apalagi asing. Semua SDA yang ada di wilayah yang dikuasai dan dikelola oleh negara sendiri. Sehingga hasil kekayaan alam yang diperoleh bisa maksimal, tidak terbagi-bagi kepada swasta atau negara lain.
Kemudian hasil alam yang melimpah itu digunakan untuk kemaslahatan dan kepentingan umat. Seperti pendidikan, kesehatan, dan lain sebagainya termasuk keamanan. Baik keamanan rakyat secara fisik, maupun keamanan siber.
Semoga pemerintah bisa meningkatkan keamanan siber dengan maksimal.
Sehingga ke depannya tidak terjadi lagi kasus kebocoran data seperti ini. Karena lagi-lagi, rakyatlah yang dirugikan.
Wallahu a’lam bishawab. [my]
Baca juga:

0 Comments: