Headlines
Loading...
0leh. Nirwana Sadili

Teringat empat puluh lima tahun yang lalu, saat itu saya masih berusia enam tahun. Kakek saya beternak sapi dan memiliki beberapa sapi. Saya sering diajak ke sawah dengan dinaikkan kakek ke atas punggung sapi. Ketika hari raya Iduladha tiba, kakek menyembelih salah satu ternak sapinya. Karena saat itu saya masih kecil belum tahu apa-apa, apakah kakek menyembelih bertujuh atau sendirian. Yang kutahu kakek saya menyembelih salah satu hewan ternaknya. Dan kami sebagai anak-anak sangat gembira menyambut hari raya IIduladha, apalagi menyaksikan penyembelihan hewan kurban dan menikmati makan daging. 

Setelah kakek meninggal suasana berbeda, keadaan ekonomi bapak saya tidak seperti kakek, apalagi kami tujuh bersaudara yang harus dibiayainya. Sempat awal-awal setelah kakek tiada bapak masih sempat ikut urunan menyembelih  hewan kurban, dan seingatku, selanjutnya bapak tidak pernah lagi menyembelih kurban, sampai saya dewasa dan menikah. Karena beratnya beban beliau menghidupi dan menyekolahkan kami.

Setelah selesai kuliah, saya diangkat sebagai PNS guru di Kalimantan Timur, dan ketemu jodoh di sana, suami juga memiliki profesi yang sama. Selain kami sebagai guru kami juga berdagang kecil-kecilan, alhamdulillah Allah meluaskan rezeki kami. Waktu itu yang ada dalam pikiran kami bagaimana menghasilkan uang, bagaimana bisa membangun rumah, dan memenuhi kebutuhan sekunder lainnya.

Di mana ada kemauan di situ ada jalan,” pepatah ini benar-benar menggambarkan keadaan kami. Kami bersungguh-sungguh dalam mencari nafkah dan Allah membukakan pintu rezeki-Nya. Yang terpikir dunia dan dunia. Karena yang kami pahami Islam itu seputar ibadah mahdah saja. Sedikit pun tidak terbersit untuk berkurban, padahal Allah telah memberikan keluasan rezeki pada kami. Menyembelih hewan kurban bukan suatu prioritas dalam kehidupan kami.

Setelah anak mulai memasuki bangku Sekolah Dasar, kami jadi berpikir bagaimana anak bisa menghafal Al-Qur’an dan menjadi anak salihah, sementara kami sebagai orang tua sibuk dan di sekitar kami hanya ada sekolah umum. Kami sebagai orang tua tidak bisa memberikan itu semua. Akhirnya dengan pertimbangan matang dan sepakat dengan suami, kami hijrah ke Magetan agar anak-anak dapat mengenyam pendidikan di pondok pesantren. Karena kami sangat berharap memiliki anak yang hafal dan dekat dengan Al-Qur’an.

Bulan Agustus tahun 2004 kami sekeluarga meninggalkan kota Samarinda menuju Magetan dan menetap sampai sekarang.  Semua aset yang kami hasilkan di sana dijual dan kami memulai kehidupan dari nol kembali di Magetan. Anak-anak juga sudah memasuki bangku sekolah. Bisnis kecil-kecilan juga mandek, otomatis pendapatan berkurang dan keuangan agak sempit. Ditambah lagi saat membangun rumah,  saya hamil anak ketiga. Sampai sempat stres ada penyesalan pindah ke Magetan, merasa bahwa gara-gara pindah ke Jawa keuangan sulit, karena waktu itu belum faham konsep rezeki menurut Islam. Bahwa Allah meluaskan dan menyempitkan rezeki  bagi yang Dia kehendaki. (Lihat QS. Al-Ankabut: 62)

Waktu itu kehidupan kami benar-benar dalam kesempitan sampai-sampai kami gali lubang tutup lubang. Alhamdulillah setelah kurang lebih enam bulan menetap di Magetan, saat arisan ada tetangga yang mengajak ikut pengajian pekanan di RT kami. Mulailah saya mengikuti kajian-kajian Islam, saking semangatnya, bukan di RT saja saya ikuti, tetapi juga di beberapa tempat. Alhamdulillah banyak sekali ilmu yang kami dapatkan sehingga pandangan hidup mulai berubah sedikit demi sedikit. Kami bisa berdamai dengan keadaan seiring bertambahnya ilmu. Kami merasakan bahwa Allah begitu sayang kepada kami, mencabut sedikit kenikmatan kepada kami untuk mengganti kenikmatan yang lebih besar dengan memahamkan sedikit ilmunya pada kami, yakni ilmu Islam. Teringat sabda Rsulullah saw., “Barang siapa yang Allah kehendaki kebaikan padanya, niscaya Allah akan jadikan ia paham dalam agama.” (Muttafakun alaihi)  

Saya ingat betul tahun 2005 menjelang Iduladha di setiap kajian yang dibahas keutamaan berkurban, sampai paham bagaimana hakikat berkurban. Saat mendengar hadis Rasulullah tentang keutamaan berkurban, “Barang siapa yang memiliki kelapangan (harta), sedangkan dia tidak berkurban, janganlah dekat-dekat dengan tempat salat kami.” (HR. Ahmad, Ibnu Majah, dan Hakim). Hati begitu sedih saat Allah memberi rezeki lebih kami tidak kurban.

Begitu juga dalam Al-Qur’an memberikan kabar bahwa berkurban merupakan salah satu  upaya untuk meningkatkan ketakwaan kepada Allah Swt., sebagaimana firman Allah dalam surat Al-Maidah ayat 27 yang Artinya, ”Sesungguhnya Allah hanya menerima (kurban) dari orang-orang yang bertakwa.”

Rasulullah juga mengabarkan bahwa keutamaan berkurban yang lain termaktub dalam HR. Ibnu Majah: ”Tidak ada amalan yang dikerjakan anak Ada ketika hari (raya) kurban yang lebih dicintai oleh Allah Azza wajalla dari mengalirkan darah."

Sesungguhnya pada hari kiamat ia akan datang dengan tanduknya, kuku-kukunya dan bulunya. Sesungguhnya darah tersebut akan sampai jatuh ke tanah, maka perbaguslah jiwa kalian dengannya.”

Setelah mengetahui semua itu rasanya bertambah sedih, teringat ketika Allah memberi kelonggaran rezeki, tidak terpikirkan untuk berkurban sebab minimnya ilmu kami. Setelah datang pengetahuan ada keinginan kuat untuk berkurban, tapi apa daya, keuangan kami sangat tidak memungkinkan. Ada rasa sedih dan penyesalan mengapa waktu itu saat Allah meluaskan rezeki tidak menyembelih hewan kurban. Astagfirullah al ‘adzim, ampuni kami ya Allah.

Sejak hari itu, bismillah saya berazam dalam hati tahun depan kami harus berusaha berkurban. Secara kebetulan di sekolah tempat kami mengajar ada yang mengajak untuk ikut tabungan kurban, dengan senang hati. Jadilah kami menabung dengan menyisihkan uang setiap bulan sebanyak dua ratus ribu rupiah. Selama setahun terkumpul dua juta empat ratus ribu rupiah, dan waktu itu harga kambing yang besar sekitar dua jutaan.

Alhamdulillah dengan ikhtiar dan doa di tahun 2006 kami benar-benar bisa berkurban satu kambing. Sangat bersyukur atas karunia Allah pada kami, karena saat dalam kesempitan kami bisa menyembelih hewan kurban. Tidak bisa diucapkan dengan kata-kata betapa bahagianya kami. Allah begitu baik pada kami, mengabulkan doa dan hajat kami. Sesuai janjinya bahwa Allah  akan mengabulkan doa hamba yang bersungguh-sungguh berdoa kepada-Nya. Sejak itu alhamdulillah kami atas karunia Allah kami tidak pernah tidak berkurban ketika hari raya Iduladha sampai hari ini. Orang berkurban bukan karena banyaknya harta, tetapi karena memiliki ilmu yang mendorongnya untuk beramal,  dalam mewujudkan ketakwaan kepada Alllah Swt., dan bersungguh-sungguh untuk meraihnya. Semoga Allah selalu meluaskan rezeki kami agar bisa istikamah berkurban.

Ketika bunda Lilik Yani muassis SSCQ mengumumkan ada ”Challenge Berbagi Qurban Untuk Sahabat Surga,” saya mengikuti challenge, dengan tujuan kalau saya menang saya akan menghadiahkan kepada sahabat surga yang lain yang belum pernah berkurban. Ingin berbahagia dengan sahabat surgaku. 

Wallahualam bissawab. [Ni]

Magetan, 22 Juni 2023

Baca juga:

0 Comments: