Headlines
Loading...
Oleh. Ratih Fitrinugraheni

"Nduk, sama suami dan mertua yang taat, ya. Sepanjang perintah mereka tak bertentangan dengan perintah agama, taatilah dengan sepenuh hati. Dahulukan mereka sebelum ibu dan bapakmu." Nasihat di ujung telepon itu, tak lelah Marwati sampaikan pada putri bungsunya, Fira. 

***

Malam telah larut saat kabar tentang ibunya sampai ke telinga Fira. Sakit ibunya kian serius. 

Kakak Fira di pulau seberang, memang sudah beberapa pekan tak mengabarinya tentang kondisi ibu mereka.

Belakangan, Fira juga semakin sibuk. Dia mendapat tambahan amanah dakwah. Selain itu, anak-anaknya juga sedang menghadapi ujian penilaian akhir semester. Tadinya Fira berpikir, tiada kabar dari ibunya adalah pertanda bahwa ibunya semakin membaik, ternyata kenyataan berbicara sebaliknya. 

[Dek, kalo tak repot. Ibuk pengen ngobrol sama kamu]

Sebuah chat masuk ke ponsel Fira. Tak menunggu lama, Fira menelepon ibunya. Tak ada keluh kesah keluar dari bibir ibunda tercintanya, beliau hanya mengungkapkan rasa ingin sekali bertemu Fira, anaknya. 

Fira bukannya tak mau pulang menjenguk ibunya, namun kondisi keuangan keluarganya juga sedang minim. Suaminya menyampaikan bahwa sebenarnya teramat ingin bisa menengok ibu mertuanya. 

Di akhir percakapan, Marwati, ibunda Fira menyampaikan nasehat yang sama, yang senantiasa ia berikan ke dua putrinya, Fira dan kakaknya. Bahwa, jadi istri itu harus taat sama suami, juga berbakti sama mertua. Selalu begitu, hingga rasanya nasehat ibunya menghunjam begitu dalam di benak Fira. 

"Dek, kalo kamu ada rejeki, tolong sempatkan menjenguk Ibu, Ibu nanyain kamu terus, katanya. Fira sudah ngabarin belum? kapan mau pulang nemuin ibu?" Telepon singkat dari kakaknya semakin membuat hati Fira gundah gulana.

Andai saja jarak rumah mereka dekat, pasti Fira sudah bersegera menemui ibunya. Rindu dalam kalbu Fira begitu membuncah, namun apa daya, Fira hanya seorang ibu rumah tangga, dan saat itu suaminya sedang tidak bekerja. Kontrak kerja suaminya habis bulan lalu, jadi Fira harus hati-hati mengatur keuangan keluarganya. 

"Assalamu'alaikum, Nduk." Sebuah ketukan di pintu membuyarkan lamunan Fira. Bapak dan ibu mertuanya datang. Keduanya  usai menghadiri hajatan dekat rumah kontrakan Fira. Jadi, sekalian mampir menengok cucu. 

"Gimana kabar ibu kamu di kampung, Nduk?"

"Kurang begitu baik, Pak. Beberapa hari lalu, ibu telepon katanya begitu ingin ketemu saya."

"Hmm, ya sudah, segera dijenguk, Nduk." 

"Pengennya juga begitu, Pak. Tapi, Mas Dio kan sedang tidak kerja. Saya tidak enak jika harus memaksakan diri, Pak." 

"Owalah, semoga segera ada rejeki ya, Nduk. Semoga ibu kamu juga segera sehat." 

"Iya, Pak. Aamiin." 

Malam itu, Fira mencoba mengkomunikasikan lagi dengan suaminya, Mas Dio, tentang keinginannya menjenguk ibundanya di kampung. 

Akhirnya, mereka memutuskan menjual laptop lama yang juga sudah mulai sering ngadat. Uang seadanya hasil penjualan laptop mereka gunakan untuk pulang kampung, menjenguk ibu Fira. 

***

Sang surya bersinar begitu terang, Fira tiba di kampung kelahirannya pukul 11.30 siang. Remuk redam hati Fira menyaksikan kondisi ibunya, badannya begitu kurus, air mata mengalir tak tertahankan. Tangisan bahagia karena telah berjumpa, sekaligus air mata kesedihan karena bersua dalam kondisi yang kurang baik. 

"Yaa Allah, ampuni hamba. Bagaimana menyesalnya diri ini, bila tak tersampaikan dapat bersua dengan ibunda tercinta." Berulang kali Fira mengucap istighfar, sembari memeluk erat tubuh ibundanya. 

Dengan kerelaan suaminya, Fira memutuskan untuk membawa ibundanya tinggal sementara dengannya di kota tempat tinggalnya sekarang. Bapak dan ibu mertua Fira pun setuju dengan keputusan mereka. Bersyukur ibunya juga bersedia untuk dirawat oleh putri bungsunya. Mbak Ayu, kakak Fira juga mengijinkan. 

Tiga pekan berselang, Fira merawat ibundanya. Dio, suami Fira juga sudah sepekan mulai bekerja lagi.. Satu hal yang sangat Fira dan suaminya syukuri. Rezeki memang tidak pernah salah tempat dan waktu. 

Merasa kondisinya sudah semakin membaik, ibunda Fira ingin kembali pulang ke kampung halamannya. 

"Nduk, ibu sudah agak mendingan, semua sudah dapat giliran, Mbak kamu sudah merawat ibu, kamu juga sudah merasakan merawat ibu, tolong bilang ke mbak kamu, ibu minta dijemput." 

"Tapi kenapa, Bu? Ibu enggak betah di sini kah? Kok buru-buru minta pulang?" 

"Betah, Nduk. Tapi ibu pengen pulang. Sudah, bilang aja ke mbakmu, kamu jangan lupa pesan ibu ya, Nduk. Jaga ketaatan kamu ke suami dan mertuamu, sepanjang tak bertentangan dengan perintah Allah. Besok kalo ibu sudah sehat betul, ibu juga pengen ngaji, kayak kamu. Jaga silaturahim dengan semua saudara ya, Nduk."

"Nggih, Bu." 

Malam itu, ibunda Fira dijemput pulang oleh Mbak Ayu. Fira melepas ibunya dengan hati lebih tenang, karena melihat kondisi ibunya sudah lebih baik. 

Sekitar sepuluh hari telah berlalu, ibunda Fira pulang ke kampungnya. Fira juga sudah kembali ke aktivitasnya seperti biasa. Kala sebuah kabar datang, bahwa ibundanya telah berpulang. Fira terduduk lemas, lirih ia berucap, "Innalilahi wa innailaihi rajiun." 

Dio, suami Fira dengan sigap mencari mobil sewaan, mereka segera meluncur kembali ke kampung halaman Fira. Sepanjang perjalanan Fira tak banyak berkata-kata, ingatannya melayang kepada nasehat terakhir ibunya. 

"Yaa Allah, ampuni dosa-dosa ibu, terimalah sekecil apapun amalan kebaikan beliau, lapangkan dan terangilah kuburnya, serta berikan tempat kembali terbaik untuknya, di surgaMu." Sebuah doa yang terus Fira panjatkan untuk ibunda tercintanya. 

Harapan lain yang tak pernah lupa Fira panjatkan, semoga Allah layakkan dan mampukan Fira menjadi salah satu amalan tersembunyi bagi orangtuanya, yang pahalanya terus mengalir hingga yaumil 
kiyamah, dan kelak menjadi hujjah bagi mereka saat menghadap Allah. Sampai Allah izinkan mereka kembali berkumpul di surga firdaus-Nya. 

Cilacap, 1 Desember 2022

Baca juga:

0 Comments: