Headlines
Loading...
Oleh. Iis Nopiah Pasni

Bunda Isna memesan makanan untuk acara silaturahmi keluarga besarnya kepada Mama Yiyil dan Mama Cha.

Pukul 09.30 WIB Bunda Isna menunggu kue pesanannya sambil membersihkan bekas makan si bungsu.

Tak begitu lama, ada motor yang berhenti tepat dekat pagar rumah keluarga Pak Riswanto itu. Dua wanita muda berjalan  membawa kantong kresek hitam besar. Isinya berbagai macam kue pesanan Bunda Isna.

"Assalamualaikum, Yuk?" keduanya mengucap salam. 

"Waalaikumsalam, masuk, Dek," jawab Bunda Isna, Bunda Isna berjalan cepat ke ruang tamu rumahnya.

"Masuklah, Dek, ada uwakmu di dapur sedang membuat  tekwan," ajak Bunda Isna sambil memberikan tempat kue yang kosong.

"Nah, Ayuk minta tolong, kue yang adik bawa itu susun di wadah ini," kata Bunda Isna meminta tolong pada dua sepupu jauhnya itu.  Tentu saja permintaan ini tak bisa ia tolak.

Mereka berdua mengangguk dan langsung ke  dapur, salim takzim ke uwak mereka, sapaan mereka pada ibunya Bunda Isna.

Mereka berdua menyusun kue dan sesekali bercerita lalu bercanda. Tak selang berapa lama, Dek Hani, si kecil berusia hampir dua tahun yang lincah dan memiliki rasa kepenasaran tingkat tinggi, mendekati mereka.

Dek Hani ikut menyusun lemper tetapi bukannya memasukkannya ke wadah, yang sudah rapi malah dikeluarkannya.

"Dek Hani main ini aja," kata Bunda Isna gercep, memberikan mainan bongkar pasang berupa roti yang bisa disusun dan dibongkar kembali.

Dek Hani langsung teralihkan melihat mainan anak bongkar pasang plastik berwarna-warni itu. Alhamdulillah aksinya mengacak makanan terhenti. Mereka dengan cepat menyusunnya ke wadah.

"Yuk, ini sudah selesai. Mau ditaruh di mana pan stock ini?" tanya Mama Yiyil sambil membawa peralatan tersebut.

"Susunlah berderet di meja itu," jawab Bunda Isna sambil menunjuk meja yang dimaksud.

"Kita pasang dulu taplak meja," kata Mama Cha. Bunda Isna langsung merapikan taplak meja bulat itu lalu menutupnya dengan plastik transparan.

"Sudah, dek," kata Bunda Isna sambil ikut membawa wadah kue itu.

"Alhamdulillah, nah satu lagi tugas Adik tu motong semangka," kata Bunda Isna lagi meminta tolong. Hal ini sukses membuat mereka berdua tertawa.

"Ayuk, kami nak baleklah, kan anter kue bae. Tuh di motor masih ada kue yang harus dianter," jawabnya jujur.

"Iya kalau sudah memotong semangka dengan makan tekwan baru boleh pulang," jawab Bunda Isna lalu mengambil sapu untuk membersihkan teras depan yang akan dialasi ambal juga.

"Ok, Yuk, siap!" kata mereka tak bisa mengelak permintaan sepupu jauh mereka itu.

Sambil memotong semangka mereka bercerita dengan uwak mereka yang jarang bertemu. Sementara Bunda Isna membereskan teras depan. Tiba-tiba hpnya berbunyi, dari nomor tak dikenal. Siapa ya? batin Bunda Isna lalu diangkatnya panggilan tersebut.

"Assalamualaikum, Bun?" Terdengar suara anak ketiganya yang sedang menimba ilmu di sebuah pondok pesantren di Jawa Timur.

"Waalaikumsalam, Abang?!" ucap Bunda Isna bahagia tak terkira campur rasa bersalah. Hari ini seharusnya Bunda Isna dan keluarga menjenguk anaknya di pondok pesantren. Namun, karena jarak, waktu dan biaya yang tak sedikit, Bunda Isna tidak bisa menjenguknya. Sebelumnya ia sudah mengirim surat bahwa tak bisa mengunjungi anak keduanya itu di ponpes.

"Bun, apa kabar semua?" tanya anaknya memulai obrolan, suaranya terdengar ceria.

"Alhamdulillah, semua sehat, Bang!" jawab Bunda Isna lalu mendekatkan hpnya pada anak keempatnya yang sudah sunat, si Abang Abidzar.

"Bang, hari ini ada silaturahmi keluarga dan selamatan khitan Dek Abidzar," kata Bunda Isna semangat.

"Mana adek, Bun?" tanya Si Abang Roi.

"Ini Bang, ngobrollah," kata Bunda Isna lalu memberikan hp tersebut pada Abidzar. Abidzar langsung mengambil hp dan menatap layar dengan senangnya.

"Abang, Abi kangen sama Abang," rengek Abidzar pada abangnya.

"Abang Roi juga kangen, Dek. Selamat ya, Dek, sudah sunat, sakit nggak?" kata Abang Roi pada adiknya itu.

"Sakit Bang, tapi ini sudah mau sembuh," jawab Abidzar lagi.

Maka bergantian mereka sekeluarga berbicara pada Roihan melepas kangen melalui video call.

Ada saja cara Allah memudahkan segalanya. Kali ini melalui wali santri yang menjenguk putranya dan bersedia membantu dengan meminjamkan hpnya. Alhamdulillah rasa kangen terobati.

"Syukron Bun. Jazakillah khoir semoga Allah membalas kebaikan Bunda dan keluarga," tulis Bunda Isna pada wa yang dikirim pada Bunda Fathan dari Jakarta.

Senyum merekah menghiasi keluarga Pak Riswanto dan Bunda Isna.

Muara Enim, 14 Desember 2022

Baca juga:

0 Comments: