
Oleh. Ratih Fitrinugraheni
"Kamu serius mau resign, Li? posisi kamu udah bagus lhoo, wakil manager operasinal." Diandra tak percaya jika adik perempuannya itu mau resign dari kerjanya di sebuah bank swasta terkemuka.
"Iya, Kak. Aku beneran pengen resign. Tapi belum ngajuin surat resign sich."
"Mending kamu pikir-pikir dulu dech. Jaman sekarang kebutuhan apa-apa mahal, buat bayar sekolah tiga anak kamu aja udah hampir 10 juta per bulan kan? emang cukup gaji suami kamu buat semua kebutuhan kalian?"
"Enggak tahu lah ... jadi bingung aku, Kak. Suamiku sendiri kok yang nyuruh aku resign, kan itu artinya dia udah mempertimbangkan semuanya. Dan juga belakangan aku tahu, kalo kerja di bank dengan posisiku sekarang ini, aku ikut menanggung dosa riba, Kak." Liana kembali galau mendengar provokasi dari kakaknya.
"Ya ampuun, Li, yang penting kan kamu enggak ikut-ikutan jadi pelaku riba. Gimana ceritanya ikut kena dosanya, sich? bingung aku sama jalan pikiran kamu. Lagian kamu enggak sendiri kok, banyak tuch orang Islam yang kerja di bank kayak kamu, bahkan yang masih memakan riba juga banyak. Setahu aku, ya, ada ulama yang bilang kalo riba itu boleh, asalkan enggak banyak, kayak rentenir-rentenir itu."
Panjang lebar kakak Liana berusaha memprovokasi adiknya supaya tidak jadi resign dari pekerjaannya.
"Udah gitu, ada lagi ustadz yang bilang, kita bisa membersihkan harta kita dengan sedekah, jadi kamu banyakin sedekah aja." Liana terdiam mendengar ucapan kakak perempuannya. Merenung dalam kegundahan hatinya, dan niatnya ingin bertukar pikiran dengan kakaknya, justru membuat hati Liana semakin dilema.
"Udah lah kak, aku mau salat dulu. Udah adzan Maghrib, tuch. Kamu juga salat gih, Kak. Emang kamu udah enggak butuh berdoa sama Allah?"
Liana melenggang ke dalam rumah, meninggalkan Diandra, kakaknya, sendiri di teras depan. Menikmati secangkir lemon tea hangat dan sifon cake kesukaannya, sembari menatap jingganya cahaya mentari yang semakin menghilang tenggelam di ufuk barat.
Malam itu, Diandra, kakak Liana memang sengaja ingin menginap di rumah Liana. Katanya ia sedang rindu dengan tiga keponakannya. Maklum lah, karena meski sudah menginjak usia 40 tahun, Allah belum menakdirkan Diandra bertemu dengan jodohnya. Jadi, tiga anak Liana seringkali menjadi pengobat rasa kesepiannya, ditengah kesibukan kerjanya sebagai pengelola EO.
Jarum jam menunjukkan pukul 19.15 WIB. Deru suara mobil suami Liana terdengar memasuki halaman rumah mereka. Liana segera ke depan, menyambut Andre, suaminya di teras rumah. Senyum manisnya terkembang, bak bunga yang merekah di pagi hari kala musim semi tiba.
Usai menemani Andre makan malam, mereka biasa mengobrol di ruang tengah. Sembari menemani anak-anak mereka bermain sebelum beranjak tidur. Karena Diandra sedang menginap di rumah mereka. Diandra pun turut asyik mengobrol bersama keluarga kecil Liana. Bahkan mbak Atun, saudara jauh yang dipekerjakan Liana untuk membantu urusan domestiknya, juga ikut menyimak percakapan mereka.
"Ndre, emangnya kamu beneran nyuruh Liana keluar dari kerjaan?" Rasa penasaran Diandra tak tertahan, karena ia merasa belum puas dengan jawaban Liana sore tadi.
"Iya, Kak. Kenapa memangnya?" Andre menjawab dengan santai pertanyaan kakak iparnya.
"Emang enggak sayang tuch? Posisi Liana kan udah bagus di kerjaan."
"Memang posisi Liana sudah bagus, tapi dosanya itu lho, Kak, ngeri banget!" Nada suara Andre terdengar lebih tegas dari sebelumnya.
Liana masih terdiam, masih menjadi pendengar setia obrolan Andre dan Diandra.
"Kak Diandra tahu enggak, kalo orang yang mencatat transaksi riba, juga saksinya, itu berserikat dalam dosa yang sama dengan pelaku ribanya. Itu ada hadits sahihnya, lhoo."
"Iyaa kah? kok aku baru denger ya?" Diandra menggaruk-garuk kepalanya yang tak gatal.
"Laaaah?? iya lah pasti kakak baru dengar, emangnya kakak pernah ikut kajian Islam? Atau sekedar membaca artikel-artikel islami di medsos gitu?" Liana akhirnya ikut angkat bicara.
"Enggak pernah," sembari menyeringai, menampakkan deretan gigi putihnya. Diandra menjawab singkat pertanyaan Liana.
"Huuu ... makanya, belajar Islam, Kak. Jangan cuma kerja sama hang out mulu' kerjaannya, manusia tuch diciptakan ke dunia ini ada tujuannya, Kak, yaitu untuk beribadah kepada Allah Swt. Jadi, setiap apa yang kita lakukan, harus sesuai dengan petunjuk Allah Swt. Sang Pencipta manusia, alam semesta, dan kehidupan," panjang Liana menjelaskan kepada Diandra tentang tujuan hidup manusia.
"Wuidiiiiih ... habis dengerin ceramah dimana kamu, Dek? Ckckck ... keren lhoo bisa panjang lebar gitu ngomongnya." Diandra menimpali dengan nada setengah meledek.
"Yaa Allah, Kak. Adeknya ngomong serius kok malahan diledek gitu. Masyaallah, makin keren banget istriku sekarang."
"Jiaaah ... Malahan gombal-gombalan di depan kakaknya, udah lah aku masuk kamarnya bocil aja." Diandra beranjak ke kamar Sabita, anak kedua Liana.
Liana hanya tersenyum melihat kakaknya sewot, karena mendengar pujian Andre ke dirinya. Bahagia terasa dalam hati, mendapat gombalan mesra dari suami. Meski dilema masih melanda diri Liana, dia begitu ingin segera keluar dari pekerjaannya, namun ada rasa khawatir dalam jiwa, kehilangan suami pertamanya 10 tahun silam masih menyisakan rasa trauma.
"Kamu kenapa, Mah? Keliatannya masih galau gitu?" Andre bertanya perlahan ke Liana.
"Iya, Yah. Masih ada kekhawatiran dalam hatiku. Kita enggak pernah tahu masalah umur, Yah. Dulu saat Mas Zainuddin tiba-tiba meninggal, aku limbung. Teringat betapa masih banyak beban finansial dalam hidupku dan anak-anak kala itu."
"Lhaa? Emang kamu juga doain aku tiba-tiba meninggal, Mah?"
"Yaa Allah, enggak lah, Yah. Duuuh, na'udzubillahi min dzalik. Tapi, ada terselip rasa, bagaimana jika aku diuji dengan cobaan yang sama, dan posisi aku tidak kerja, Yaa Allah, enggak kebayang dech."
"Yaa Allah, Mah. Berarti ada yang perlu dipertanyakan dengan konsep keimanan kamu. Hemm, sebenarnya, jika kamu paham bahwa kematian bisa datang kapan saja, kamu justru harus segera resign dari kerjaan, Mah. Coba bayangin, gimana kalo bukan aku, suamimu ini, yang tiba-tiba meninggal duluan? Gimana kalo ajal menjemputmu saat kamu masih bergelimang di dunia riba? Astaghfirullah ... na'udzubillahi min dzalik."
"Astaghfirullah, Ayaaah..?? Jangan Yaa Allah, ngeri aku ngebayanginnya, Yah."
Liana segera meraih ponselnya, dan mengirim email surat pengunduran diri ke atasannya, yang memang sudah ia siapkan dari seminggu yang lalu. Gemuruh melanda jiwa Liana, keyakinannya akan konsep riziki minnallah semakin menguat. Rasanya ia ingin segera menemui Syarifah, sahabat barunya di kajian Islam kaffah, yang selalu berusaha menguatkan keimanannya, terutama tentang jaminan Rizki bagi semua makhluk Allah yang bernyawa.
Sebulan setelah resign, Liana mendapat kejutan dari Andre. Ternyata Andre diam-diam sudah menyiapkan usaha untuk Liana. Ia berkongsi dengan temannya untuk membuka butik muslimah di daerah Pondok Labu, Jakarta Selatan, tak jauh dari tempat tinggal mereka. Dan rencananya, Liana yang akan diminta mengelola usaha tersebut dengan muamalah yang sesuai syariah. Atas bimbingan ustadz di kampus teman Andre dulu.
Cilacap, 17 Desember 2022
Baca juga:

0 Comments: